Terdapat ketidaktepatan pemahaman sebagian kaum muslimin ketika memaknai ayat yang berbunyi:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (Qaaf : 16).
Kesalahan tersebut mengartikan bahwa kata “kami” pada ayat tersebut adalah Allah, sehingga mereka memahami bahwa posisi Allah itu ada di tubuh manusia dan juga di dekat dengan tubuh manusia. Mereka menyangka bahwa posisi Allah di dekat urat lehernya. Akibat dari kesalahan ini, mereka meyakini “Allah ada di mana-mana” termasuk tubuh manusia, atau keyakinan bahwa Allah menyatu dengan hambanya (aqidah manunggaling kaula gusti). Tentu ini aqidah yang tidak benar, yang benar adalah Allah berada di atas langit.
Mengenai ayat di atas ada dua penjelasan yang menunjukkan bahwa kata “kami” pada ayat tersebut bukan berarti Allah:
1. Tafsir ayat dari para ulama bahwa makna kata “kami” adalah malaikat, bukan berarti Allah
2. Kata-kata “dekat” bukan berarti otomatis menunjukkan posisi dan letak.
Berikut penjelasannya:
1. Tafsir ayat dari para ulama bahwa makna kata “kami” adalah malaikat, bukan berarti Allah
Jika kita membaca ayat secara lengkap dan lanjutan ayat, sangat jelas bahwa konteks ayat adalah membicarakan tentang malaikat. Berikut ayat lengkapnya:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 16-18).
Perhatikan dua kata dalam ayat:
Pertama: Kata (إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ)
Hal Ini menjelaskan tentang dua orang malaikat yang mencatat amal dan duduk di sebelah kanan dan sebelah kiri. Konteks ini menunjukkan bahwa malaikat yang dekat bukan Allah
Kedua: Kata (الْإِنسَانَ) yaitu manusia secara umum
Manusia ini mencakup muslim dan kafir. Allah tidak dekat dengan orang kafir
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa pendapat ini yang dipilih oleh guru beliau yaitu syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau berkata,
ﻫﺬﻩ ﺍﻵﻳﺔ ﻓﻴﻬﺎ ﻗﻮﻻﻥ ﻟﻠﻨﺎﺱ، ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ : ﺃﻧﻪ ﻗﺮﺑﻪ ﺑﻌﻠﻤﻪ، ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻗﺮﻧﻪ ﺑﻌﻠﻤﻪ ﺑﻮﺳﻮﺳﺔ ﻧﻔﺲ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ، ﻭﺍﻟﻘﻮﻝ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﺃﻧﻪ ﻗﺮﺑﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﺑﻤﻼﺋﻜﺘﻪ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺼﻠﻮﻥ ﺇﻟﻰ ﻗﻠﺒﻪ ﻓﻴﻜﻮﻥ ﺃﻗﺮﺏ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻌﺮﻕ، ﺍﺧﺘﺎﺭﻩ ﺷﻴﺨﻨﺎ
“Ayat ini terdapat dua pendapat:
Pertama: Allah dekat ilmunya, oleh karena itu Allah menggandengkan ilmu (mengetahui) dengan apa yang dibisiki hati manusia
Kedua: Yang dimaksud dekat adalah malaikat Allah yang bershalawat pada hatinya sehingga lebih dekat dari urat lehernya. Inilah pendapat yang dipilih oleh guru kami” (Madarijus Salikin 2/290).
Baca juga: Sifat Istiwa Allah di Atas Arsy
2. Kata-kata “dekat” bukan berarti otomatis menunjukkan posisi dan letak.
Jika ada yang mengatakan Allah lebih dekat dengan urat leher berdasarkan ayat ini, tentu tidak tepat, karena bukan berarti “dekat” itu menunjukkan posisi Allah dekat, akan tetapi menunjukkan dekat maknawi yaitu “kedekatan”.
Al-Quthubi menjelas tafsir bahwa ayat tersebut menunjukkan dekat secara penggambaran, bukan dekat secara jarak. Beliau berkata,
ﻭﻫﺬﺍ ﺗﻤﺜﻴﻞ ﻟﻠﻘﺮﺏ، ﺃﻱ ﻧﺤﻦ ﺃﻗﺮﺏ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺣﺒﻞ ﻭﺭﻳﺪﻩ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻮ ﻣﻨﻪ ﻭﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﻗﺮﺏ ﺍﻟﻤﺴﺎﻓﺔ،
“Ini adalah penggambaran kedekatan, yaitu kami lebih dekat (kedekatannya) dari pada urat leher, bukan dekatnya jarak” (Tafsir Al-Qurthubi).
Contohnya hadits yang menunjukkan kedekatan hamba dengan Allah ketika sujud. Bukan berarti Allah dekat posisi dan letaknya ketika hamba sujud.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِى تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَةِ أَحَدِكُمْ
“Yang kalian seru adalah Rabb yang lebih dekat pada salah seorang di antara kalian daripada urat leher unta tunggangan kalian” (HR. Muslim no 2704).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu” (HR. Muslim no. 482).
Baca juga: Menjawab Beberapa Syubhat Seputar Sifat Istiwa
Demikian juga gambaran kedekatan Allah pada ayat yang berbunyi:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), “Aku itu dekat”. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. Al Baqarah: 186).
@ Perjalanan Yogyakarta – PangkalanBun KalTeng
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Artikel: Muslim.or.id
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/36103-makna-ayat-kami-lebih-dekat-dari-urat-lehernya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar