}

ADAB ZIARAH KUBUR SESUAI TUNTUNAN DAN CONTOH RASULULLAH ﷺ

Hidup di Alam Kubur Bagai Berada dalam Ruangan Terpisah yang Terbuat dari  Kaca | Akhirat - Alam Kubur

Bismillahirrahmanirrahim
🍂 Ziarah kubur adalah amalan yang sangat bermanfaat baik bagi yang berziarah maupun yang diziarahi. Bagi orang yang berziarah, maka ziarah kubur dapat mengingatkan kepada kematian, melembutkan hati, membuat air mata menetes, mengambil pelajaran, dan membuat zuhud terhadap dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا

“Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, sekarang berziarahlah karena ziarah dapat melembutkan hati, membuat air mata menetes, dan mengingatkan akhirat. Dan janganlah kalian mengucapkan al hujr[13]”[14]

🌿 Dalam hadits tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hikmah dibalik ziarah kubur. Ketika seseorang melihat kubur tepat di depan matanya, di tengah suasana yang sepi, ia akan merenung dan menyadari bahwa suatu saat ia akan bernasib sama dengan penghuni kubur yang ada di hadapannya. Terbujur kaku tak berdaya. Ia menyadari bahwa ia tidaklah hidup selamanya. Ia menyadari batas waktu untuk mempersiapkan bekal menuju perjalanan yang sangat panjang yang tiada akhirnya adalah hanya sampai ajalnya tiba saja. Maka ia akan mengetahui hakikat kehidupan di dunia ini dengan sesungguhnya dan ia akan ingat akhirat, bagaimana nasibnya nanti di sana? Apakah surga❓ Atau malah neraka❓

🍂 Selain itu, ziarah kubur juga bermanfaat bagi mayit yang diziarahi karena orang yang berziarah diperintahkan untuk mengucapkan salam kepada mayit, mendo’akannya, dan memohonkan ampun untuknya. Tetapi, ini khusus untuk orang yang meninggal di atas Islam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

أن النبي كان يخرج إلى البقيع، فيدعو لهم، فسألته عائشة عن ذلك؟ فقال: إني أمرت أن أدعو لهم

“Nabi pernah keluar ke Baqi’, lalu beliau mendo’akan mereka. Maka ‘Aisyah menanyakan hal tersebut kepada beliau. Lalu beliau menjawab : “Sesungguhnya aku diperintahkan untuk mendo’akan mereka””

💥👉Maka ingatlah hal ini, tujuan utama berziarah adalah untuk mengingat kematian dan akhirat bukan bertawasul TABARRUK kepada mayit yang sudah tidak berdaya lagi⁉️

.
🍂 ADAB ISLAMI ZIARAH KUBUR

🌿Agar berbuah pahala, maka ziarah kubur harus sesuai dengan tuntunan syari’at yang mulia ini. Berikut ini adab-adab Islami ziarah kubur :

✍️PERTAMA: HENDAKNYA MENGINGAT TUJUAN UTAMA BERZIARAH

💥👉Ingatlah selalu hikmah disyari’atkannya ziarah kubur, yakni untuk mengambil pelajaran dan mengingat kematian.

🍂Imam Ash Shan’ani rahimahullah berkata : “Semua hadits di atas menunjukkan akan disyari’atkannya ziarah kubur dan menjelaskan hikmah dari ziarah kubur, yakni untuk mengambil pelajaran seperti di dalam hadits Ibnu Mas’ud (yang artinya) : “Karena di dalam ziarah terdapat pelajaran dan peringatan terhadap akhirat dan membuat zuhud terhadap dunia”. Jika tujuan ini tidak tercapai, maka  ziarah tersebut bukanlah ziarah yang diinginkan secara syari’at”

.
✍️KEDUA: TIDAK BOLEH MELAKUKAN SAFAR UNTUK BERZIARAH

🍂Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

“Janganlah melakukan perjalanan jauh (dalam rangka ibadah, ed) kecuali ke tiga masjid : Masjidil Haram, Masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha”[18]

.
✍️KETIGA: MENGUCAPKAN SALAM KETIKA MASUK KOMPLEKS PEKUBURAN

💢“Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan mereka (para shahabat) jika mereka keluar menuju pekuburan agar mengucapkan :

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

🌿“Salam keselamatan atas penghuni rumah-rumah (kuburan) dan kaum mu’minin dan muslimin, mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kita dan orang-orang yang belakangan, dan kami Insya Allah akan menyusul kalian, kami memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan bagi kalian”[19]

.
✍️KEEMPAT: TIDAK MEMAKAI SANDAL KETIKA MEMASUKI PEKUBURAN

🌿Dari shahabat Basyir bin Khashashiyah radhiyallahu ‘anhu : “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berjalan, tiba-tiba beliau melihat seseorang sedang berjalan diantara kuburan dengan memakai sandal. Lalu Rasulullah bersabda,

يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ» فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا

💢“Wahai pemakai sandal, celakalah engkau! Lepaskan sandalmu!” Lalu orang tersebut melihat (orang yang meneriakinya). Tatkala ia mengenali (kalau orang itu adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia melepas kedua sandalnya dan melemparnya”

.
✍️KELIMA: TIDAK DUDUK DI ATAS KUBURAN DAN TIDAK MENGINJAKNYA

🌿Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ

🍂“Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur”

.
✍️KEENAM: MENDO’AKAN MAYIT JIKA DIA SEORANG musli3m... JIKA MAYIT ORANG KAFIR KITA TIDAK BOLEH MENDOAKANNYA

.
✍️KETUJUH: BOLEH MENGANGKAT TANGAN KETIKA MENDO’AKAN MAYIT TETAPI TIDAK BOLEH MENGHADAP KUBURNYA KETIKA MENDO’AKANNYA (YANG DITUNTUNKAN ADALAH MENGHADAP KIBLAT)

💢Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika beliau mengutus Barirah untuk membuntuti Nabi yang pergi ke Baqi’ Al Gharqad. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti di dekat Baqi’, lalu mengangkat tangan beliau untuk mendo’akan mereka. Dan ketika berdo’a, hendaknya tidak menghadap kubur karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat menghadap kuburan. Sedangkan do’a adalah intisari sholat.

.
✍️KEDELAPAN: TIDAK MENGUCAPKAN AL HUJR

💢Telah lewat keterangan dari Imam An Nawawi rahimahullah bahwa al hujr adalah ucapan yang bathil. Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan : “Tidaklah samar lagi bahwa apa yang orang-orang awam lakukan ketika berziarah semisal berdo’a pada mayit, beristighotsah kepadanya,❗ dan meminta sesuatu kepada Allah dengan perantaranya,❗ adalah termasuk al hujr yang paling berat dan ucapan bathil yang paling besar. Maka wajib bagi para ulama untuk menjelaskan kepada mereka tentang hukum Allah dalam hal itu. Dan memahamkan mereka tentang ziarah yang disyari’atkan dan tujuan syar’i dari ziarah tersebut”

.
✍️KESEMBILAN: DIPERBOLEHKAN MENANGIS TETAPI TIDAK BOLEH MERATAPI MAYIT

💢Menangis yang wajar diperbolehkan sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika menziarahi kubur ibu beliau sehingga membuat orang-orang disekitar beliau ikut menangis. Tetapi jika sampai tingkat meratapi mayit, menangis dengan histeris, menampar pipi, merobek kerah, maka hal ini diharamkan.

