Kelak di akhirat ada golongan yang dinamakan dengan Jahannamiyyun. Mereka adalah kelompok yang sebelumnya masuk neraka kemudian dikeluarkan dari neraka menuju surga dengan syafaat di atas rahmat dan kasih sayang Allah.
Berikut sedikit pembahasan mengenai golongan ini
Mantan penghuni neraka
Jahannamiyyun adalah mantan penghuni neraka yang masuk ke surga
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنَ النَّارِ بَعْدَ مَا مَسَّهُمْ مِنْهَا سَفْعٌ، فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ، فَيُسَمِّيهِمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ: الْجَهَنَّمِيِّينَ “
“Akan keluar dari neraka suatu kaum setelah mereka di bakar dalam neraka, kemudian mereka akan masuk ke dalam surga. Penduduk surga menamakan mereka dengan Jahannamiyyun[1]”
Beliau juga bersabda,
لَيَخْرُجَنَّ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِيْ مِنَ النَّارِ بِشَفَاعَتِيْ يُسَمَّوْنَ الْجَهَنَّمِيُّوْنَ.
“Sungguh satu kaum dari ummatku akan keluar dari Neraka dengan sebab syafa’atku, mereka disebut jahannamiyyun (para mantan penghuni Neraka Jahannam).”[2].
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid berkata,
والجهنميون : جمع جهنمي ، نسبة إلى جهنم ، والمراد : أنَّ الله أعتقهم من جهنم .
“Jahannamiyyun adalah bentuk jamak dari Jahannamiy yaitu penisbatan terhadap Jahannam. Maksudnya adalah Allah membebaskan mereka dari neraka jahannam.”[3].
Mereka juga dikenal sebagai“Utaqaa-ur Rahman” atau “Utaqa-ul Jabbar”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
فَيُجْعَلُ فِي رِقَابِهِمُ الْخَوَاتِيمُ، فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ: فَيَقُولُ أَهْلُ الْجَنَّةِ: هَؤُلَاءِ عُتَقَاءُ الرَّحْمَنِ
“Mereka (mantan penghuni neraka) kemudian masuk surga hingga penghuni surga berkata, ‘Mereka adalah ‘utaqa’ Ar Rahman (orang-orang yang dibebaskan oleh Ar-Rahman”)[4].
Pendudukneraka yang memiliki kebaikan walau sangat sedikit akan dikeluarkan dari neraka.
Seorang muslim yang belum batal keislamannya (karena melakukan pembatal keislaman seperti syirik dan membenarkan perkataan dukun), walaupun memilki kebaikan sangat sedikit sekali, maka akan dikeluarkan dari neraka setelah sebelumnya disiksa di neraka terlebih dahulu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
يَخْرُحُ مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنَ اْلإِيْمَانِ.
“Akan keluar dari Neraka orang yang di dalam hatinya masih ada seberat dzarrah dari iman.”[5].
Beliau juga bersabda,
فَوَالَّذِى نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ أَحَدٍ مِنْكُمْ بِأَشَدَّ مُنَاشَدَةً للهِ فِى اسْتِضَاءَةِ الْحَقِّ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ للهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لإِخْوَانِهِمُ الَّذِيْنَ فِى النَّارِ. يَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا! كَانُوْا يَصُوْمُوْنَ مَعَنَا وَيُصَلُّوْنَ وَيَحُجُّوْنَ. فَيُقَالُ لَهُمْ : أَخْرِجُوْا مَنْ عَرَفْتُمْ. فَتُحَـرَّمُ صُـوَرُهُمْ عَـلَى النَّارِ. فَيُخْرِجُوْنَ خَلْقًا كَثِيْرًا قَدْ أَخَذَتِ النَّاُر إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ وَإِلَى رُكْبَتَيْهِ. ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا! مَا بَقِيَ فِيْهَا أَحَدٌ مِمَّنْ أَمَرْتَنَا بِهِ. فَيَقُوْلُ : اِرْجِعُوْا! فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالَ دِيْنَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوْهُ! فَيُخْرِجُوْنَ خَلْقًا كَثِيْرًا. ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا! لَمْ نَذَرْ فِيْهَا أَحَدًا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا بِهِ. ثُمَّ يَقُوْلُ : اِرْجِعُوْا! فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالَ نِصْفِ دِيْنَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوْهُ! فَيُخْرِجُوْنَ خَلْقًا كَثِيْرًا. ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا! لَمْ نَذَرْ فِيْهَا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا أَحَدًا. ثُمَّ يَقُوْلُ : اِرْجِعُوْا! فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوْهُ! فَيُخْرِجُوْنَ خَلْقًا كَثِيْرًا. ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا!ْ لَمْ نَذَرْ فِيْهَا خَيْرًا.
