}

SYARAT DITERIMANYA AMALAN

 Poster Islami TematikIbadah 2 Syarat ...

Seorang muslim yang baik, tentu akan bersemangat memperbanyak ibadah dan amal saleh, terkhusus pada bulan Ramadhan ini. Namun, penting untuk diingatkan dan diulang kembali, ada hal lain yang sangat penting untuk juga diperhatikan, yaitu ibadah yang dilakukan haruslah memenuhi syarat diterimanya amal.

Amal yang Banyak atau Amal yang Diterima?

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Tidak diragukan lagi bahwa jawaban dari pertanyaan di atas adalah, “Amal yang banyak sekaligus diterima.” Memang, permasalahan banyaknya amalan dan diterimanya amalan, sejatinya adalah dua hal yang tidak perlu dipertentangkan. Namun, maksud dari pembahasan ini adalah, hendaklah yang menjadi prioritas kita bukanlah semata-mata seberapa banyak ibadah yang bisa kita kerjakan. Namun, hendaklah yang kita selalu prioritaskan adalah bagaimana supaya ibadah kita diterima oleh Allah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

أَنَّ الْفَضْلَ بِنَفْسِ الْعَمَلِ وَجَوْدَتِهِ لَا بِقَدْرِهِ وَكَثْرَتِهِ

“Sesungguhnya keutamaan suatu amalan terletak pada kualitas amalan itu sendiri, bukan hanya kadar dan jumlahnya (banyaknya).” (Majmu’ al-Fatawa 4/378)

Oleh karena itu, selain kita selalu berupaya dan bersungguh-sungguh meningkatkan kuantitas dan banyaknya ibadah kita, kita juga wajib untuk senantiasa memperhatikan dan memperbaiki kualitas ibadah yang kita kerjakan.

Syarat Diterimanya Amal Seorang Muslim: Ikhlas dan Mutaba’ah (Mencocoki Tuntunan Rasulullah)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلًاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ

“Dialah Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan, agar Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang terbaik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.” (al-Mulk: 2)

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menjelaskan makna ayat di atas,

أَيْ: أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ

“Yang dimaksud ‘siapa di antara kalian yang terbaik amalnya (ahsanu ‘amalan)’ adalah amalan yang paling ikhlas dan paling benar.

قِيلَ: يَا أَبَا عَلِيٍّ، وَمَا أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ؟

Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Abu Ali (yakni al-Fudhail), bagaimana penjelasan tentang amalan yang paling ikhlas dan paling benar?”

قَالَ: إِنَّ الْعَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصاً وَلَمْ يَكُنْ صَوَاباً لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَاباً وَلَمْ يَكُنْ خَالِصاً لَمْ يُقْبَلْ حَتَّى يَكُونَ خَالِصًاً صَوَاباً، وَالْخَالِصُ مَا كَانِ لِلهِ، وَالصَّوَابُ مَا كَانَ عَلَى السُّنَّةِ

Al-Fudhail bin ‘Iyadh menjawab,

“Sungguh, apabila suatu amalan sudah dikerjakan dengan ikhlas, tetapi tidak dilakukan dengan tata cara yang benar; tidak akan diterima (oleh Allah). Sebaliknya, apabila suatu amalan sudah dikerjakan dengan tata cara yang benar, tetapi tidak ikhlas; juga tidak akan diterima (oleh Allah). Amalan tersebut akan senantiasa tertolak sampai benar-benar dikerjakan dengan ikhlas dan dilakukan dengan tata cara yang benar.

Adapun makna ikhlas adalah amalan tersebut hanya dipersembahkan untuk Allah semata, sedangkan makna amalan dikerjakan dengan tata cara yang benar adalah amalan tersebut dilakukan dengan tata cara yang sesuai Sunnah (ajaran yang dicontohkan dan dibimbingkan oleh Rasulullah).

(Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya dalam kitab al-Ikhlas wa an-Niyyah hlm. 50—51 dan Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya` 8/95)

Ibnu Rajab rahimahullah mengomentari penjelasan al-Fudhail bin ‘Iyadh di atas,

وَقَدْ دَلَّ عَلَى هَذَا الَّذِي قَالَهُ الْفُضَيْلُ قَوْلُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Sungguh, penjelasan al-Fudhail di atas telah ditunjukkan oleh firman Allah azza wa jalla,

فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya (dalam keadaan diridhai Allah), hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya.” (al-Kahfi: 110)

Setelah membawakan penjelasan al-Fudhail di atas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan,

وَهَذَانِ الْأَصْلَانِ هُمَا تَحْقِيقُ الشَّهَادَتَيْنِ اللَّتَيْنِ هُمَا رَأْسُ الْإِسْلَامِ

“Dua fondasi ini (ikhlas dan mutaba’ah) adalah realisasi yang sebenar-benarnya dari penerapan syahadatain (dua kalimat syahadat) yang mana keduanya adalah inti dari agama Islam.” (Iqtidha` ash-Shirath al-Mustaqim 23/29)

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Dalam ayat di atas (dan ayat-ayatnya yang lain) Allah subhanahu wa ta’ala tidak berfirman أَكْثَرُعَمَلًا (yang terbanyak amalannya). Namun, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman أَحْسَنُ عَمَلًا (yang terbaik amalannya). Oleh karena itu, yang menjadi tolok ukur adalah kualitas amal dari sisi keikhlasan dan kesesuaiannya dengan syariat, walaupun amalan tersebut sedikit. (Lihat Syuruth Qabul al-Ibadah Syaikh Ibn Baz)

Syarat Pertama: Ikhlas

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَٱدۡعُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ

“Sembahlah Allah dengan mengikhlaskan peribadahan dalam beragama hanya kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.” (Ghafir: 14)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَاْبتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan, kecuali (amalan) yang ikhlas dan mengharapkan wajah Allah semata.” (HR. an-Nasai no. 3140 dari sahabat Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai no. 3140)

Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits lainnya, yang menjadi dalil tentang wajibnya ikhlas dalam beribadah kepada Allah.

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Begitu penting keikhlasan dalam beribadah. Bahkan, ketika suatu amalan tidak didasari keikhlasan, justru akan menjadi petaka.

Oleh karena itu, kita wajib untuk senantiasa menjaga dan mengoreksi niat-niat kita ketika akan, sedang, dan telah melakukan suatu ibadah. Apabila datang perasaan ingin dipuji, riya (ingin amalannya dilihat manusia), sum’ah (ingin amalannya didengar manusia), cinta kedudukan, dll.; waspadalah! Segera tampik dan lawan! Mintalah pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Bersemangatlah untuk terus mengobati kalbu Anda. Jangan berhenti.

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan,

أَمْرُ النِّيَّةِ شَدِيدٌ

“Perkara niat ini sungguhlah berat.” (Disebutkan oleh Ibnu Muflih dalam al-Furu’ 2/339)

Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengatakan,

مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي، لِأَنَّهَا تَتَقَلَّبُ عَلَيَّ

“Tidaklah aku mengobati sesuatu pun yang lebih berat kurasakan daripada mengobati niatku. Sebab, niat itu berbolak-balik atasku.” (Diriwayatkan oleh al-Khathib al-Baghdadi dalam al-Jami’ Li Akhlaq ar-Rawi wa Adab as-Sami’ no. 697)

Yusuf bin Asbath rahimahullah mengatakan,

تَخْلِيصُ النِّيَّةِ مِنْ فَسَادِهَا أَشَدُّ عَلَى الْعَامِلِينَ مِنْ طُولِ الْاِجْتِهَادِ

“Di sisi orang-orang yang rajin beramal, mengikhlaskan niat dari hal-hal yang bisa merusaknya, jauh lebih berat daripada harus beribadah dalam waktu yang panjang.” (Diriwayatkan oleh Abu Bakr ad-Dinawariy al-Maliki dalam al-Mujalasah wa Jawahir al-‘Ilm 5/128)

Yusuf bin al-Husain rahimahullah mengatakan,

أَعَزُّ شَيْءٍ فِي الدُّنْيَا الْإِخْلَاصُ، وَكَمْ أَجْتَهِدُ فِي إِسْقَاطِ الرِّيَاءِ عَنْ قَلْبِي وَكَأَنَّهُ يَنْبُتُ فِيهِ عَلَى لَوْنٍ آخَرَ

“Perkara yang paling berat di dunia adalah ikhlas. Sungguh, betapa sering aku bersusah payah mengobati riya yang ada di dalam kalbuku, tiba-tiba riya itu muncul lagi dalam bentuk yang lain.” (Diriwayatkan oleh Abdul Karim al-Qusyairiy dalam ar-Risalah al-Qusyairiyyah hlm. 362)

Syarat Kedua: Mutaba’ah (Mencocoki Sunnah dan Tuntunan Rasulullah)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah (wahai Muhammad), “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (yakni Nabi Muhammad); niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 31)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak memerintahkannya, maka hal itu tertolak.” (HR. al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718 dari sahabiyah ‘Aisyah radhiallahu anha. Lafaz hadits di atas adalah lafaz Imam Muslim.)

Dalam lafaz riwayat Imam Muslim yang lain,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak.”

Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits lainnya, yang menjadi dalil tentang wajibnya mutaba’ah dalam beribadah kepada Allah.

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Begitu penting mutaba’ah dalam beribadah. Bahkan, ketika suatu amalan tidak ada contoh dan bimbingannya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau tata caranya tidak sesuai dengan tuntunan dan teladan dari beliau, maka amalan tersebut tidak akan diterima di sisi Allah. Oleh karena itu, kita wajib mendasari setiap amal dan ibadah kita dengan ilmu dan dalil. Apakah ada tuntunannya? Apakah ada dalilnya?

Berhati-hatilah dengan perkara bid’ah dalam agama, yaitu suatu metode dalam beragama yang diada-adakan, yang menandingi syariat, tujuan melakukan metode itu adalah berlebihan dalam ta’abbud (beribadah, mendekatkan diri) kepada Allah. (Lihat al-I’tisham karya Imam asy-Syathibi 1/11).

Dalam al-Mushannaf (3/25) Imam Abdurrazzaq ash-Shan’ani rahimahullah meriwayatkan kisah dari seorang tabiin, Sa’id bin al-Musayyab. Suatu ketika, Sa’id bin al-Musayyab melihat seseorang mengulang-ulang shalat setelah terbitnya fajar. Melihat hal itu, Sa’id pun melarangnya.

Orang itu pun berdalih, “Apakah Allah akan mengazabku karena shalat?”

Sa’id pun menjawab,

لاَ وَلَكِنْ يُعَذِّبُكَ عَلَى خِلاَفِ السُّنَّةِ

“Tidak. Namun, Allah akan mengazabmu karena engkau menyelisihi ajaran Nabi.”

Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan,

“Penjelasan di atas menunjukkan bagusnya jawaban Sa’id bin Al Musayyab. Inilah senjata yang kuat untuk membantah pelaku bid’ah yang menganggap baik banyak perkara bid’ah. Mereka menyebut perkara bid’ah tersebut sebagai zikir dan shalat. Kemudian, mereka mengingkari Ahlussunnah yang tidak membolehkan hal itu.

Para pelaku bid’ah itu menuduh bahwa Ahlussunnah tidak membolehkan zikir dan shalat! Padahal sejatinya, Ahlussunnah hanyalah mengingkari mereka yang menyelisihi ajaran Nabi dalam hal zikir, shalat, dan yang lainnya.” (Irwa` al-Ghalil 2/236)

Sahabat Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma mengatakan,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap perkara bid’ah adalah sesat walaupun manusia menganggapnya sebagai perkara yang baik.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam al-Ibanah no. 205. Atsar ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Talkhish Ahkam al-Janaiz hlm. 83)

Apabila Suatu Amal Ibadah Tidak Terpenuhi Syaratnya

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Suatu amalan yang tidak memenuhi salah satu dari dua syarat diterimanya ibadah, maka selama-lamanya tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

الْعَمَلُ بِغَيْرِ إِخْلَاصٍ وَلَا اقْتِدَاءٍ كَالْمُسَافِرِ يَمْلَأُ جَرَابَهُ رَمْلًا يُثْقِلُهُ وَلاَ يَنْفَعُهُ

“Orang yang beramal tanpa keikhlasan atau tidak mencontoh ajaran Nabi, seperti seorang musafir yang mengisi penuh tas bawaannya dengan batu. Itu hanya akan membebani/memberati perjalanannya, tanpa manfaat sedikit pun.” (al-Fawaid hlm. 49)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُواْ مِنۡ عَمَلٍ فَجَعَلۡنَٰهُ هَبَآءً مَّنثُورًا

“Dan Kami datangi segala amal yang mereka telah kerjakan (dahulu di dunia), lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (al-Furqan: 23)

Imam al-Baghawi menafsirkan,

“Maksudnya, amalan yang sudah mereka kerjakan tersebut batal (tidak dianggap) dan sama sekali tidak mendapatkan pahala. Sebab, mereka tidak mempersembahkan amalannya (tidak ikhlas) hanya untuk Allah azza wa jalla.” (Ma’alim at-Tanzil 6/79)

Dalam pelajaran at-Ta’liq ‘ala Iqtidha` ash-Shirath al-Mustaqim (kaset rekaman no. 32 side A dan B), ketika membahas syarat diterimanya amal, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin melontarkan pertanyaan kepada hadirin,

هَلْ لَنَا أَنْ نَجْزِمَ أَنَّ مَا يَعْمَلُهُ أَهْلُ الْبِدَعِ مِمَّا لَيْسَ مَشْرُوعاً غَيْرُ مَقْبُولٍ؟

“Apakah kita boleh mengatakan dengan pasti bahwa amalan yang dilakukan oleh ahli bid’ah berupa amalan yang tidak disyariatkan (tidak ada tuntunannya dalam syariat) adalah amalan yang tidak diterima (oleh Allah)?”

Para hadirin menjawab, “Ya.”

نَعَمْ، لَنَا أَنْ نَجْزِمَ، حَتَّى بِالتَّعْيِيْنِ، حَتَّى لَوْ رَأَيْنَا شَخْصًا يَقُومُ بِالْبِدَعِ بِعَيْنِهِ، نَقُولُ: عَمَلُكَ هَذَا غَيْرُ مَقْبُولٍ.

طَيِّبٌ، فَإِذَا قَدَّرْنَا أَنَّ هَذَا جَاهِلٌ، وَالْجَاهِلُ لَا يَأْثَمُ، فَهَلْ نَقُولُ: إِنَّ عَمَلَهُ غَيْرُ مَقْبُولٍ؟ نَعَمْ، نَقُولُ: عَمَلُهُ غَيْرُ مَقْبُولٍ، وَإِنْ كَانَ قَدْ يُؤْجَرُ عَلَى حُسْنِ نِيَّتِهِ وَعَلَى تَعَبِهِ، لَكِنْ لُا يُقْبَلُ عَلَى أَنَّهُ عَمَلٌ صَالِحٌ. نَعَمْ.

Syaikh mengatakan,

“Ya, benar (yakni kita boleh memastikan bahwa amalan tersebut tidak akan diterima oleh Allah). Bahkan, kita boleh mentakyin (menegaskan bahwa amalan orang tersebut jelas tidak diterima oleh Allah). Lebih dari itu, jika kita mengetahui seorang yang mengerjakan amalan bid’ah dengan jelas, kita katakan kepadanya, ‘Amalanmu ini tidak akan diterima (oleh Allah).’

Seandainya kita menganggap bahwa orang tersebut jahil (belum mengetahui bahwa amalannya adalah bid’ah), sedangkan orang yang jahil tentu tidak berdosa; apakah kita tetap bisa menghukumi bahwa amalannya tidak diterima (oleh Allah)?

Jawabnya adalah, ‘Ya.’ Kita katakan bahwa amalannya (tetap) tidak diterima (oleh Allah). Walaupun bisa jadi orang yang jahil tersebut diberi pahala karena niatnya yang baik dan keletihan dia ketika beramal. Namun, amalannya tetap tidak bisa dihukumi sebagai amal saleh.”

Nasihat untuk Menuntut Ilmu Agama

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Jika kita sudah memahami pembahasan di atas, kita akan memahami betapa pentingnya bersungguh-sungguh mempelajari ilmu agama. Dengan belajar, kita akan bisa mengetahui bagaimana cara untuk bisa ikhlas sehingga kita bisa mengupayakannya dan apa saja hal-hal yang dapat merusak keikhlasan sehingga kita bisa mewaspadainya. Demikian pula kita dapat mengilmui bagaimana tata cara ibadah sesuai tuntunan dan contoh dari Rasulullah.

Oleh karena itu, dalam mengisi bulan Ramadhan ini dengan berbagai macam ibadah, hendaknya kita juga bertanya kepada diri kita sendiri,

“Apakah puasaku sudah sesuai dengan tuntunan Rasulullah?”

“Apakah wudhuku sudah benar?”

“Apakah shalatku sudah sesuai dengan tata cara yang dicontohkan oleh Rasulullah?”

“Bagaimana dengan amalan-amalanku yang lain? Mandi janabah, sahur, berbuka puasa, zikir, doa, shalat tarawih, tilawah Al-Qur’an, zakat, dll.; apakah yang selama ini aku lakukan, sudah benar dan sesuai tuntunan Rasulullah?”

Hanya diri kita sendiri yang bisa menjawab pertanyaan di atas. Belajar, belajar, dan terus belajar. Dengan bersungguh-sungguh menuntut ilmu agama, insya Allah, Allah akan memberikan kita kemudahan untuk bisa beramal dengan ikhlas dan sesuai sunnah.

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa membimbing kita supaya bisa beribadah di atas keikhlasan dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Ditulis oleh Ustadz Abu Ismail Arif

Via HijrahApp

Join grup IKHWAN 👇https://chat.whatsapp.com/JKDRup3OFQo5FEhilqbrDk

https://chat.whatsapp.com/GmuNmaE4nSWJLy05OZC2El

Join grup AKHWAT 👇 https://chat.whatsapp.com/I7tkPmBZbon5wP3aiPtVis

https://chat.whatsapp.com/JWatRvHO85j4qUwxPTvNfH

https://chat.whatsapp.com/HGaOka5kyBMLp0EcrQp73s

https://chat.whatsapp.com/Bsi5J7DxJqjH6uorwGLgev

Share:

SANGAT RUGI JIKA AMALAN SHALAT JELEK

Sholat adalah Ibadah Pertama yang Dihisab
Semua amal ibadah kita kepada Allah tergantung dengan shalat, jika shalat baik maka baik pula semua amal ibadah kita yang lainnya, jika jelek maka jelek juga amal ibadah lainnya.