.
💥 RAMBU-RAMBU UNTUK PARA PEZIARAH

🌿Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan ziarah kubur ini agar ziarah kubur yang dilakukan menjadi amalan shalih, bukan menyebabkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala :

🍂Hikmah disyari’atkannya ziarah kubur adalah untuk mengambil pelajaran dan mengingat akhirat, bukan untuk tawasul tabarruk kepada mayit meskipun dia dahulu orang sholeh‼️

💢Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengatakan : “(Hendaknya) tujuan ziarahnya adalah untuk mengambil pelajaran, nasihat, dan mendo’akan mayit.

💥Jika tujuannya adalah untuk tawasul tabarruk dengan RUH PENGHUNI KUBUR❗ tujuannya untuk menjadikan perantara agar memenuhi hajatnya supaya di sampaikan kepada Allah maka ini termasuk 👉 ziarah yang bid’ah sampai tingkatan syirik” karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak membutuhkan perantara untuk berdoa kepadaNya‼️

⛔Tidak boleh mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk berziarah karena hal itu tidak ada dalilnya. Kapan saja ziarah itu dibutuhkan, maka berziarahlah. Ingatlah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

💢Diantara hal yang tidak ada tuntunannya juga adalah kebiasaan menabur bunga di atas kuburan‼️

🍂Penta’liq Matan Abi Syuja’ –kitab fikih madzhab syafi’i- berkata : “Diantara bid’ah yang diharamkan adalah menaburkan/meletakkan bunga-bunga di atas jenazah atau kubur karena hanya buang-buang harta” dan tidak ada manfaatnya buat mayit‼️

🌿🍂Demikian pembahasan singkat tentang ziarah kubur ini. Semoga  Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan amal ini sebagai amalan yang memberatkan timbangan kebaikan di hari perhitungan kelak  dan memberikan manfaat kepada kaum muslimin dengannya. Aamiin. Wallahu Ta’ala a’lam. Walhamdu lillahi Rabbil ‘aalamin.

#semoga bermanfaat

Share:

NABI KHIDHIR MASIH HIDUP ?

KISAH NABI KHIDIR DAN KOTA YANG BERUBAH

Abu Ubaidah As Sidawi

Sebagian kalangan dari tasawwuf berpendapat bahwa Khidhir masih hidup dan belum mati sampai sekarang. Mereka berdalil dengan beberapa riwayat hadits, namun perlu ditegaskan bahwa semua hadits yang menjelaskan tentang Nabi Khidhr hidup abadi, semuanya adalah tidak shohih sebagaimana ditegaskan oleh para ulama ahli hadits.

Berikut komentar sebagian ahli hadits tersebut:

1. Al-Hafizh Ibnul Munadi berkata: "Telah diriwayatkan dari ahli kitab bahwa Khidhr minum air kehidupan namun ucapan mereka tidak dapat dipercaya, lalu katanya: "Seluruh riwayat tentang Khidhr adalah lemah".  (Lihat Al-Maudhu'at 1/317 oleh Ibnul Jauzi dan Az-Zahru Nadhir halm.127-128 oleh Ibnu Hajar).

2. Al-Hafizh Ibnul Qayyim berkata: "Seluruh hadits yang menyebutkan bahwa Khidhr masih hidup dan bertemu dengan Nabi Muhammad, semuanya tidak ada yang shohih satu haditspun". (Al Manarul Munif hlm. 67)

Di tempat lain beliau berkata: "Telah datang beberapa hadits tentang hidupnya Khidhr, namun tak satupun hadits tersebut shahih, seandainya bukan karena khawatir terlalu panjang niscaya kami akan memaparkannya dan menjelaskan keadaan para perawinya". (Fawaid Haditsiyyah hlm. 81).

3. Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata setelah menyebutkan riwayat dan cerita tentang hidupnya Khidhr: "Semua hadits ini lemah sekali, tidak bisa dijadikan sandaran dalam agama, demikian juga cerita-cerita, tidak luput dari kelemahan dalam sanadnya".

Lanjutnya: "Dalam kitabnya "''Ujalah Muntadhar fi Syarhi Halil Khidhr", Abul Faraj Ibnul Jauzi telah mengupas hadits-hadits ini dan menjelaskan bahwa seluruhnya adalah maudhu' (palsu), demikian juga beliau menjelaskan kelemahan sanad atsar-atsar sahabat dan tabi'in secara bagus sekali".  (Al-Bidayah wa Nihayah 1/373).

4. Al-Hafizh al-Iraqi berkata: "Tidak ada yang shohih satu haditspun tentang penetapan atau tidaknya pertemuan Khidhr dengan Nabi, demikian juga tentang hidup atau matinya".  (Lihat al-I'tibar fi Hamlil Asfar, as-Suwaidi hal. 34)

5. Al-Hafizh Az-Zabidi berkata: "Menurut ahli hadits, tidak ada satupun hadits yang shohih tentang pertemuan atau tidaknya Khidhr". (Ittihaf Saadatil Muttaqin 5/181).

6. Al-Hafizh as-Sakhawi setelah membawakan beberapa hadits lemah tentang hal ini, beliau berkata: "Demikian pula hadits-hadits lainnya semuanya adalah lemah, baik yang marfu' (sampai kepada Nabi) atau tidak. Syaikhuna (Ibnu Hajar) memaparkannya secara panjang dalam al-Ishobah, bahkan tak satupun hadits shohih mengenainya". (Al Maqoshidul Hasanah hlm. 41)

7. Syaikh al-Albani berkomentar tentang suatu hadits tentang ini: "Hadits ini palsu sama halnya seperti semua hadits-hadits yang menjelaskan hidupnya Khidhr sebagaimana ditegaskan oleh para ulama peneliti seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah".  (Silsilah Ahadits adh-Dhaifah 12/38).

Semoga bermanfaat

Share:

PERNIKAHAN BEDA AGAMA

 Bolehkah Menikah Beda Agama? - Muhammadiyah

Apabila disana ada seorang Nasrani menikahi seorang muslimah, kemudian memiliki beberapa anak, apa hukumnya anak-anak mereka menurut syari'at ?

*Asy - Syaikh Bin Baz رحمه الله menjawab

*Pernikahan seorang pria Nasrani dengan seorang muslimah merupakan pernikahan yang batil, Allah عز وجل berfirman

وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا [البقرة:221]

*Artinya

Janganlah kalian menikahkan para lelaki musyrik hingga mereka beriman ( QS Al Baqarah 221 )

*Maka tidak boleh menikahkan seorang kafir dengan seorang muslimah, dan Allah berfirman

لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ [الممتحنة:10].

*Artinya

Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. ( QS Al Mumtahanah 10 )

Maka apabila ia telah menikahinya ( muslimah ), maka pernikahannya batil, dan anak-anaknya adalah anak zina, anak-anak zina diikutkan kepada ibu mereka, bukan kepadanya ( laki-laki yang menzinahinya ), mereka dinasabkan kepada ibunya, kecuali apabila mereka bodoh, mereka tidak mengetahui Islam, maka keadaannya tersendiri, apabila ia ( laki-laki ) bodoh dan si wanita bodoh, pernikahannya batil, tapi anak-anak mereka disandarkan kepada bapaknya dikarenakan kebodohan, dan pernikahan syubhat.

Adapun apabila mereka mengetahui hukum Islam, dan si wanitapun mengetahui hukum Islam, mereka mengetahui hukum Allah, akan tetapi mereka meremehkan, dan mereka tidak perduli dengan hukum Allah, maka anak-anak mereka adalah anak zina, mereka disandarkan kepada ibu mereka, tidak disandarkan kepada bapaknya, dan si laki-laki dididik dan dihukum dengan hukum syar'i, dikarenakan ia telah menggauli seorang muslimah tanpa hak, inilah yang harus diterapkan kepadanya ketika ada kemampuan, dan dari negara Islam

*Soal

Apabila ia ( laki-laki ) telah masuk Islam ?

*Jawab

Keduanya dipisah, dan apabila ia masuk Islam setelah itu, ia harus menikah baru, ( yaitu ) ia harus menikah dengan akad baru setelah masuk Islam, dan semoga Allah memberikan hidayah kepadanya  agar ia menikahinya ( wanita tersebut ) dengan akad baru

*Sumber

https://binbaz.org.sa/fatwas/1213

Share:

LARANGAN MEMPERSULIT ORANG LAIN

27 Februari 2022 – assunahsalafushshalih

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Sahabat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita masuk pada hadits yang ke-20.

وَعَنْ أَبِي صِرْمَةَ – رضى الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -{ مَنْ ضَارَّ مُسْلِمًا ضَارَّهُ اَلله, وَمَنْ شَاقَّ مُسَلِّمًا شَقَّ اَللَّهُ عَلَيْهِ } أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ.

Dari shahabat Abi Shirmah radhiyallahu Ta’ala ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
(( “Barangsiapa yang memberi kemudharatan kepada seorang muslim, maka Allah akan memberi kemudharatan kepadanya, barangsiapa yang merepotkan (menyusahkan) seorang muslim maka Allah akan menyusahkan dia.” ))
(HR. Abu Dawud no. 3635, At-Tirmidzi no. 1940 dan dihasankan oleh Imam At-Tirmidzi).

Makna dari hadits ini tanpa diragukan lagi adalah makna yang benar apalagi ada hadits-hadits lain yang menguatkan (semakna) dengan hadits ini.
Contohnya seperti hadits yang shahih dalam Shahih Muslim no. 1828, Nabi pernah berdoa:

اَللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ

(( “Ya Allah, barangsiapa yang mengurusi urusan umatku kemudian dia merepotkan umatku, maka susahkanlah dia.” ))

Hadits ini menunjukan akan dua perkara penting dalam syari’at, yaitu:

⑴ Kaedah yang sangat agung:

الجزاء مماثلا للعمل من جنسه في الخير والشر

“Bahwasanya balasan sesuai dengan jenis amalan dan ini berlaku dalam kebaikan maupun dalam keburukan.”

Dan inilah hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah memberikan balasan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh seorang hamba.

Barangsiapa melakulan amalan yang dicintai oleh Allah, Allah akan mencintainya.

Barangsiapa melakukan amalan yang dibenci oleh Allah, Allah akan membencinya.

Barangsiapa memudahkan seorang muslim, maka Allah akan mudahkan urusannya di dunia maupun diakhirat.

Barangsiapa yang menghilangkan penderitaan seorang muslim, maka Allah akan menghilangkan penderitaannya di dunia dan juga di akhirat.

Barangsiapa seorang hamba membantu seorang hamba untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu untuk memenuhi kebutuhannya.

Ini semua dalam kebaikan, sebaliknya dalam keburukan pun demikian…

Barangsiapa memberi kemudharatan kepada seorang muslim, maka Allah akan memberikan kemudharatan kepada dia.

Barangsiapa membuat makar, maka Allah akan membuat makar kepada dia.

Barangsiapa membuat susah, menimbulkan kesulitan bagi saudaranya, maka Allah akan membuat dia susah juga.

Ini berlaku dalam segala hal, jadi balasan sesuai dengan perbuatan, ini berlaku pada kebaikan maupun keburukan.

⑵ Kaedah yang sangat agung yang disebutkan para ulama dengan istilah:

الضرر يزال

“Bahwasanya kemudharatan harus dihilangkan.”

Dan ini sesuai dengan hadits yang lain, yang mashyur hadits hasan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

لاضَرَرَ وَلاضِرَارَ

“Tidak boleh memberi kemudharatan sama sekali baik memberi kemudharatan kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain.”

Intinya kemudharatan harus dihilangkan sama sekali.
Kemudharatan di sini sama dengan hadits yang sedang kita bahas, “Barangsiapa memberi kemudhatan kepada orang lain, maka Allah akan memberi kemudharatan kepada dia.”

Kemudharatan itu dalam dua bentuk :

Bentuk pertama | Menghalangi mashlahat yang seharusnya diterima oleh orang lain, kemaslahatan dia akhirnya tidak dia dapatkan. Berarti kita memberikan kemudharatan kepada dia.

Bentuk kedua | Memberi kemudharatan secara langsung kepada dia, seperti mengganggunya, menyakitinya dan yang lainnya.

Oleh karenanya hadits ini umum:

مَنْ ضَارَّ مُسْلِمًا ضَارَّهُ

“Barangsiapa memberi kemudharatan kepada seorang muslim yang lain.”

Dan berlaku dalam segala hal. Apakah memberi kemudharatan yang berkaitan dengan hartanya, jiwanya (tubuhnya), harga dirinya, anaknya, istrinya, orang tuanya, semua kemudharatan tidak boleh kita berikan kepada orang lain, berkaitan dengan apapun dia.

Banyak bentuk-bentuk muamalah (transaksi-transaksi) yang diharamkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena akan memberikan kemudharatan kepada orang lain.

Seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang melakukan ghisy (penipuan dalam jual beli). Demikian juga an-najasy (jual beli) tidak boleh juga seorang jual beli dengan menutupi aib-aib barang yang hendak dijual. Ini semua dilarang.

Semua perkara yang bisa mendatangkan kemudharatan kepada saudara maka dilarang dalam syari’at berkaitan dengan hadits ini.

Demikian pula tatkala seseorang bersyarikat dengan saudaranya dalam jual beli (menjadikan dia patner atau teman dalam jual beli) maka tidak boleh dia memberi kemudharatan kepada patnernya dalam praktek jual beli.

Demikian juga seorang tidak boleh mengganggu tetangganya baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Demikian juga tidak boleh seseorang memberi kemudharatan kepada orang yang memberi hutang kepada dia (orang yang telah membantunya) kemudian dia tunda-tunda pembayarannya padahal dia mampu untuk membayarnya.

Ini semua kemudharatan, dan dilarang dalam syari’at, bahkan tidak boleh seseorang memberi wasiat yang memberi kemudharatan kepada ahli warisnya.

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ

)(( “Bahwasanya harta waris itu dibagi setelah wasiat yang diwasiatkan (setelah membayar hutang) dengan syarat tidak boleh memberi kemudharatan.” ))
(QS. An-Nisaa’: 12).

Misalnya:
Seorang sebelum meninggal dia menulis wasiat, dia mengkhususkan sebagian harta kepada sebagian ahli warisnya lebih daripada yang lainnya, maka ini memberi kemudharatan kepada ahli waris yang lain.
Ini memberi kemudharatan kepada ahlu waris yang lain karena dia khususkan sebagian harta kepada sebagian ahli waris, sementara yang lainnya tidak diberikan.
Atau dia sengaja mengurangi harta warisan, atau dia memberi wasiat kepada selain ahli waris dalam rangka untuk memberi kemudharatan kepada ahli waris.
Ini semua dilarang karena memberi kemudharatan.

Demikian juga tidak boleh seorang suami memberi kemudharatan kepada istrinya dengan segala bentuk.

Misalnya:
Dia menahan istrinya, istrinya tidak dia cerai sehingga istrinya sakit hati dan hidupnya terkatung-katung (seakan-akan tidak memiliki suami).

Atau istrinya sudah dia cerai kemudian menjelang selesai masa ‘iddah kemudian suami tersebut kembali lagi (rujuk lagi) dengan niatnya bukan untuk mengembalikan kemaslahatan pernikahan, namun untuk menyakiti hati mantan istrinya dengan tujuan agar mantan istrinya tidak bisa menikah lagi dengan orang lain.

Demikian juga jika seorang suami memiliki istri lebih dari satu kemudian dia lebih condong kepada salah satu istrinya, maka ini memberi kemudharatan kepada istri yang lain, Ini semua dilarang.