وَكَانَ أَبُوْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ يَقُوْلُ: إِنْ لَمْ تُصَدِّقُوْنِي بِهَذَا الْحَدِيْثِ فَاقْرَأُوْا إِنْ شِئْتُمْ : (إَنَّ اللهَ لاَيَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِن تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِن لَّدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا) من سورة النساء : 40 – الحديث.- رواه البخاري ومسلم-.
“Demi Allah Yang jiwaku ada di tanganNya. Tidak ada seorangpun diantara kamu yang lebih bersemangat di dalam menyerukan permohonannya kepada Allah untuk mencari cahaya kebenaran, dibandingkan dengan kaum Mu’minin ketika memohonkan permohonannya kepada Allah pada hari Kiamat untuk (menolong) saudara-saudaranya sesama kaum Mu’minin yang berada di dalam Neraka. Mereka berkata : “Wahai Rabb kami, mereka dahulu berpuasa, shalat dan berhaji bersama-sama kami”.
Maka dikatakan (oleh Allah) kepada mereka : “Keluarkanlah oleh kalian (dari Neraka) orang-orang yang kalian tahu!” Maka bentuk-bentuk fisik merekapun diharamkan bagi Neraka (untuk membakarnya).
Kemudian orang-orang
Mu’min ini mengeluarkan sejumlah banyak orang yang dibakar oleh Neraka sampai pada pertengahan betis dan lututnya. Kemudian orang-orang Mu’min ini berkata: “Wahai Rabb kami, tidak ada lagi di Neraka seorangpun yang engkau perintahkan untuk mengeluarkannya”. Allah berfirman : “Kembalilah! Siapa saja yang kalian dapati di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat satu dinar, maka keluarkanlah (dari Neraka)!” Maka merekapun mengeluarkan sejumlah banyak orang dari Neraka. Kemudian mereka berkata lagi : “Wahai Rabb kami, tidak ada lagi seorangpun yang kami sisakan dari orang yang Engkau perintahkan untuk kami mengeluarkannya”. Allah berfirman : “Kembalilah! Siapa saja yang kalian dapati di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat setengah dinar, maka keluarkanlah (dari Neraka)”. Merekapun mengeluarkan sejumlah banyak orang. Selanjutnya mereka berkata lagi : “Wahai Rabb kami, tidak ada seorangpun yang Engkau perintahkan, kami sisakan (tertinggal di Neraka)”. Allah berfirman: “Kembalilah! Siapa saja yang kalian dapati di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat biji dzarrah, maka keluarkanlah (dari Neraka)”. Maka merekapun mengeluarkan sejumlah banyak orang. Kemudian mereka berkata : “Wahai Rabb kami, tidak lagi kami menyisakan di dalamnya seorangpun yang mempunyai kebaikan”.
Pada waktu itu Abu Sa’id al Khudri mengatakan: “Apabila kalian tidak mempercayai hadits ini, maka jika kalian suka, bacalah firman Allah (yang artinya): “Sesungguhnya Allah tidak menzhalimi seseorang meskipun sebesar dzarrah, dan jika ada kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisiNya pahala yang besar”. (an Nisaa’ : 40) … al Hadits”.[6].
Awalnya wajah mereka hitam kemudian mandi sungai surga kemudian masuk surga
Kelompok Jahannamiyyun ini sebelumnya disiksa di neraka sehingga wajah dan tubuh mereka hitam sebagaimana arang. Sebelum masuk surga mereka dibersihkan terlebih dahulu
Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata,
… فيسمون في الجنة ” الجهنميين ” من أجل سواد في وجوههم ، فيقولون : ربنا أذهب عنا هذا الاسم ، قال : فيأمرهم فيغتسلون في نهر في الجنة فيذهب ذلك منهم.
“Mereka di namakan di surga Al-Jahannamiyyun karena hitamnya wajah mereka, kemudain mereka berdoa: Wahai Rabb kami hilangkanlah bekas ini”. Maka mereka diperintahkan agar mandi di sungai surga dan bekas tersebut hilang.”[7].
Dalam riwayat yang lain, mereka juga mendapatkan kucuran air kehdupan dari penduduk surga.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“أَمَّا أَهْلُ النَّارِ الَّذِيْنَ هُمْ أَهْلُهَا، فَإِنَّهُمْ لاَ يَمُوْتُوْنَ فِيْهَا وَلاَ يَحْيَوْنَ. وَلَكِنْ نَاسٌ أَصَابَتْهُمُ النَّارُ بِذُنُوْبِهِمْ – أَوْ قَالَ : بِخَطَايَاهُمْ- فَأَمَاتَهُمْ إِمَاتَةً، حَتَّى إِذَا كَانُوْا فَحْمًا، أُذِنَ بِالشَّفَاعَةِ. فَجِيْءَ بِهِمْ ضَبَائِرَ- ضَبَائِرَ، فَبُثُّوْا عَلَى أَنْهَارِ الْجَنَّةِ ، ثُمَّ قِيْلَ : يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ أَفِيْضُوْا عَلَيْهِمْ. فَيَنْبُتُوْنَ نَبَاتَ الْحِبَّةِ تَكُوْنُ فِى حَمِيْلِ السَّيْلِ”.
فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ : كَأَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَدْ كَانَ بِالْبَادِيَةِ. –أخرجه مسلم فى صحيحه، وابن ماجة.
“Adapun ahli Neraka yang menjadi penghuni kekalnya, maka mereka tidak mati di dalamnya dan tidak hidup. Akan tetapi orang-orang yang ditimpa oleh siksa Neraka karena dosa-dosanya –atau Rasul bersabda, karena kesalahan-kesalahannya- maka Allah akan mematikan mereka dengan suatu kematian.
Sehingga apabila mereka telah menjadi arang, Nabi diizinkan untuk memberikan syafa’at (kepada mereka). Lalu mereka di datangkan berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, lalu dimasukkan ke sungai-sungai di surga. Selanjutnya dikatakan (oleh Allah): “Wahai penghuni surga, kucurkanlah air kehidupan kepada mereka”. Maka tumbuhlah mereka laksana tumbuhnya benih-benih tetumbuhan di larutan lumpur yang dihempaskan arus air. Seseorang di antara sahabat berkata: “Seakan-akan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di padang gembalaan di suatu perkampungan”.[8].
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
[1] HR. Bukhari nomor 6559
[2] HR. At-Tirmidzi no. 2600 At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.
[3]Sumber: http://islamqa.info/ar/96531
[4] HR. Bukhaari no. 6886
[5] .” HR. At-Tirmidzi no. 2598, At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
[6] HR. Bukhari dan Muslim
[7] HR. Ibnu Hibban 16/457, dishahhkan oleh syaikh Al-Arna’uth
[8] HR.Muslim
Semoga bermanfaat
JAHANAMIYYUN
ISLAM TELAH SEMPURNA
📍(Agama Islam) Telah Sempurna, maka tidaklah perlu ditambah dan dikurangi (dengan sebuah amalan baru)
.
📚 Rasulullah ﷺ bersabda,
.
مابقي شيء يقرب منْ الْجَنَّة ويباعد منْ النَّار إلا وقد بين لكم
.
🍃 “Tidak tersisa suatu (amalan) pun yang dapat mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali sudah dijelaskan semuanya kepada kalian.” (HR. Thabrani)
.
🖇 Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
.
أنه قد أكمل لهم الإيمان، فلا يحتاجون إلى زيادة أبدًا، وقد أتمه الله عز ذكره فلا ينقصه أبدًا، وقد رضيه الله فلا يَسْخَطه أبدًا.
.
🍃 “Allah telah menyempurnakan islam, sehingga mereka (umat Islam) tidak perlu lagi menambah ajaran Rasul (selamanya) dan Allah pun telah membuat ajaran Islam itu sempurna sehingga jangan sampai dikurangi (selamanya). Jika Allah telah ridho, maka janganlah ada yang murka dengan ajaran Islam (selamanya). [Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari dalam kitab tafsirnya]
.
📌 Maka, tugas kita sebagai ummat Islam adalah sami’na wa atha’na atas segala sesuatu yang telah diajarkan Rasulullah ﷺ, dan jangan mengurangi dan menambah-nambah ajaran baru dalam islam, contohnya perkara-perkara Bid'ah dalam agama, sebab semua Bid'ah dalam perkara agama adalah sesat.
Hadaanallah..
-❁✿❁- .
HUKUM SATE KELINCI DAN SATE KUDA_✍️
𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻 :
Apa hukum makan sate kelinci dan sate kuda? Mohon penjelasannya. Jazakumullah khairan.
_____
𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯 :
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Daging kelinci hukumnya halal menurut ulama 4 madzhab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat memakan daging kelinci. Berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
أنْفَجْنَا أرْنَبًا ونَحْنُ بمَرِّ الظَّهْرَانِ، فَسَعَى القَوْمُ فَلَغِبُوا، فأخَذْتُهَا فَجِئْتُ بهَا إلى أبِي طَلْحَةَ، فَذَبَحَهَا فَبَعَثَ بوَرِكَيْهَا – أوْ قالَ: بفَخِذَيْهَا – إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقَبِلَهَا
“Kami pernah mengejar seekor kelinci di Marr az-Zhahran. Dan banyak orang juga yang mencoba mengejarnya, sampai mereka kelelahan. Namun aku (Anas) mendapatkannya. Kemudian aku membawa kelinci tersebut kepada Abu Thalhah, dan ia pun menyembelihnya. Kemudian Abu Thalhah membawakan bagian bokong atau bagian paha dari kelinci tersebut (yang sudah dimasak) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau pun menerimanya.”
(📚HR. Bukhari no. 5489, 5535, 2572, Muslim no.1953)
Dari Marwan bin Shafwan radhiyallahu’anhu, ia berkata:
أصَّدتُ أرنبينِ فذبحتُهُما بِمروةٍ، فسأَلتُ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ عنهما فأمرَني بأَكْلِهِما
“Aku berburu dua ekor kelinci, lalu aku sembelih di Marwah. Aku pun bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kedua kelinci tersebut. Beliau memerintahkan aku untuk memakannya.”
(📚HR. Abu Daud no.2822, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abu Daud)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:
وَأَكْل الْأَرْنَب حَلَال عِنْد مَالِك وَأَبِي حَنِيفَة وَالشَّافِعِيّ وَأَحْمَد وَالْعُلَمَاء كَافَّة , إِلَّا مَا حُكِيَ عَنْ عَبْد اللَّه بْن عَمْرو بْن الْعَاصِ وَابْن أَبِي لَيْلَى أَنَّهُمَا كَرِهَاهَا . دَلِيل الْجُمْهُور هَذَا الْحَدِيث مَعَ أَحَادِيث مِثْله , وَلَمْ يَثْبُت فِي النَّهْي عَنْهَا شَيْء
“Memakan kelinci hukumnya halal menurut Imam Malik, Abu Hanifah, asy-Syafi’i, Imam Ahmad, dan para ulama yang lain. Namun memang ternukil riwayat dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash dan Ibnu Abi Layla bahwa mereka berdua memakruhkan daging kelinci. Namun dalil jumhur adalah hadits ini dan hadits-hadits yang semisalnya. Dan tidak terdapat dalil yang melarangnya sedikitpun.”
(📚Syarah Shahih Muslim, 13/104-105)
Demikian juga daging kuda hukum memakannya halal menurut jumhur ulama. Berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, beliau berkata,
نَهَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَومَ خَيْبَرَ عن لُحُومِ الحُمُرِ الأهْلِيَّةِ، ورَخَّصَ في الخَيْلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari perang Khaibar melarang untuk memakan daging keledai jinak dan membolehkan untuk memakan daging kuda.”
(📚HR. Bukhari no.4219, Muslim no.1941)
Dan juga hadits dari Asma’ binti Abi Bakar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ذَبَحْنَا علَى عَهْدِ رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَرَسًا، ونَحْنُ بالمَدِينَةِ، فأكَلْنَاهُ
“Dahulu di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup kami biasa menyembelih kuda. Ketika itu kami di Madinah. Dan kami pun memakan dagingnya.”
(📚HR. Bukhari no. 5510, 5511, 5512, 5519, Muslim no. 1942)
Adapun hadits:
نَهَى رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ عن لُحومِ الخيلِ ، والبغالِ ، والحَميرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan daging kuda, bighal, dan keledai.”
(📚HR. Ibnu Majah no.628)
Hadits ini disepakati kelemahannya oleh para ulama hadits. An-Nawawi rahimahullah berkata:
اتفق العلماء من أئمة الحديث وغيرهم على أنه حديث ضعيف وقال بعضهم هو منسوخ
“Para ulama hadits dan selain mereka sepakat tentang kelemahan hadits ini. Sebagian mereka mengatakan: mansukh” (📚Syarah Shahih Muslim, 13/95)
Kesimpulannya, sate kelinci dan sate kuda hukumnya halal untuk memakannya. Wallahu a’lam.
Semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Referensi: https://konsultasisyariah.com/39145-hukum-sate-kelinci-dan-sate-kuda.html
TELAGA KEMULIAAN RASULULLAH PADA HARI KIAMAT
Iman kepada hari akhir/hari kemuan, yang berarti mengimani semua peristiwa yang diberitakan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terjadi setelah kematian, adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan kebenaran agama-Nya.
Bahkan karena tingginya kedudukan iman kepada hari akhir, Allah Ta’ala dalam banyak ayat al-Qur’an sering menggandengkan antara iman kepada-Nya dan iman kepada hari akhir. Hal ini dikarenakan orang yang tidak beriman kepada hari akhir maka tidak mungkin dia beriman kepada Allah Ta’ala, sebab orang yang tidak beriman kepada hari akhir dia tidak akan mengerjakan amal shaleh, karena seseorang tidak akan mengerjakan amal shaleh kecuali dengan mengharapkan balasan kemuliaan dan karena takut siksaan-Nya pada hari pembalasan kelak.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala menggambarkan sifat orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhir dalam firman-Nya,
{وَقَالُوا مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلا الدَّهْرُ}
“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa (waktu)” (al-Jaatsiyah:24)[1].