Dalam hadits, “Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk maka seluruh amalnya pun akan buruk.” (Silsilah Al-Ahadits Ash- Shahihah, no.1358)

Jangan sampai kita sudah bersusah payah ikhlas dan meningkatkan kualitas amal ibadah puasa, haji dan lain-lain, tetapi di timbangan menjadi jelek karena jeleknya shalat kita.

Ini adalah kerugian yang besar, sebagaimana penjelasan syaikh Al-'Utsaimin:

 ﻓﺈﻥ ﺻﻠﺤﺖ ﻓﻘﺪ ﺃﻓﻠﺢ ﻭﻧﺠﺢ ﻭﺇﻻ ﻓﻌﻠﻰ ﺍﻟﻌﻜﺲ ﺧﺎﺏ ﻭﺧﺴﺮ

"Jika baik shalatnya, maka beruntung dan selamat. Jika tidak, maka kebalikanya yaitu rugi dan rugi." (Syarah Riyadush Shalihin 5/103)

Salah satu cara memperbaiki kualitas shalat adalah dengan "menambal" kekurangan kualitas shalat wajib dengan shalat-shalat sunnah. Karena Allah akan melihat shalat sunnah kita, jika ada kekurang pada shalat wajib (sebagaimana dalam hadits qudsi)

Secara umum, jika kita kurang dalam ibadah wajib maka kita sempurnakan dengan amal yang sunnah. Ibnu Taimiyah menjelaskan,

" ﻣﻦ ﻗَﺼَّﺮَ ﻓﻲ ﻗﻀﺎﺀِ ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺖِ ﻓﻠﻴﺠﺘﻬﺪْ ﻓﻲ ﺍﻻﺳﺘﻜﺜﺎﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻮﺍﻓﻞ

"Barangsiapa yang lalai/kurang dalam menunaikan ibadah wajib, hendaknya ia bersungguh-sungguh memperbanyak ibadah sunnah." (Jami'ul Masa-il 4/109)

Sumber:
https://muslimafiyah.com/sangat-rugi-jika-amalan-shalat-jelek.html

✏️ Ustaz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK. (Alumnus Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta)

🌐 mahadilmi.id
Share:

KEUTAMAAN TAUHID

 


Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’alal memiliki banyak keutamaan, antara lain:

•】Orang yang bertauhid kepada Allah akan dihapus dosa-dosanya.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadis Qudsi, dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman: "Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika mati tidak menyekutukan Aku sedikit pun juga, pasti Aku akan berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula." [HR. At-Tirmidzi (no. 3540), ia berkata: Hadis hasan gharib]

•】Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan mendapatkan petunjuk yang sempurna, dan kelak di akhirat akan mendapatkan rasa aman.

Allah Azza wa Jalla berfirman: "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk." [QS. Al-An’aam: 82]

Di antara permohonan kita yang paling banyak adalah memohon agar ditunjuki jalan yang lurus:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

"Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka." [QS. Al-Faatihah: 6-7]

Yaitu jalannya para Nabi, Shiddiiqiin, Syuhada, dan orang-orang yang saleh. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: "Dan barang siapa yang mentaati Allah dan RasulNya, maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para Nabi, para Shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." [QS. An-Nisaa: 69]

Kita juga memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai Allah dan jalan orang-orang yang sesat, yaitu jalannya kaum Yahudi dan Nasrani.

•】Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dihilangkan kesulitan dan kesedihannya di dunia dan akhirat.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًاوَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." [QS. Ath-Thalaq: 2-3]

Seseorang tidak dikatakan bertakwa kepada Allah kalau dia tidak bertauhid. Orang yang bertauhid dan bertakwa akan diberikan jalan keluar dari berbagai masalah hidupnya. [Lihat Al-Qaulus Sadiid fi Maqaashid Tauhid oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di]

•】Orang yang mentauhidkan Allah, maka Allah akan menjadikan dalam hatinya rasa cinta kepada iman dan Allah akan menghiasi hatinya dengannya serta Dia menjadikan di dalam hatinya rasa benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.

Allah Azza wa Jalla berfirman: "Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman itu) indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus." [QS. Al-Hujurat: 7]

•】Tauhid merupakan satu-satunya sebab untuk mendapatkan ridha Allah, dan orang yang paling bahagia dengan syafa’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mengatakan لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ dengan penuh keikhlasan dari dalam hatinya.

•】Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dijamin masuk Surga.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ.

"Barang siapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tidak ada illah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah, maka ia masuk Surga." [HR. Muslim, no. 26 dari Shahabat Utsman radhiallahu 'anhu]

مَنْ مَاتَ لاَيُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ.

"Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, ia masuk Surga." [HR. Muslim, no. 93 dari Shahabat Jabir radhiallahu 'anhu]

•】Orang yang bertauhid akan diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kemenangan, pertolongan, kejayaan dan kemuliaan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." [QS. Muhammad: 7]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman: "Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepadaKu dengan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun. Tetapi barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." [QS. An-Nur: 55]

[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Quran dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
 
والله أعلم، وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

🖊️ Penulis: Ummu Ahmad Rifqi

💻 Sumber: https://almanhaj.or.id/3169-keutamaan-tauhid.html

••••••✿❃❃⭑⭑❃❃✿••••••

💎 Permata Sunnah

🛰 🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

☝🏻 KEUTAMAAN TAUHID - SERI 2

Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki banyak keutamaan, antara lain:

•】Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diberi kehidupan yang baik di dunia dan akhirat.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." [QS. An-Nahl: 97]