Dan diantara kemudharatan yang sangat berat telah kita sebutkan di awal bahwasanya tidak boleh seorang memberi kemudharatan kepada muslim yang lain dalam segala hal, baik yang berkaitan dengan hartanya, jiwanya dan juga berkaitan dengan harga dirinya.

Diantara kemudharatan yang sangat besar yang sangat mungkin seorang terlupakan yaitu menjatuhkan harga diri orang lain.

Seorang tatkala mencuri harta orang lain dia tahu bahwa dia telah memberi kemudharatan kepada orang tersebut, atau dia pukul orang lain dan dia tahu dia memberi kemudharatan kepada orang tersebut.

Tapi kalau dia mengghibah, menjatuhkan atau mengungkap kejelekan aib orang dan dia merasa dia tidak memberi kemudharatan, padahal itu merupakan kemudharatan yang lebih besar daripada kemudharatan yang berkaitan dengan harta dan jiwa.

Oleh karenanya sebagaimana seorang penyair pernah berkata:

جراحات السنان لها إلتئام ولا يلتام ما جرح اللسان

"Bahwasanya luka yang disebabkan sayatan pedang masih bisa diperbaiki (bisa sembuh) akan tetapi luka yang disebabkan oleh sayatan lisan maka susah untuk disembuhkan."

Sahabat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala…Jadi, seluruh bentuk memberi kemudharatan kepada orang lain maka dilarang.

Demikian juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits ini:

وَمَنْ شَاقَّ مُسَلِّمًا شَقَّ الله عَلَيْهِ

(( “Barangsiapa memberatkan seorang muslim maka dia akan diberi keberatan (kesulitan) juga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” ))

Terutama orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah atau yang berkaitan dengan urusan orang banyak (rakyat), hendaknya dia berusaha untuk bekerja dengan baik agar tidak merepotkan kaum muslimin.

Urusan yang berkaitan dengan kenegaraan hendaknya dikerjakan dengan baik agar tidak merepotkan orang lain, tapi kalau dia sengaja merepotkan orang lain maka dia akan mendapatkan kerepotan dari Allah di dunia maupun di akhirat.

Wallahu Ta’ala A’lam bish Shawwab…

®📝Al-Ustadz Dr. Firanda Andirja Abidin, MA. Hafidzhahullah
@🌐binbaz.or.id
©Rizfanandy Al-Ghafiqy

Semoga bermanfaat
Share:

ALLAH TA’ALA TIDAK MENGAMPUNI DOSA SYIRIK

6 Dosa Syirik yang Wajib Kita Ketahui, Salah Satunya Bisa Menghapus Seluruh  Amal Saleh yang Telah Dikerjakan - Bagikan Berita

Di antara bahaya kesyirikan yang membuatnya menjadi perkara paling berbahaya bagi setiap manusia, adalah bahwa orang yang meninggal dalam keadaan membawa dosa selain syirik maka bisa jadi Allah adzab atau bisa jadi Allah ampuni. Adapun dosa syirik, maka tidak Allah ampuni. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata tentang ayat ini:

وقد دلت هذه الآية الكريمة على أن جميع الذنوب التي دون الشرك تحت مشيئة الله سبحانه، وهذا هو قول أهل السنة والجماعة، خلافا للخوارج والمعتزلة ومن سلك مسلكهما من أهل البدع

“Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa seluruh dosa selain syirik itu di bawah kehendak Allah Subhaanahu. Ini adalah keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah. Berbeda dengan keyakinan Khawarij dan orang-orang yang mengikuti manhaj Khawarij dari kalangan ahlul bid’ah” (Majmu’ Fatawa Mutanawwi’ah, 10/70).

Allah Ta’ala juga berfirman:

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang berbuat syirik terhadap Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maidah: 72).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini:

أي فقد أوجب له النار وحرم عليه الجنة كما قال تعالى ” إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء”

“Maksudnya, Allah wajibkan mereka (orang yang berbuat syirik) masuk neraka dan Allah haramkan mereka masuk surga. Sebagaimana Allah juga berfirman (yang artinya): Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (Tafsir Ibnu Katsir).

Sebagaimana juga dijelaskan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الظلمُ ثلاثةٌ ، فظُلمٌ لا يغفرُهُ اللهُ ، وظلمٌ يغفرُهُ ، وظلمٌ لا يتركُهُ ، فأمّا الظلمُ الذي لا يغفرُهُ اللهُ فالشِّركُ ، قال اللهُ : إِنَّ الْشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ، وأمّا الظلمُ الذي يغفرُهُ اللَّهُ فَظُلْمُ العبادِ أنفسُهمْ فيما بينهُمْ وبينَ ربِّهمْ ، وأمّا الظلمُ الّذي لا يتركُهُ اللهُ فظُلمُ العبادِ بعضُهمْ بعضًا حتى يَدِينَ لبعضِهِمْ من بعضٍ

“Kezaliman ada tiga: kezaliman yang tidak Allah ampuni, kezaliman yang Allah ampuni dan kezaliman yang tidak mungkin dibiarkan oleh Allah.

Adapun kezaliman yang tidak Allah ampuni, itu adalah kesyirikan. Allah berfirman: kesyirikan adalah kezaliman yang paling fatal.

Adapun kezaliman yang Allah ampuni adalah kezaliman seorang hamba pada dirinya sendiri, antara ia dengan Allah.

Adapun kezaliman yang tidak mungkin dibiarkan oleh Allah adalah kezaliman hamba pada orang lain sampai kezaliman tersebut terbayar.” (HR. Abu Daud Ath Thayalisi [2223], Abu Nu’aim dalam Al Hilyah [6/ 309], dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 3961).

Allah Ampuni Pelaku Kesyirikan Yang Bertaubat

Ayat-ayat dan hadits di atas adalah mengenai orang yang mati dalam keadaan belum bertaubat dari kesyirikan. Maka mereka wajib diadzab di neraka. Adapun orang yang sudah bertaubat dari kesyirikan, tetap Allah Ta’ala ampuni. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az Zumar: 53).

Sebagaimana dalam hadits dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن مات لا يشركُ باللهِ شيئًا دخل الجنةَ ، ومَن مات يشركُ باللهِ شيئًا دخل النارَ

“Barangsiapa yang mati, tanpa berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, ia masuk surga. Barangsiapa yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik, maka ia masuk neraka” (HR. Muslim no. 93).

Hadits ini menunjukkan ancaman neraka itu bagi orang yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik. Syaikh As Sa’di menjelaskan surat An Nisa ayat 48 di atas:

وهذه الآية الكريمة في حق غير التائب، وأما التائب، فإنه يغفر له الشرك فما دونه كما قال تعالى: { قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا } أي: لمن تاب إليه وأناب.

“Ayat yang mulia ini bicara tentang orang yang belum bertaubat. Adapun orang yang sudah bertaubat dari kesyirikan, maka Allah ampuni dosa syiriknya dan dosa lainnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya): Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(QS. Az Zumar: 53), yaitu bagi orang yang bertaubat dan berinabah” (Tafsir As Sa’di).

Sebagaimana para sahabat Nabi ridhwanullah ‘alaihim  ‘ajma’in, dahulu mereka berada dalam kesyirikan di masa jahiliyyah. Namun mereka telah menerima Islam dan bertaubat dari kesyirikan, kemudian menjadi orang-orang yang Allah ridhai. Allah berfirman tentang para sahabat Nabi:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100).

Menunjukkan bahwa orang yang bertaubat dari kesyirikan sebelum ajalnya, akan Allah ampuni dosanya, bahkan menjadi orang yang lebih mulia.

Pelaku Dosa Syirik Ada Dua Macam

Berdasarkan hadits Jabir di atas, orang yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik, wajib masuk neraka. Namun keadaan mereka dirinci. Jika kesyirikan yang mereka lakukan adalah syirik ashghar maka mereka akan dikeluarkan dari neraka, karena syirik ashghar tidaklah menafikan tauhid secara total. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

كل عمل قولي أو فعلي أطلق عليه الشارع وصف الشرك لكنه لا ينافي التوحيد منافاة مطلقة

“Syirik ashghar adalah setiap amalan, baik berupa perkataan atau perbuatan, yang disebut sebagai kesyirikan oleh syariat, atau disifati dengan kesyirikan, namun tidak menafikan tauhid secara total” (Syarah Kasyfusy Syubuhat dan Al Ushul As Sittah, hal. 115).

Sedangkan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يَخْرُجُ مِن النارِ مَن قال: لا إلهَ إلا اللهُ ، وفي قلبِه وزنُ شعيرةٍ مِن خيرٍ ، ويَخْرُجُ مِن النارِ مَن قال: لا إله إلا الله ، وفي قلبِه وزنُ بُرَّةٍ مِن خيرٍ ، ويَخْرُجُ مِن النارِ مَن قال: لا إلهَ إلا اللهُ ، وفي قلبِه وزنِ ذرَّةٍ مِن خيرٍ

“Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan di dalam hatinya ada sebiji gandum kebaikan. akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan di dalam hatinya ada sebiji burr kebaikan. akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan di dalam hatinya ada sebiji sawi kebaikan” (HR. Bukhari no. 44).

Maka orang yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik, wajib diadzab di neraka sebagaimana ditunjukkan oleh ayat-ayat dan hadits-hadits. Namun jika kesyirikan yang ia lakukan adalah syirik ashghar, mereka tidak kekal di neraka. Adapun jika syirik akbar –wal ‘iyyadzu billah– maka mereka kekal di neraka. Syaikh Muhammad bin Abdil Aziz Al Qar’awi rahimahullah menjelaskan:

من مات على الشرك دخل النار فإن كان شركا أكبر خلد فيها و إن كان شركا أصغر عذب ما شاء الله له أن يعذب ثم يخرج

“Orang yang mati membawa dosa syirik maka ia masuk neraka. Jika syiriknya syirik akbar maka ia kekal di neraka, jika syiriknya syirik asghar maka ia diadzab sesuai kehendak Allah kemudian ia dikeluarkan dari neraka” (Al Jadid Syarah Kitab At Tauhid, 59).

Semoga Allah menjauhkan kita dari kesyirikan dan menjauhkan kita dari adzab neraka. Wabillahi at taufiq wa sadaad.


Penulis: Yulian Purnama
Via HijrahApp

Share:

MEMBENCI DAN MEMUSUHI SYIRIK

Celakalah! Ini 3 Bahaya Perbuatan Syirik Yang Harus Kamu Ketahui - Islampos

Bersihnya tauhid yang kita miliki haruslah disertai dengan kebencian, permusuhan, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya. Apabila kita tidak membenci dan memusuhi perbuatan syirik dan pelakunya atau bahkan ridha serta merasa tenang-tenang saja dengannya, maka ketahuilah bahwa tauhid kita belum bersih dan harus dibenahi lagi.

Bahkan, para ulama menjadikan berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya sebagai bagian dari Islam dan tidak dapat terpisahkan darinya. Para ulama rahimahumullah mendefinisikan Islam dengan,

الاسْتِسْلامُ للهِ بِالتَّوْحِيدِ، وَالانْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ، وَالْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ

“(Islam adalah) berserah diri kepada Allah dengan tauhid, tunduk patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.”

!
Syarat Terwujudnya Islam Seseorang
Berdasarkan definisi tersebut, maka Islam seseorang tidak akan terwujud kecuali dengan memenuhi tiga hal berikut ini:

1. Berserah Diri Hanya Pada Allah
Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya. Yaitu, seseorang berserah diri sepenuhnya kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya dalam segala aktivitas ibadah. Penyerahan diri seperti inilah yang menyebabkan pelakunya dipuji dan mendapatkan pahala.

2. Tunduk Patuh Pada Allah
Tunduk patuh kepada Allah dengan penuh ketaatan. Yaitu dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Karena ketaatan mencakup menaati perintah-Nya dengan melaksanakannya dan menaati larangan-Nya dengan meninggalkannya.

3. Berlepas Diri dari Kesyirikan dan Pelakunya
Berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya. Karena seseorang yang mengikrarkan tauhid kepada Allah, mau tidak mau dia juga harus berlepas diri dan membenci kesyirikan dan para pelakunya. Kebenciannya itu pertama-tama mendorongnya untuk memusuhi dan memeranginya. Kemudian kafir (ingkar) kepada kesyirikan itu. Apabila seseorang mencintai Islam dan ahlinya, mencintai tauhid dan ahlinya, akan tetapi tidak membenci syirik dan ahlinya, maka dia bukanlah termasuk seorang muslim. Tauhid kita juga tidak akan sempurna sampai kita berlepas diri dari syirik dan dari orang-orang musyrik. Serta memisahkan diri, mengingkari, memusuhi, dan membenci mereka.

Allah Ta’ala berfirman menceritakan tentang kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihis salam sebagai pemimpin orang-orang yang bertauhid,

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

”Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ’Sesungguhnya kami berlepas diri kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah. Kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4)

Bahkan meskipun pelaku syirik itu adalah kerabat kita, atau bapak kita sendiri, kita tetap harus berlepas diri darinya. Allah Ta’ala juga mengisahkan tentang Ibrahim ketika berkata kepada ayahnya, Azar,

وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ

”Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah.” (QS. Maryam [19]: 48) [1]


*

📝Penulis:
📚Al Ustadz dr. M Saifudin Hakim, Phd

Share:

KEUTAMAAN SHALAT SHUBUH BERJAMA'AH

Inilah Ladang Pahala Di Pagi Hari Setelah Solat Subuh, Sama-Sama Amalkan -  Semua semua semuanya

Shubuh adalah salah satu waktu di antara beberapa waktu, di mana Allah Ta’ala memerintahkan umat Islam untuk mengerjakan shalat kala itu.
Allah Ta’ala berfirman;

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

(( “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh Malaikat).” ))
(QS. Al-Isra’: 78).

Betapa banyak kaum muslimin yang lalai dalam mengerjakan shalat shubuh.
Mereka lebih memilih melanjutkan tidurnya ketimbang bangun untuk melaksanakan shalat.  Jika kita melihat jumlah jama’ah yang shalat shubuh di masjid, akan terasa berbeda dibandingkan dengan jumlah jama’ah pada waktu shalat lainnya.

"KEUTAMAAN SHALAT SHUBUH"

Apabila seseorang mengerjakan shalat shubuh, niscaya ia akan dapati banyak keutamaan.
Di antara keutamaannya adalah :

1. Salah satu penyebab masuk Surga.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّة

(( “Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk Surga.” ))
(HR. Al-Bukhari no. 574 dan Muslim no. 635).

2. Salah satu penghalang masuk Neraka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

(( “Tidaklah akan masuk Neraka orang yang melaksanakan shalat sebelum terbitnya matahari (yaitu shalat Shubuh) dan shalat sebelum tenggelamnya matahari (yaitu shalat Ashar).” ))
(HR. Muslim no. 634).

3. Berada di dalam jaminan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَإِنَّهُ مَنْ يَطْلُبْهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ يُدْرِكْهُ ثُمَّ يَكُبَّهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ

(( “Barangsiapa yang shalat shubuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam Neraka Jahannam.” ))
(HR. Muslim no. 163).

4. Dihitung seperti shalat semalam penuh.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

(( “Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjama'ah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” ))(HR. Muslim no. 656).

5. Disaksikan para Malaikat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

وَتَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ

(( “Dan para Malaikat malam dan Malaikat siang berkumpul pada shalat fajar (shubuh).” ))(HR. Al-Bukhari no. 137 dan Muslim no.632).

"ANCAMAN BAGI YANG MENINGGALKAN SHALAT SHUBUH"

Padahal banyak keutamaan yang bisa didapat apabila seseorang mengerjakan shalat shubuh.

Tidakkah kita takut dikatakan sebagai orang yang munafiq karena meninggalakan shalat shubuh?
Dan kebanyakan orang meninggalkan shalat shubuh karena aktivitas tidur.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

(( “Sesungguhnya shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat shubuh.
Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” ))(HR. Al-Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651).

Cukuplah ancaman dikatakan sebagai orang munafiq membuat kita selalu memperhatikan ibadah yang satu ini.

Allah Ta'ala berikan ancaman, kepada mereka orang-orang munafiq akan dihukum di keraknya Neraka (Neraka terbawah).
Allah berfirman;

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

( “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” )(QS. An-Nisaa: 145).

Semoga Allah selalu memberi hidayah kepada kita semua, terkhusus bagi para laki-laki untuk dapat melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.

®Wiwit Hardi Priyanto
@🌐Muslim
©Rizfanandy Al-Ghafiqy
Allahu a'lam

Share:

JANGAN MENGIKUTI HAWA NAFSU

 Mengapa Nafsu Disebut Hawa? - Islampos
 

Oleh : Ustadz Abu Isma’il Muslim

Secara bahasa, hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu sehingga kecintaan itu menguasai hatinya. Kecintaan tersebut sering menyeret seseorang untuk melanggar hukum Allâh Azza wa Jalla . Oleh karena itu hawa nafsu harus ditundukkan agar bisa tunduk terhadap syari’at Allâh Azza wa Jalla . Adapun secara istilah syari’at, hawa nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar dari batas syari’at.

Syaikhul Islam  berkata, “Hawa nafsu asalnya adalah kecintaan jiwa dan kebenciannya. Semata-mata hawa nafsu, yaitu kecintaan dan kebencian yang ada di dalam jiwa tidaklah tercela. Karena terkadang hal itu tidak bisa dikuasai. Namun yang tercela adalah mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

Hai Daud! sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allâh. [Shâd/38: 26] [ Majm û ’ Fat â w â , 28/132]

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Seseorang yang mengikuti hawa nafsu adalah seseorang yang mengikuti perkataan atau perbuatan yang dia sukai dan menolak perkataan atau perbuatan yang dia benci dengan tanpa dasar petunjuk dari Allâh Azza wa Jalla ” [ Majm û ’ Fat â w â , 4/189]

HAWA NAFSU MENGAJAK KESESATAN
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ  ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ  ۗإِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ

Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allâh ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allâh telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. [Al-An’âm/6: 119]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah pembolehan dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada para hamba-Nya, orang-orang Mukmin untuk memakan sembelihan-sembelihan yang dilakukan dengan menyebut nama Allâh Azza wa Jalla . Yang terfahami (dari ayat ini) yaitu tidak boleh memakan semua sembelihan yang dilakukan dengan tanpa menyebut nama Allâh Azza wa Jalla , sebagaimana orang-orang kafir yang musyrik membolehkan mengkonsumsi bangkai dan semua sembelihan (yang dipersembahkan-red) untuk berhala (punden), atau lainnya.

Kemudian Allâh Azza wa Jalla mendorong para hamba-Nya untuk mengkonsumsi sembelihan-sembelihan yang dilakukan dengan menyebut nama Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla  berfirman, yang artinya, ‘ Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebutkan nama Allâh ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya’. Yaitu kecuali dalam keadaan darurat, maka ketika itu dibolehkan bagi kamu (untuk mengkonsumsi)  apa yang kamu dapatkan.

Kemudian Allâh Azza wa Jalla menjelaskan kebodohan orang-orang musyrik dalam pendapat mereka yang rusak tersebut, yaitu berupa penyataan yang membolehkan memakan bangkai dan sembelihan-sembelihan yang dilakukan dengan menyebut nama selain nama Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, ‘ Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas’ . Yaitu: Dia yang lebih mengetahui terhadap perbuatan mereka yang melampaui batas, kedustaan mereka, dan kebohongan mereka.” [ Tafs î r Ibnu Katsir, 3/323]

Termasuk mengikuti hawa nafsu adalah orang yang menolak syari’at setelah penjelasan datang kepadanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ  ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ  ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allâh sedikitpun. Sesungguhnya Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim . [Al-Qashshash/28: 50]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah, “Hai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus .” [Al-Mâidah/5: 77]

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Barangsiapa mengikuti hawa nafsu manusia setelah mereka mengetahui agama Islam yang Allâh amanahkan kepada Rasul-Nya untuk membawa agama itu dan juga setelah mengetahui petunjuk Allâh yang telah dijelasakan kepada para hamba-Nya, berarti dia berada dalam kedudukan ini (yaitu sebagai pengikut hawa nafsu-pen). Oleh karena itu para Salaf menamakan ahli bid’ah dan orang-orang yang berpecah-belah, orang-orang yang menyelisihi al-Kitab (al-Qur’an) dan as-Sunnah (al-Hadits) sebagai ahlul ahwa’ (orang-orang yang mengikuti hawa nafsu). Karena mereka menerima apa yang mereka sukai dan menolak apa yang mereka benci dengan dasar hawa nafsu (kesenangan semata-pen), tanpa petunjuk dari Allâh Azza wa Jalla ”. [ Majm û ’ Fat â w â , 4/190]

BAHAYA MENGIKUTI HAWA NAFSU
Orang yang mengikuti hawa nafsu tidak akan mementingkan agamanya dan tidak mendahulukan ridha Allâh dan Rasul-Nya. Dia akan selalu menjadikan hawa nafsu menjadi tolok ukurnya.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Fondasi agama (Islam) adalah mencintai karena Allâh dan membenci karena Allâh, mendukung karena Allâh dan menjauhi karena Allâh, beribadah karena Allâh, memohon pertolongan kepada Allâh, takut kepada Allâh, berharap kepada Allâh, memberi karena Allâh, dan menghalangi karena Allâh. Ini hanya dapat dilakukan dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena perintah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perintah Allâh Azza wa Jalla , larangannya adalah larangan Allâh Subhanahu wa Ta’ala , memusuhinya berarti memusuhi Allâh, mentaatinya sama dengan mentaati Allâh dan mendurhakainya sama dengan mendurhakai Allâh Azza wa Jalla.

Bahkan orang yang mengikuti hawa nafsunya telah dibuat buta dan tuli oleh hawa nafsunya. Sehingga dia tidak bisa memperhatikan dan melaksanakan apa yang menjadi hak Allâh dan Rasul-Nya dalam hal itu, dan dia tidak mencarinya. Dia tidak ridha karena ridha Allâh dan Rasul-Nya, dia tidak marah karena kemarahan Allâh dan Rasul-Nya. Tetapi dia ridha jika mendapatkan apa yang diridhai oleh hawa nafsunya, dan marah jika mendapatkan apa yang membuat hawa nafsunya marah”. [ Minhajus Sunnah an-Nabawiyah , 5/255-256]

Dengan demikian maka mengikuti hawa nafsu akan menyeret pelaku kepada kesesatan dan kerusakan. Sebab timbulnya bid’ah adalah hawa nafsu, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam, “Permulaan bid’ah adalah mencela Sunnah (ajaran Nabi) dengan dasar persangkaan dan hawa nafsu (sebagaimana bibit kemunculan golongan Khawarij-pen), sebagaimana Iblis mencela perintah Allâh (saat diperintahkan sujud kepada Adam) dengan fikirannya dan hawa nafsunya”. [ Majm û ’ al-Fat â w â , 3/350]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sudah mengingatkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan membawa kehancuran. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ و ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ والعلانيةِ وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا

Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan. Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan  seseorang yang membanggakan diri sendiri. Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah takut kepada Allâh di waktu sendirian dan dilihat orang banyak, sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (berkata/berbuat) adil di waktu marah dan ridha. [Hadits ini diriwayatkan dari Sahabat Anas, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhum. Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani di dalam Silsilah al-A h â d î ts ash-Shahihah , no. 1802 karena banyak jalur periwayatannya].