Kewajiban Mengimani Keberadaan Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Di antara perkara yang wajib diimani sehubungan dengan iman kepada hari akhir adalah keberadaan al-haudh (telaga) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang pada hari kiamat nanti orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sewaktu di dunia akan mendatangi dan meminum air telaga yang penuh kemuliaan tersebut, semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk meraih kemuliaan tersebut, amin.
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “(Termasuk landasan pokok Islam adalah kewajiban) mengimani (keberadaan) telaga milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat, yang nanti akan didatangi oleh umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam… sebagaimana yang disebutkan dalam banyak hadits yang shahih (dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)”[2].
Imam Abu Ja’far ath-Thahawi berkata, “Al-Haudh (telaga) yang dengannya Allah Ta’ala memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk diminum (airnya) oleh umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti) adalah suatu yang benar adanya”[3].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menjelaskan perkara-perkara yang wajib diimani pada hari kiamat, beliau berkata[4], “Pada hari kiamat (ada) telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan didatangi (oleh umat beliau)…barangsiapa yang meminum (air) telaga tersebut maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya”[5].
Imam an-Nawawi mencantumkan hadits-hadits dalam “Shahih imam Muslim” yang menyebutkan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bab, “Penetapan (keberadaan) telaga Nabi kita (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti)…”[6].
Dalil-dalil yang menjelaskan keberadaan telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan ini banyak sekali, bahkan mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalan sehingga tidak mungkin diingkari kebenarannya).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam hadits-hadits yang telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang berkeraskepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini…”[7].
Senada dengan ucapan di atas, imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi menjelaskan, “Hadits-hadits (shahih) yang menyebutkan (keberadaan) telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencapai derajat mutawatir, diriwayatkan oleh lebih dari tiga puluh orang sahabat (dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)…”[8].
Di antara hadits-hadits tersebut adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki telaga (pada hari kiamat nanti), dan mereka saling membanggakan siapa di antara mereka yang paling banyak orang yang mendatangi telaganya (dari umatnya), dan sungguh aku berharap (kepada Allah Ta’ala) bahwa akulah yang paling banyak orang yang mendatangi (telagaku)”[9].
Juga sabda beliau dalam hadits lain, “Sesungguhnya aku akan berada di depan kalian (ketika mendatangi telaga pada hari kiamat nanti) dan aku akan menjadi saksi bagi kalian, demi Allah, sungguh aku sedang melihat telagaku saat ini”[10].
Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku akan berada di depan kalian ketika mendatangi telaga (pada hari kiamat nanti), barangsiapa yang mendatanginya maka dia akan meminum airnya, dan barangsiapa yang meminumnya maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya”[11].
Gambaran tentang Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Hadits-Hadits yang Shahih
– Barangsiapa yang meminum air telaga tersebut maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya, sebagaimana hadits yang tersebut di atas.
– Sumber air telaga tersebut adalah sungai al-Kautsar di surga yang Allah Ta’ala peruntukkan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kalian mengetahui apa al-Kautsar itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahuinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya al-Kautsar adalah sungai yang Allah Ta’ala janjikan kepadaku, padanya terdapat banyak kebaikan, dan (airnya akan mengalir ke) telagaku yang akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat (nanti)…”[12].
Dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dialirkan pada telaga itu dua saluran air yang (bersumber) dari (sungai al-Kautsar) di surga…”[13].
– Adapun gambaran air telaga tersebut adalah sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Airnya lebih putih dari susu dan baunya lebih harum dari (minyak wangi) misk (kesturi)”[14]. Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan (rasanya) lebih manis dari madu”[15].
– Gayung/timba untuk mengambil air telaga tersebut sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gayung-gayungnya adalah seperti bintang-bintang di langit”[16]. Artinya: jumlahnya sangat banyak dan berkilauan seperti bintang-bintang di langit[17].
– Bentuk telaga tersebut adalah persegi empat sama sisi[18], sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih[19].
Siapakah Orang-Orang yang Terpilih Mendatangi Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selalu mengikuti petunjuk yang beliau sampaikan. Adapun orang-orang yang berpaling dari petunjuk beliau sewaktu di dunia, maka mereka akan diusir dari telaga tersebut[20].
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa ada orang-orang yang dihalangi dan diusir dari telaga yang penuh kemuliaan ini[21]. Karena mereka sewaktu di dunia berpaling dari petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pemahaman dan perbuatan bid’ah, sehingga di akhirat mereka dihalangi dari kemuliaan meminum air telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, sebagai balasan yang sesuai dengan perbuatan mereka[22].