•】Tauhid akan mencegah seorang muslim kekal di Neraka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Setelah penghuni Surga masuk ke Surga, dan penghuni Neraka masuk ke Neraka, maka setelah itu Allah Azza wa Jalla pun berfirman: ‘Keluarkan (dari Neraka) orang-orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi iman!.’ Maka mereka pun dikeluarkan dari Neraka, hanya saja tubuh mereka sudah hitam legam (bagaikan arang). Lalu mereka dimasukkan ke sungai kehidupan, maka tubuh mereka tumbuh (berubah) sebagaimana tumbuhnya benih yang berada di pinggiran sungai. Tidakkah engkau perhatikan bahwa benih itu tumbuh berwarna kuning dan berlipat-lipat?" [HR. Al-Bukhari, no. 22 dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu 'anhu]

】Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas, maka amal yang sedikit itu akan menjadi banyak.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

"Yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." [QS. Al-Mulk: 2]

Dalam ayat yang mulia tersebut, Allah Azza wa Jalla menyebutkan dengan “Amal yang baik”, tidak dengan “Amal yang banyak.” Amal dikatakan baik atau shalih bila memenuhi 2 syarat, yaitu: (1) Ikhlas, dan (2) Ittiba’ (mengikuti contoh) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana disebutkan dalam hadis bahwa kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ pada hari Kiamat lebih berat dibandingkan langit dan bumi dengan sebab ikhlas.

•】Mendapat rasa aman.

Orang yang tidak bertauhid, selalu was-was, dalam ketakutan, tidak tenang. Mereka takut kepada hari sial, atau punya anak lebih dari dua, takut tentang masa depan, takut hartanya lenyap dan seterusnya.

•】Tauhid merupakan penentu diterima atau ditolaknya amal kita.

Sempurna dan tidaknya amal seseorang bergantung pada tauhidnya. Orang yang beramal tapi tidak sempurna tauhidnya, misalnya riya, tidak ikhlas, niscaya amalnya akan menjadi bumerang baginya, bukan mendatangkan kebahagiaan baik itu berupa shalat, zakat, sedekah, puasa, haji dan lainnya. Syirik (besar) akan menghapus seluruh amal.

•】Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diringankan dari perbuatan yang tidak ia sukai dan dari penyakit yang dideritanya.

Oleh karena itu, jika seorang hamba menyempurnakan tauhid dan keimanannya, niscaya kesusahan dan kesulitan dihadapinya dengan lapang dada, sabar, jiwa tenang, pasrah dan ridha kepada takdirNya.

Para Ulama banyak menjelaskan bahwasanya orang sakit dan mendapati musibah itu harus meyakini bahwa:
- Penyakit yang diderita itu adalah suatu ketetapan dari Allah Azza wa Jalla. Dan penyakit adalah sebagai cobaan dari Allah.
- Hal itu disebabkan oleh perbuatan dosa dan maksiyat yang ia kerjakan.
- Hendaklah ia meminta ampun dan kesembuhan kepada Allah Azza wa Jalla, serta meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla sajalah yang dapat menyembuhkannya.

•】Tauhid akan memerdekakan seorang hamba dari penghambaan kepada makhlukNya, agar menghamba hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja yang menciptakan semua makhluk.

Artinya yaitu orang-orang yang bertauhid dalam kehidupannya hanya menghamba, memohon pertolongan, meminta ampunan dan berbagai macam ibadah lainnya, hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata.

•】Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dimudahkan untuk melaksanakan amal-amal kebajikan dan meninggalkan kemungkaran, serta dapat menghibur seseorang dari musibah yang dialaminya.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan kepada umatnya agar berdo’a kepada Allah Azza wa Jalla untuk memohon segala kebaikan dan dijauhkan dari berbagai macam kejelekan serta dijadikan setiap ketentuan (qadha) itu baik untuk kita. Doa yang dibaca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah: "Ya Allah…, dan aku minta kepadaMu agar Engkau menjadikan setiap ketetapan (qadha) yang telah Engkau tetapkan bagiku merupakan suatu kebaikan." [HR. Ibnu Majah (no. 3846) dan Ahmad (VI/134). Untuk lebih lengkapnya, silakan baca buku Doa & Wirid (hal. 269-270, cet. VI) oleh penulis]

Salah satu rukun iman adalah iman kepada qadha dan qadar, yang baik dan yang buruk. Dengan mengimani hal ini niscaya setiap apa yang terjadi pada diri kita akan ringan dan mendapat ganjaran dari Allah apabila kita sabar dan ridha.

•】Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas dan benar akan dilapangkan dadanya.

•】Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas, jujur dan tawakal kepada Allah dengan sempurna, maka akan masuk Surga tanpa hisab dan azab.

[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Quran dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
 
والله أعلم، وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

💻 Sumber: https://almanhaj.or.id/3169-keutamaan-tauhid.html

••••••✿❃❃⭑⭑❃❃✿••••••

Share:

TANDA BAIKNYA SEORANG MUSLIM

 

Meninggalkan Hal yang Tidak Bermanfaat ...

Di antara tanda baiknya seorang muslim adalah ia meninggalkan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Waktunya diisi hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Sedangkan tanda orang yang tidak baik islamnya adalah sebaliknya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat”.
(HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Hadits ini mengandung makna bahwa di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan.
(Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, 1: 288).


Allahu a'lam

Share:

KISAH YANG MENAKUTKAN

 Kisah Islam Inspiratif

Dari Abu Hurairah رَضِي اللَّهُ عَنْهُ, bahwasanya Rasulullah ﷺ pada suatu hari melintas lewat. dan bersama Abu Hurairah beberapa orang shahabat. Kemudian Rasulullah ﷺ berkata :

" Sesungguhnya di tengah- tengah kalian ada seorang lelaki giginya di dalam neraka lebih besar daripada
Gunung Uhud ".

🔥 Ini adalah berita dari Rasul ﷺ bahwa salah seorang dari mereka akan menjadi penghuni Neraka.

🌗 🕘 Berjalannya waktu, satu demi satu para shahabat tersebut wafat di atas kebaikan, di atas Islam dan Iman. Dan tidak tersisa kecuali Abu Hurairah dan seorang lelaki dari Bani Hanifah, bernama Arrijal bin Anfawah. Dia termasuk orang yg datang bertemu dengan Rasulullah ﷺ bersama rombongan Bani Hanifah. Jumlah mereka 13 an orang, seluruhnya masuk islam.