Imam Ibnu Abdil Barr[23] berkata, “Semua orang yang melakukan perbuatan bid’ah yang tidak diridhai Allah dalam agama ini akan diusir dari telaga Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti), dan yang paling parah di antara mereka adalah orang-orang (ahlul bid’ah) yang menyelisihi (pemahaman) jama’ah kaum muslimin, seperti orang-orang khawarij, syi’ah rafidhah dan para pengikut hawa nafsu, demikian pula orang-orang yang berbuat zhalim yang melampaui batas dalam kezhaliman dan menentang kebenaran, serta orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar secara terang-terangan, semua mereka ini dikhawatirkan termasuk orang-orang yang disebutkan dalam hadits ini (yang diusir dari telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)[24].
Terlebih lagi orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, seperti kelompok Mu’tazilah[25], mereka termasuk orang yang paling terancam diusir dari telaga ini.
Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam hadits-hadits yang telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang berkeraskepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini. Mereka inilah yang paling terancam untuk dihalangi (diusir) dari telaga tersebut (pada hari kiamat)[26], sebagaimana ucapan salah seorang ulama salaf: “Barangsiapa yang mendustakan (mengingkari) suatu kemuliaan maka dia tidak akan mendapatkan kemuliaan tersebut…”[27].
Imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi berkata, “Semoga Allah membinasakan orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga ini, dan alangkah pantasnya mereka ini untuk dihalangi dari mendatangi telaga tersebut pada hari (ketika manusia mengalami) dahaga yang sangat berat (hari kiamat)”[28].
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas tentang telaga kemuliaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang kewajiban mengimaninya merupakan perkara penting yang berhubungan dengan iman kepada hari akhir dan merupakan salah satu prinsip dasar akidah Ahlus sunnah wal jamaah, yang tercantum dalam kitab-kitab akidah para imam Ahlus sunnah.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk dapat meraih semua kebaikan dan kemuliaan yang dijanjikan-Nya di dunia dan di akhirat kelak, sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Dekat, dan Maha Mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 3 Sya’ban 1431 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel http://www.muslim.or.id
[1] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/528).
[2] Kitab “Ushuulus sunnah” (hal. 3-4).
[3] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 227).
[4] Kitab “Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/572).
[5] Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang akan kami sebutkan insya Allah.
[6] Kitab “Shahih imam Muslim” (4/1791).
[7] Kitab “An Nihayah fiil fitani wal malaahim” (hal. 127).
[8] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 227).
[9] HR at-Tirmidzi (no. 2443) dan ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul Kabiir” (no. 6881), juga dari jalur lain (no. 7053) dari sahabat Samurah bin Jundub, hadits ini sanadnya lemah, akan tetapi diriwayatkan dari beberapa jalur yang saling menguatkan, sehingga hadits ini mencapai derajat hasan atau bahkan shahih, sebagaimana penjelasan syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 1589).
[10] HSR al-Bukhari (no. 6218) dan Muslim (no. 2296) dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir.
[11] HSR al-Bukhari (no. 6643) dan Muslim (no. 2290) dari sahabat Sahl bin Sa’ad as-Saa’idi.
[12] HSR Muslim (no. 400) dari sahabat Anas bin Malik.
[13] HSR Muslim (no. 2300) dari sahabat Abu Dzar al-Gifaari.
[14] HSR al-Bukhari (no. 6208) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[15] HSR Muslim (no. 2301) dari sahabat Tsauban.
[16] HSR al-Bukhari (no. 6208) dan Muslim (no. 2292) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[17] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/573).
[18] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/463).
[19] HSR Muslim (no. 2292) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[20] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/573).
[21] Riwayat imam al-Bukhari (no. 6211) dan Muslim (no. 2304) dari Anas bin Malik.
[22] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/468).
[23] Beliau adalah Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Barr An Namari Al Andalusi (wafat 463 H), syaikhul Islam dan imam besar ahlus Sunnah dari wilayah Magrib, penulis banyak kitab hadits dan fikih yang sangat bermanfaat. Biografi beliau dalam kitab “Tadzkiratul huffaazh” (3/1128).
[24] Kitab “Syarh Az Zarqaani ‘ala muwaththa-il imaami Maalik” (1/65).
[25] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/468).
[26] Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih di atas
[27] Kitab “An Nihayah fiil fitani wal malaahim” (hal. 127).
[28] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 229).
SEMOGA BERMANFAAT
KISAH PALSU DAN KISAH ASLI DETIK-DETIK WAFATNYA ROSULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WA SALAM
Kisah palsu detik-detik wafatnya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam sangat menjamur kita dapati dalam buku-buku cerita Islami, blog-blog islami bahkan di youtube dan tak jarang da'i-da'i membawakannya dalam khutbahnya.
Pada kisah palsu ini tampak sekali bahwa KEHADIRAN UMMUL MU'MININ AISYAH RADHIYALLAAHU 'ANHA DIHILANGKAN.
Berikut ini adalah kisah palsu tersebut :
"...Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam, “ Bolehkah saya masuk ?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. “ Maafkanlah , ayahku sedang demam , ” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah , “ Siapakah itu , wahai anakku ? ”
“ Tak tahulah ayahku , orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya ,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“ Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut , ” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“ Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah ? ” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
“ Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu ,” kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“ Engkau tidak senang mendengar khabar ini ? ” Tanya Jibril lagi.
“ Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak ? ”
“ Jangan kuatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Ku haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya' ,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “ Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.
Perlahan Rasulullah mengaduh (?). Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“ Jijikkah kau melihatku,hingga kau palingkan wajahmu Jibril ?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“ Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal, ” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik (?), kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. “ Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku ".
Badan Rasulullah mulai dingin , kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya
“ Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku ”, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
”Ummatii, ummatii, ummatiii...” ( “Umatku, umatku, umatku” ), Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya..? Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
NOTE : Kisah ini tidak ada asal usulnya sama sekali, di curigai ini adalah karangan syiah demi membangun syubhat-syubhat akidah sesatnya.
KISAH WAFATNYA RASULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM YANG SHAHIH
Sekitar tiga bulan sepulang menunaikan haji wada’, beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam menderita sakit yang cukup serius.[1].
Beliau pertama kali mengeluhkan sakitnya di rumah Ummul-Mukminin Maimunah radhiyallahu ’anhaa[2]. Beliau sakit selama 10 hari[3] dan akhirnya wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul-Awwal[4] pada usia 63 tahun[5].
Dan telah shahih (satu riwayat yang menyatakan) bahwa sakit beliau tersebut telah dirasakan semenjak tahun ketujuh pasca penaklukan Khaibar, yaitu setelah beliau mencicipi sepotong daging panggang yang telah dibubuhi racun yang disuguhkan oleh istri Sallaam bin Masykam Al-Yahudiyyah. Walaupun beliau sudah memuntahkannya dan tidak sampai menelannya, namun pengaruh racun tersebut masih tersisa[6].
Beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam meminta ijin kepada istri-istrinya agar diperbolehkan untuk dirawat di rumah ’Aisyah Ummul-Mukminiin[7]. Ia (’Aisyah) mengusap-usapkankan tangan beliau pada badan beliau sambil membacakan surat Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas)[8].
Ketika beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam dalam keadaan kritis, beliau berkata kepada para shahabat :
هلموا أكتب لكم كتابًَا لا تضلوا بعده
” Kemarilah, aku ingin menulis untuk kalian yang dengan itu kalian tidak akan tersesat setelahnya ”.
Terjadi perselisihan di antara mereka. Sebagian berkeinginan memberikan alat-alat tulis (sebagaimana permintaan beliau), sebagian yang lain tidak setuju karena khawatir hal itu justru akan memberatkan beliau. Belakangan menjadi jelas bahwa perintah untuk menghadirkan alat tulis itu bukan merupakan hal yang wajib, namun merupakan sebuah pilihan.
Ketika mendengar ’Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ’anhu mengatakan : (حسبنا كتاب الله) ” Kami telah cukup dengan Kitabullah ”; maka beliau tidak mengulangi permintaannya tersebut. Seandainya hal itu merupakan satu kewajiban, tentu beliau akan menyampaikannya dalam bentuk pesan.
Sebagaimana pada saat itu beliau berpesan secara langsung kepada mereka agar mengeluarkan orang-orang musyrik dari Jazirah ’Arab dan agar memuliakan rombongan delegasi yang datang ke Madinah[9].
Beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam memanggil Fathimah radhiyallahu ’anhaa yang kemudian membisikinya yang dengan itu kemudian Fathimah menangis. Beliau memanggil kembali dan membisikinya yang dengan itu kemudian Fathimah tersenyum.
Setelah wafat, Fathimah menjelaskan bahwa ia menangis karena dibisiki bahwa beliau akan wafat, dan ia tersenyum karena dibisiki bahwa ia merupakan anggota keluarganya yang pertama yang akan menyusul beliau[10].
Dan salah satu tanda nubuwwah tersebut akhirnya terbukti.
Sakit yang beliau derita semakin bertambah berat sehingga beliau tidak sanggup keluar untuk shalat bersama para shahabat. Beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bersabda :
مروا أبا بكر فليصل بالناس
” Suruhlah Abu Bakr agar shalat mengimami manusia ”.
’Aisyah berusaha agar beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam menunjuk orang lain saja karena khawatir orang-orang akan berprasangka yang bukan-bukan kepada ayahnya (Abu Bakr). ’Aisyah berkata :
إن أبا بكر رجل رقيق ضعيف الصوت كثير البكاء إذا قرأ القرآن
” Sesungguhnya Abu Bakr itu seorang laki-laki yang fisiknya lemah, suaranya pelan, mudah menangis ketika membaca Al-Qur’an ” [11].