Kemudin setelah itu Arrijal bin Anfawah terus menerus bersama Nabi ﷺ, dia mengambil ilmu darinya, menghafal Al-qur'an dan Ahkam dan bersungguh- sungguh dalam ibadah.

Berkata Rofi' bin Khadiij : " terdapat pada Arrijal kekhusyukan, ketekunan dalam membaca Qur'an dan kebaikan yg menakjubkan".

Dan berkata Ibnu Umar رَضِي اللَّهُ عَنْهُ : "Dia termasuk orang yang paling utama yang datang kepada kami".

Subhaanallah ..... !!!
Dia adalah seorang hafidz Qur'an, rajin shalat malam dan kuat puasa.

📜 📢 Berita dari Nabi ﷺ masih terus terngiang dan melekat di ingatan Abu Hurairoh رَضِي اللَّهُ عَنْهُ. Tiap kali dia melihat Arrijal bin anfawah dan ketekunannya dalam ibadah serta kezuhudnnya. Abu Hurairah menyangka dirinya yg akan binasa dan dialah yg dimaksudkan hadits Rasulullah ﷺ. Diapun merasa khawatir dan takut.

Ketika muncul Musailamah Al Kadzdzab di negeri Yamamah dan mengaku sebagai seorang Nabi,...banyak orang mengikutinya.

Abu Bakar رَضِي اللَّهُ عَنْهُ mengutus Arrijal bin Anfawah kepada penduduk Yamamah untuk menyeru mereka kepada Allah. Dan mengokohkan merek di atas Islam.

👑 🪑 Ketik Arrijal sampai di Yamamah, Musailmah menemuinya, kemudian memuliakannya dan menawarkan kepadnya harta dan emas. Dan juga menawarkan kepadanya setengah kerajaannya bila dia menjumpai manusia dan mengatakan kepada mereka : bahwasanya dia telah mendengar Nabi Muhammad ﷺ mengatakan : bahwasanya Musailamah adalah serikatnya dalam kenabiaan.

Maka ketika Arrijal melihat kenikmatan yang ada pada Musailamah sedangkan dia orang miskin, diapun menjadi lemah dan melupakan keimanannya, puasanya dan zuhudnya.

Akhirnya diapun keluar kepada orang orang yang mengenalinya sebagai seorang shahabat Nabi. dia bersaksi bahwasanya di telah mendengar Nabi ﷺ mengatakan : sesungguhnya dia telah menjadikan Musailamah serikatnya dalam kenabian.

Maka dengan itu fitnahnnya Arrijal lebih besar daripada fitnahnnya Musailamah Al Kadzdzab sehingga dengn sebab itu banyak orang yang tersesat dan menjadi pengikut Musailamah hingga pasukannya mencapai lebih dari 40 ribu pasukan.

🏳️ 🏹 Kemudian Abu Bakar رَضِي اللَّهُ عَنْهُ menyiapkan pasukan untuk memerangi Musailamah, namun mereka kalah di awal peperangan.
maka Abu Bakar رَضِي اللَّهُ عَنْهُ mengirim tambahan pasukan dan menunjuk Khalid bin Walid (pedang Allah) sebagai panglimanya.

Kemudian terjadilah perang yang sangat sengit dn dahsyat hingga pasukan Musailmah tekalahkan dan Musailmah terbunuh di tangan Wahsyi (pembunuh Hamzah paman Rasul) dan terbunuh pula Arrijal bersama pengikut Musailamah yg lainnya, diapun mati dalam keadaan tercela dan hina di atas kekufuran.

Ketika Abu Hurairah رَضِي اللَّهُ عَنْهُ mengetahui kabar terbunuhnya Arrijal dia tersungkur sujud besyukur kepda Allah Ta'ala setelah dia mengetahui dirinya selamat.

👤 Cermati dan runungkanlah :

Arrijal bin Anfawah hidup bersama Nabi tekun beribadah dan membaca Qur'an lagi zuhud. Akan tetapi hidupnya berakhir dengan keburukan. dia tersesat dan menyesatkan dan mati di atas kekufuran.

Sedangkan Wwahsyi bin Harrb yang telah membunuh Hamzah (singa Allah) mendapatkan hidayah Allah Ta'ala, hidupnya berakhir dengan kebaikan dan menjadi salah seorang mujahidin terbaik.

Saudara² ku :

❌ Janganlah engkau tertipu dengan ibadahmu, dengan shalatmu, dengan puasamu, dengan zakatmu, dengan shadaqahmu.

✅ Berdo'alah kepada Allah agar DIA memberikan ke-Istiqomahan kepadamu dan mengakhiri kehidupanmu dengan kebaikan.

❌ Dan janganlah engkau mencemo'oh seorangpun dengan dosanya. Berdoalah agar Allah menjadikannya bertobat. Janganlah engkau mencibir saudara muslimmu karena dosanya sehingga Allah menyadarkannnya sedangkan dosa itu menimpamu. Dan engkau tidak tau apa yg tercatat di lLauhul Mahfudz tentang nasibmu.

⚖ Yang menjadi barometer adalah akhir hidup seseorang.

🤲 Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati kokohkanlah hati kami di atas ketaatan kepada-MU.

📚 Al Bidayah Wa An-nihayayah.
Karya : Ibnu Katsir : 6/323.
📚 Majmu'ah

Share:

ENGKAU RIDHA DENGAN PENYAKIT YANG ALLAH TAKDIRKAN, BAGIMU SURGA

Latar BelakangGambar Background ...

Penyakit bawaan atau cacat yang diderita sejak lahir semuanya adalah takdir Allah Yang Maha Bijaksana. Jika dia terima takdir tersebut maka penyakit tersebut justru akan menjadi penghapus dosanya. Jika selama hidupnya dia ridha dengan penyakit tersebut maka selama itu pula dia akan dihapuskan dosanya hingga dia bertemu dengan Allah tanpa membawa dosa sama sekali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Ujian akan selalu bersama dengan orang beriman lelaki maupun perempuan, baik pada dalam diri, anak, dan hartanya, sampai dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai satu kesalahan pun.” (HR.Tirmidzi, no. 2399, hasan shahih)

Sebagaimana kisah seorang wanita penghuni surga yang menderita penyakit ayan (epilepsi) tetapi lebih memilih untuk bersabar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,

إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ. فَقَالَتْ أَصْبِرُ .

“Jika mau bersabar, bagimu surga. Jika engkau mau, aku akan berdoa kepada Allah supaya menyembuhkanmu.” Wanita itu pun berkata, “Aku memilih bersabar.” (HR. Bukhari, no. 5652 dan Muslim, no. 2576)

Dia memilih sabar dan ridha dengan penyakitnya, maka kesabaran itulah yang akan mengantarkannya ke dalam surga.

Artikel http://www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta).



sumber : https://muslimafiyah.com/engkau-ridha-dengan-penyakit-yang-allah-takdirkan-bagimu-surga.html

Via HijrahApp

Share:

MAU MASUK SURGA ?

 pemandangan alam hijau terindah | via ...


Alhamdulillah, wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillaah..wa ba’du!

Saudaraku seislam yang saya cintai, kalau kita ditanya, ‘Mau masuk Surga?’. Ga pake mikir lagi, kita pasti menjawabnya ‘Mauuuuuuu!’.

Nah betul, kan?!

Akan tetapi, meskipun banyak orang yang bilang ‘mau’ saat ditanya demikian, pada kenyataannya kebanyakan mereka malah menunjukkan ‘tidak mau’ untuk masuk Surga.

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 كُلُّ أُمَّتِى يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، إِلاَّ مَنْ أَبَى. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ  مَنْ أَطَاعَنِى دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ أَبَى

“Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat berkata ; “Ya Rosululloh, siapakah yang enggan masuk surga itu?” Beliau bersabda : “Barangsiapa yang mentaatiku, dia masuk surga. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku/tidak mentaatiku maka itulah orang yang enggan masuk surga.”[ HSR. Al Bukhori no. 7280]

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk bertauhid dan melarang mereka dari syirik, kenyataannya betapa banyak di kalangan mereka -kecuali yang dirahmati Alloh- malah menyekutukan Alloh (berbuat syirik) dan meninggalkan Tauhid..

Beliau memerintahkan umatnya untuk menyibukkan diri dengan agama dan sunnahnya, kenyataannya kebanyakan mereka -kecuali yang dirahmati Alloh- malah sibuk dengan apa-apa yang diada-adakan orang dalam urusan agamanya itu, atau malah berbahagia dengan keyakinan & adat jahiliyyah yang diajarkan nenek moyang mereka..

Beliau memerintahkan muslimah untuk menutup aurotnya dengan busana syar’ie, kenyataannya kebanyakan muslimah -kecuali yang dirahmati Alloh-malah mengumbar aurotnya atau busana yang dipakainya masih mengundang laknat Alloh..

Dan masih banyak contoh dalam realitas kehidupan yang menunjukkan keengganan seseorang untuk masuk Surga meski lisannya mengatakan ‘mau’

Semoga bermanfaat..

Ibnu_Mukhtar, حفظه الله تعالى

➡https://bbg-alilmu.com/archives/7315

Share:

BERWUDHU DAN TIDAK BERKUMUR ATAU ISTINSYAQ (MENGHISAP AIR KE HIDUNG) TIDAK SAH WUDHUNYA? .....✍️

Istinsyaq dan Istintsar ...

𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻 :

Salah seorang temanku pernah bertanya kepadaku,

 apakah sah wudhunya tanpa berkumur dan istinsyaq (memasukkan air ke hidung)

karena ayat Alquran tidak merinci masalah ini.

Akan tetapi dijelaskan secara umum yaitu membasuh wajah.

Apakah wudhu saya sah kalau saya lupa atau sengaja hanya membasuh wajah

tanpa berkumur dan istinsyaq.

Apakah dibolehkan kalau hari ini saya mandi dengan niat wudhu,

 tanpa berkumur atau istinsyaq.

 Apakah hal itu sah seperti halnya dalam berwudhu?
_____

𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯 :

Alhamdulillah.

Para ulama berbeda pendapat

tentang hukum berkumur dan beristinsyaq (memasukkan air ke hidung) dalam wudhu dan mandi.

Yang kuat di antara pendapat tersebut adalah bahwa keduanya WAJIB.

 Maka TIDAK SAH berwudhu dan mandi,

 kecuali dengan melakukan keduanya, karena kedunya masuk wajah yang diperintahkan dalam ayat yang mulia.

Al-Hijawi dalam kitab ‘Az-Zad’

 dalam bab Furudhul Wudhu Wa Sifatuhu, hal. 29 mengatakan: “Fardhu (Rukun) wudhu ada 6 (enam), yaitu:👇

▪1. Membasuh wajah (temasuk berkumur dan memasukkan sebagian air ke dalam hidung lalu dikeluarkan).

▪2. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.

▪3. Mengusap (menyapu) seluruh kepala (termasuk mengusap kedua daun telinga).

▪4. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.

▪5. Tertib (berurutan).

▪6. Muwalah (tidak diselingi dengan perkara-perkara yang lain,

 yaitu tidak mengakhirkan membasuh anggota tubuh sampai kering anggota tubuh sebelumnya)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam penjelasannya mengatakan:👇

“Perkataan ‘termasuk mulut dan hidung' maksudnya dari wajah.

 Karena keberadaannya di sana, maka dianggap masuk dalam pengertian wajah.

Dengan demikian, maka berkumur dan istinsyaq termasuk kewajiban wudhu.

Akan tetapi keduanya tidak sendirian. Keduanya seperti sabda Nabi ﷺ:👇

 أمرت أن أسجد على سبعة أعظم ، على الجبهة ، وأشار بيده على أنفه

“Saya diperintahkan bersujud di atas tujuh anggota tubuh;

Di atas kening dan beliau memberikan isyarat ke hidungnya.”

Meskipun persamaannya tidak pada semua sisi.”
(📚As-Syarhul Mumti, 1/119)

Para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta’ mengatakan: 👇

“Dinyatakan ketetapan, bahwa berkumur dan istinsyaq dalam wudhu termasuk perbuatan Nabi ﷺ dan sabdanya ﷺ.

Keduanya masuk dalam membasuh muka.

Maka wudhu TIDAK SAH bagi orang yang meninggalkan keduanya atau salah satunya.”
(📚Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 4/78)

Syekh Sholeh Al-Fauzan rahimahullah berkata:

“Siapa yang membasuh wajahnya,

 dan meninggalkan berkumur dan istinsyaq atau salah satunya, maka wudhunya tidak sah,

 karena mulut dan hidung termasuk wajah,

 sebagaimana firman Allah ta’ala: “Maka basuhlah wajah-wajah kalian.”

Maka Allah memerintahkan untuk membasuh semua wajahnya.

Siapa yang meninggallkan sesuatu,

 maka dia tidak termasuk orang yang melaksanakan perintah Allah ta’ala. Dan Nabi ﷺ berkumur dan beristinsyaq."
(📚Al-Mulakhas Al-Fiqhi, 1/41).

Adapun keberadaan ayat yang tidak menyebutkan berkumur dan istinsyaq,

 hal itu bukan berarti tidak wajib.

Karena Sunnah merupakan penjelasan Alquran.

 Sementara Sunnah (nabi) menjelaskan berkumur dan istinsyaq.

Dan dari Nabi ﷺ tidak pernah melalaikan keduanya atau salah satunya dalam berwudhu.

 Maka hal ini merupakan penjelasan perintah yang ada dalam Alquran,

dengan membasuh wajah ketika bersuci.

Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Al-Mughni, 1/83 mengatakan: 👇

“Semua orang yang menyebutkan cara wudhu Nabi ﷺ secara rinci menyebutkan,

bahwa beliau ﷺ berkumur dan beristisnyaq terus menerus akan keduanya,

 menunjukkan akan kewajibannya.

Karena perilaku beliau ﷺ layak dijadikan sebagai penjelasan dan perincian dalam berwudhu yang diperintahkan dalam Kitabullah.”   

Siapa yang Meninggalkan Berkumur Atau Beristinsyaq (memasukan air ke hidung) dalam Bersuci,

Maka Tidak Sah Bersucinya, Baik Secara Sengaja atau Lupa.

Al-Mardawi dalam kitab Al-Inshaf, 1/153 mengatakan: 👇

“Perkataan (Keduanya wajib dalam bersuci) maksudnya adalah berkumur dan beristinsyaq. Ini adalah pendapat secara umum dalam madzhab,

 dan termasuk (pendapat) teman-teman. Apakah gugur kalau lupa atau tidak?

Ada dua riwayat… Az-Zarkasyi mengatakan: “Beliau mengatakan wajib.

Maka meninggalkan keduanya atau salah satunya meskipun lupa, tidak sah wudhunya.

 Hal itu adalah pendapat Jumhur. Dalam kitab ‘Ar-Ri’ayah Al-Kubra’ mengatakan: “Tidak gugur meskipun lupa menurut (pendapat) yang terkenal. Dan didahulukan dalam kitab (Ri’ayatus) Sugro.”

Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Lil Ifta’ mengatakan: 👇

“Kalau seseorang lupa membasuh salah satu anggota tubuh atau bagian tubuh meskipun itu kecil.

 Jika di tengah wudhu atau langsung setelahnya dan bekas air masih ada di anggota tubuhnya sementara airnya belum kering,

maka dia harus membasuh bagian yang terlupakan dan setelahnya saja.

Tapi, kalau dia sadar bahwa dia lupa membasuh salah satu anggota wudhu atau sebagian dari anggota wudhu setelah airnya kering dari anggota tubuh,

 atau di tengah shalat atau setelah menunaikan shalat,

maka dia harus memulai wudhu yang baru,

 sebagaimana yang Allah perintahkan dan mengulangi shalat secara penuh.

 Karena ketiadaan muwalah (berurutan) dalam kondisi ini dan lamanya (waktu) terpisah.

Sementara Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan membasuh semua anggota tubuh wudhu.

Barang siapa meninggalkan bagian anggota wudhu, meskipun sebagian di antara anggota wudhu,

 maka dia bagaikan meninggalkan membasuh semuanya.

Yang menunjukkan akan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatab radhiallahu anhu, dia berkata:

رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا توضأ فترك موضع الظفر على قدمه ، فأمره أن يعيد الوضوء والصلاة . قال : فرجع فصلى  (أخرجه مسلم، رقم 243 وابن ماجه، رقم 666)

“Rasulullah ﷺ melihat seseorang berwudhu dengan meninggalkan (tidak membasuh) sebesar kuku di kakinya.

 Maka beliau ﷺ menyuruhnya untuk mengulangi wudhu dan shalat.

 Lalu dia dia mengulangi (wudhunya) dan shalat lagi.” (HR. Muslim, 243 Ibnu Majah, 666)  

[📚Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 4/92]

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan: 👇

“Tertib dalam wudhu termasuk wajib. Oleh karena itu, kalau dia berwudhu,

kemudian setelah keluar dari tempat wudhu melihat sikunya tidak terkena air.

 Maka dia harus kembali dan membasuhnya kemudian mengusap kepala dan membasuh kedua kakinya.

Sementara kalau dia mendapatkan kedua kakinya tidak terkena air,

 maka cukup membasuh kedua kakinya saja.

Karena kedua kaki termasuk bagian terakhir anggota tubuh wudhu.

Kalau dia lupa berkumur dan beristinsyaq,

maka dia harus melakukan keduanya,

kemudian membasuh kedua tangan sampai siku. Mengusap kepada dan membasuh kedua kakinya.

 Jadi dia mengulangi bagian wudhu yang kurang sempurna dan anggota wudhu setelahnya.

Kecuali kalau jeda waktunya lama,

maka dia harus mengulangi wudhu secara sempurna.” (📚As-Syarhul Al-Mukhtasor ‘Ala Bulughil Maram, 2/73)

Baca Selengkapnya Di  :
https://islamqa.info/id/answers/153791/berwudhu-dan-tidak-berkumur-atau-istinsyaq-menghisap-air-ke-hidung-tidak-sah-wudhunya

Copas post Belajarislam

Share:

CLICK TV DAN RADIO DAKWAH

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Translate

INSAN TV

POPULAR

Cari