Namun beliau tetap bersikeras dengan perintahnya tersebut. Akhirnya Abu Bakr maju menjadi imam shalat bagi para shahabat[12]. Pada satu hari, Nabi Shallallahu ’Alaihi wa Sallam keluar dengan dipapah oleh Ibnu ’Abbas dan ’Ali radhiyallahu ’anhuma untuk shalat bersama para shahabat, dan kemudian beliau berkhutbah. Beliau memuji-muji serta menjelaskan keutamaan Abu Bakr radhiyallahu ’anhu dalam khutbahnya tersebut dimana ia (Abu Bakr) disuruh memilih oleh Allah antara dunia dan akhirat, namun ia memilih akhirat[13].
Khutbah terakhir yang beliau sampaikan tersebut adalah 5 hari sebelum wafat beliau. Beliau berkata di dalamnya :
إن عبدًا عرضت عليه الدنيا وزينتها فاختار الآخرة
”Sesungguhnya ada seorang hamba yang ditawari dunia dan perhiasannya, namun justru ia memilih akhirat”.
Abu Bakr paham bahwa yang dimaksud adalah diri Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri. Ia pun menangis. Melihat hal tersebut, orang-orang merasa heran karena mereka tidak paham apa yang dirasakan oleh Abu Bakr[14].
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam membuka tabir kamar ’Aisyah pada waktu shalat Shubuh, hari dimana beliau wafat, dan kemudian beliau memandang kepada para shahabat yang sedang berada pada shaf-shaf shalat. Kemudian beliau tersenyum dan tertawa kecil seakan-akan sedang berpamitan kepada mereka.
Para shahabat merasa sangat gembira dengan keluar beliau tersebut. Abu Bakr pun mundur karena mengira bahwa Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam ingin shalat bersama mereka. Namun beliau memberikan isyarat kepada mereka dengan tangannya agar menyelesaikan shalat mereka.
Beliau kemudian kembali masuk kamar sambil menutup tabir.
Fathimah masuk menemui beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam dan berkata : ”Alangkah berat penderitaan ayah”. Maka beliau menjawab :
ليس على أبيك كرب بعد اليوم
”Setelah hari ini, tidak akan ada lagi penderitaan”[15].
Usamah bin Zaid masuk, dan beliau memanggilnya dengan isyarat. Beliau sudah tidak sanggup lagi berbicara dikarenakan sakitnya yang semakin berat[16].
Pada saat-saat menjelang ajal, beliau bersandar di dada ’Aisyah. ’Aisyah mengambil siwak pemberian dari saudaranya yang bernama ’Abdurrahman. Ia lalu menggigit siwak tersebut dengan giginya dan kemudian memberikannya kepada beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam. Beliaupun lantas bersiwak dengannya[17].
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana yang berisi air dan membasuh mukanya. Beliau pun bersabda :
لا إله إلا الله إن للموت سكرات
” Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Sesungguhnya pada setiap kematian itu ada saat-saat sekarat ” [18].
Dan ’Aisyah samar-samar masih sempat mendengar sabda beliau :
مع الذين أنعم الله عليهم
” Bersama orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah ” [19].
Lalu beliau pun berdoa :
اللهم في الرفيق الأعلى
” Ya Allah, pertemukan aku dengan Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah) ”.
’Aisyah mengetahui bahwasannya beliau pada saat itu disuruh memilih, dan beliau pun memilih Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah)[20].
والله تعالى أعلم بالصواب.
Foot Note :
[1] [Al-Bidaayah wan-Nihaayah, 5/101].
[2] [Fathul-Baariy, 8/129].
[3] [Fathul-Baariy, 8/129].
[4] [Fathul-Baariy, 8/130].
[5] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/150).
[6] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/131).
[7] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/141)
[8] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/131).
[9] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/132).
[10] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 1/208).
[11] Siirah Ibni Hisyaam, 4/330 dengan sanad shahih
[12] Lihat Al-Bidaayah wan-Nihaayah oleh Ibnu Katsir, 5/232-233.
[13] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy 8/141).
[14] Musnad Ahmad (Fathur-Rabbaaniy, 21/222)
[15] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/149).
[16] Sirah Ibni Hisyaam, 4/329 dengan sanad shahih.
[17] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/139).
[18] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/144).
[19] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/136).
[20] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/136); dan Siirah Ibni Hisyaam, 4/329 dengan sanad shahih.
Sumber http://Abul-Jauzaa.blogspot.com
Via Fb Dyah Indrawati
Repost Fp Ittiba'Rasulullah
Silahkan dishare...
Barakallahu Fiikum...