Demikian juga bahaya mengikuti hawa nafsu adalah mendatangkan kesusahan dan kesempitan hati.  Syaikhul Islam berkata, “Barangsiapa mengikuti hawa nafsunya, seperti mencari kepemimpinan dan ketinggian (dunia-pen), keterikatan hati dengan bentuk-bentuk keindahan (kecantikan, ketampanan, dan lain-lain-pen), atau (usaha) mengumpulkan harta, di tengah usahanya untuk mendapatkan hal itu dia akan menemui rasa susah, sedih, sakit dan sempit hati,  yang tidak bisa diungkapkan. Dan kemungkinan hatinya tidak mudah untuk meninggalkan keinginannya, dan dia tidak mendapatkan apa yang menggembirakannya. Bahkan dia selalu berada di dalam ketakutan dan kesedihan yang terus menerus. Jika dia mencari sesuatu yang dia sukai, maka sebelum dia mendapatkannya, dia selalu sedih dan perih karena belum mendapatkannya. Jika dia sudah mendapatkannya, maka dia takut kehilangan atau ditinggalkan (sesuatu yang dia sukai itu) [ Majm û ’ al-Fat â w â , 10/651].

MENUNDUKKAN HAWA NAFSU
Maka untuk meraih keselamatan, orang yang mengikuti hawa nafsu harus menerapi dirinya dengan rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla sehingga akan menghentikannya dari mengikuti hawa nafsunya. Demikian juga perlu diterapi dengan ilmu dan dzikir. Dengan keduanya maka hawa nafsu akan terpental. Jika rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla sudah tertanam di dalam hati, maka hati akan bisa memahami dan melihat kebenaran sebagaimana mata yang melihat benda-benda dengan sinar terang matahari.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). [An-Nazi’at/79: 40-41]

Semoga Allâh selalu membimbing hati kita sehingga sellau mampu menundukkan hawa nafsu dengan sebaik-baiknya. Hanya Allâh tempat memohon pertolongan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

sumber: https://almanhaj.or.id/6627-jangan-mengikuti-hawa-nafsu.html

Via HijrahApp

Share:

PEMIMPIN CERMINAN RAKYATNYA

 SalamDakwah | Aktual : Pemimpin Adalah Cerminan Rakyatnya

Kadang kita sebagai rakyat jelata selalu menyalahkan Si Presiden. Pemimpin jadi tumpahan kesalahan atas kerusakan yang di mana-mana terjadi. Pemimpin yang jadi biang kesalahan atas korupsi di berbagai jajaran. Semua gara-gara Si Presiden. Kenapa setiap orang tidak mengintrospeksi diri sebelum menyalahkan penguasa. Yang patut dipahami, pemimpin adalah sebenarnya cerminan dari rakyatnya.

Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan,

وتأمل حكمته تعالى في ان جعل ملوك العباد وأمراءهم وولاتهم من جنس اعمالهم بل كأن أعمالهم ظهرت في صور ولاتهم وملوكهم فإن ساتقاموا استقامت ملوكهم وإن عدلوا عدلت عليهم وإن جاروا جارت ملوكهم وولاتهم وإن ظهر فيهم المكر والخديعة فولاتهم كذلك وإن منعوا حقوق الله لديهم وبخلوا بها منعت ملوكهم وولاتهم ما لهم عندهم من الحق ونحلوا بها عليهم وإن اخذوا ممن يستضعفونه مالا يستحقونه في معاملتهم اخذت منهم الملوك مالا يستحقونه وضربت عليهم المكوس والوظائف وكلما يستخرجونه من الضعيف يستخرجه الملوك منهم بالقوة فعمالهم ظهرت في صور اعمالهم وليس في الحكمة الالهية ان يولى على الاشرار الفجار الا من يكون من جنسهم ولما كان الصدر

“Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.

Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya. Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak. Dengan demikian berdasarkan hikmah Allah, apabila pada zaman kita ini dipimpin oleh pemimpin seperti Mu’awiyah, Umar bin Abdul Azis, apalagi dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, maka tentu pemimpin kita itu sesuai dengan keadaan kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita tersebut akan sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan konsekuensi dan tuntunan hikmah Allah Ta’ala.[1]

Oleh karena itu, untuk mengubah keadaan kaum muslimin menjadi lebih baik, maka hendaklah setiap orang mengoreksi dan mengubah dirinya sendiri, bukan mengubah penguasa yang ada. Hendaklah setiap orang mengubah dirinya yaitu dengan mengubah aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalahnya. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du [13] : 11)

Saatnya introspeksi diri, tidak perlu rakyat selalu menyalahkan pemimpin atau presidennya. Semuanya itu bermula dari kesalahan rakyat itu sendiri. Jika mereka suka korupsi, begitulah keadaan pemimpin mereka. Jika mereka suka “suap”, maka demikian pula keadaan pemimpinnya. Jika mereka suka akan maksiat, demikianlah yang ada pada pemimpin mereka. Jika setiap rakyat memikirkan hal ini, maka tentu mereka tidak sibuk mengumbar aib penguasa di muka umum. Mereka malah akan sibuk memikirkan nasib mereka sendiri, merenungkan betapa banyak kesalahan dan dosa yang mereka perbuat.

Semoga jadi renungan berharga di siang yang penuh berkah.

Sumber: Ustadz M Abduh Tuasikal

Share:

MASUK SURGA DAN NERAKA HANYA KARENA SEEKOR LALAT

 KOK BISA? ADA ORANG YANG MASUK SURGA KARENA SEEKOR LALAT ADA JUGA YANG MASUK  NERAKA - YouTube

Hadits berikut menunjukkan bahwa tauhid itu sangat penting dan syirik itu benar-benar bahaya, walaupun sebagian manusia merasa hal ini terlihat remeh. Hadits ini bercerita tentang orang yang masuk neraka hanya karena memberikan persembahan berupa seekor lalat yang tidak berharga, sebaliknya yang lainnya selamat karena tidak mau memberikan sesembahan tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓِﻲْ ﺫُﺑَﺎﺏٍ , ﻭَﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓِﻲْ ﺫُﺑَﺎﺏٍ، ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﻭَﻛَﻴْﻒَ ﺫَﻟِﻚَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻣَﺮَّ ﺭَﺟُﻼَﻥِ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﻮْﻡٍ ﻟَﻬُﻢْ ﺻَﻨَﻢٌ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُﻩُ ﺃَﺣَﺪٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻘَﺮِّﺏَ ﻟَﻪُ ﺷَﻴْﺌًﺎ، ﻓَﻘَﺎﻟُﻮْﺍ ﻷَﺣَﺪِﻫِﻤَﺎ : ﻗَﺮِّﺏْ، ﻗَﺎﻝَ : ﻟَﻴْﺲَ ﻋِﻨْﺪِﻱْ ﺷَﻲْﺀٌ ﺃُﻗَﺮِّﺏُ، ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﻟَﻪُ : ﻗَﺮِّﺏْ ﻭَﻟَﻮْ ﺫُﺑَﺎﺑًﺎ، ﻓَﻘَﺮَّﺏَ ﺫُﺑَﺎﺑًﺎ ﻓَﺨَﻠُّﻮْﺍ ﺳَﺒِﻴْﻠَﻪُ ﻓَﺪَﺧَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ، ﻭَﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﻟِﻶﺧَﺮِ : ﻗَﺮِّﺏْ، ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻣَﺎ ﻛُﻨْﺖُ ﻷُﻗَﺮِّﺏَ ﻷﺣَﺪٍ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺩُﻭْﻥَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻀَﺮَﺑُﻮْﺍ ﻋُﻨُﻘَﻪُ ﻓَﺪَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ

“Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada yang masuk neraka karena seekor lalat pula.”
Para sahabat bertanya: “Bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah?
Rasul menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati sebuah kaum yang memiliki berhala, yang mana tidak boleh seorangpun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sesuatu untuknya terlebih dahulu, maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi: “Persembahkanlah sesuatu untuknya!” Ia menjawab: “Saya tidak mempunyai apapun yang akan saya persembahkan”, mereka berkata lagi: “Persembahkan untuknya walaupun seekor lalat!” Maka iapun mempersembahkan untuknya seekor lalat, maka mereka membiarkan ia untuk meneruskan perjalanannya, dan iapun masuk ke dalam neraka. Kemudian mereka berkata lagi kepada seseorang yang lain: “Persembahkalah untuknya sesuatu!” Ia menjawab: “Aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apapun untuk selain Allah, maka merekapun memenggal lehernya, dan iapun masuk ke dalam surga” (HR. Ahmad).

Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang terkadang terjatuh dalam kesyirikan dan ia tidak menyadarinya.

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh Menjelaskan,

في هذا الحديث التحذير من وقوع في الشرك لأن الإنسان قد يقع فيه و هو لا يدرى أنه من الشرك الذي يوجب النار

“Dalam hadits ini terdapat peringatan keras agar tidak terjerumus dalam kesyirikan, karena manusia terkadang terjerumus dalam kesyirikan padahal ia tidak menyadarinya bahwa itu dapat memasukkan ke dalam neraka.” (Fathul Majid hal. 200).

Poin dari hadist ini juga menunjukkan bahwa orang tersebut meremehkan kesyirikan dan tidak terlalu peduli dengan agama.

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menjelaskan,

تدل ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻌﻈﻢ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺸﺮﻙ، ﻭﻟﻢ ﻳﻨﻜﺮﻩ ﺑﻘﻠﺒﻪ، ﺑﻞ ﻓﻌﻠﻪ ﻭﻫﻮ ﺭﺍﺽ ﺑﻪ، ﻭﻣﺜﻞ ﻫﺬﺍ ﻻ ﺷﻚ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﺮ

“Hal ini menunjukkan bahwa ia tidak menganggap besar perkara kesyirikan dan tidak mengingkari dalam hatinya, bahkan ia lakukan dengan ridha. Semisal ini tidak diragukan lagi telah kafir” (Fatwa Sual Wal Jawab no. 280192).

Hendaknya kita sebagai muslim belajar agama kita yang menunjukkan bahwa kita peduli dengan agama Islam. Sangat penting kita pelajari, mana tauhid dan mana syirik. Bahaya syirik sangat besar yaitu pelaku kesyirikan diancam masuk neraka dan diharamkan masuk surga.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun” (QS. Al Maidah: 72).

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni…
[13.57, 17/3/2022] B. Purwantara (Abu Aish): Pemimpin, Cerminan dari Rakyatnya
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  Follow on TwitterSend an emailSeptember 15, 201023 22,888 3 minutes read
Kadang kita sebagai rakyat jelata selalu menyalahkan Si Presiden. Pemimpin jadi tumpahan kesalahan atas kerusakan yang di mana-mana terjadi. Pemimpin yang jadi biang kesalahan atas korupsi di berbagai jajaran. Semua gara-gara Si Presiden. Kenapa setiap orang tidak mengintrospeksi diri sebelum menyalahkan penguasa. Yang patut dipahami, pemimpin adalah sebenarnya cerminan dari rakyatnya.

Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan,

وتأمل حكمته تعالى في ان جعل ملوك العباد وأمراءهم وولاتهم من جنس اعمالهم بل كأن أعمالهم ظهرت في صور ولاتهم وملوكهم فإن ساتقاموا استقامت ملوكهم وإن عدلوا عدلت عليهم وإن جاروا جارت ملوكهم وولاتهم وإن ظهر فيهم المكر والخديعة فولاتهم كذلك وإن منعوا حقوق الله لديهم وبخلوا بها منعت ملوكهم وولاتهم ما لهم عندهم من الحق ونحلوا بها عليهم وإن اخذوا ممن يستضعفونه مالا يستحقونه في معاملتهم اخذت منهم الملوك مالا يستحقونه وضربت عليهم المكوس والوظائف وكلما يستخرجونه من الضعيف يستخرجه الملوك منهم بالقوة فعمالهم ظهرت في صور اعمالهم وليس في الحكمة الالهية ان يولى على الاشرار الفجار الا من يكون من جنسهم ولما كان الصدر

“Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.

Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya. Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak. Dengan demikian berdasarkan hikmah Allah, apabila pada zaman kita ini dipimpin oleh pemimpin seperti Mu’awiyah, Umar bin Abdul Azis, apalagi dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, maka tentu pemimpin kita itu sesuai dengan keadaan kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita tersebut akan sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan konsekuensi dan tuntunan hikmah Allah Ta’ala.[1]

Oleh karena itu, untuk mengubah keadaan kaum muslimin menjadi lebih baik, maka hendaklah setiap orang mengoreksi dan mengubah dirinya sendiri, bukan mengubah penguasa yang ada. Hendaklah setiap orang mengubah dirinya yaitu dengan mengubah aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalahnya. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du [13] : 11)

Saatnya introspeksi diri, tidak perlu rakyat selalu menyalahkan pemimpin atau presidennya. Semuanya itu bermula dari kesalahan rakyat itu sendiri. Jika mereka suka korupsi, begitulah keadaan pemimpin mereka. Jika mereka suka “suap”, maka demikian pula keadaan pemimpinnya. Jika mereka suka akan maksiat, demikianlah yang ada pada pemimpin mereka. Jika setiap rakyat memikirkan hal ini, maka tentu mereka tidak sibuk mengumbar aib penguasa di muka umum. Mereka malah akan sibuk memikirkan nasib mereka sendiri, merenungkan betapa banyak kesalahan dan dosa yang mereka perbuat.

Semoga jadi renungan berharga di pagi yang penuh berkah.

 Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Share:

TAUHID MEMBERIKAN RASA AMAN DENGAN IZIN ALLAH

4 Keutamaan Kalimat Tauhid - Islampos

Mempelajari dan menerapkan TAUHID dalam kehidupan sehari-hari akan mendapatkan rasa aman. Hidupnya  akan tenang dan nyaman serta tidak ada rasa takut berlebihan, cemas dan depresi.

Mari kita lihat orang yang bertauhid dan menjauhi praktek syirik, mereka akan merasa aman.

√ Orang yang bilang ada pohon keramat, ia kalau jalan takut. Orang yang paham tauhid, tidak akan takut hanya karena pohon saja.

√ Yang percaya dengan jimat akan takut kalau jimatnya hilang atau tidak ada dan merasa akan ada yang mengganggu kalau tanpa jimat.

√ Yang percaya dengan kejatuhan cicak akan was-was dan khawatir tertimpa sial. Yang paham tauhid, akan merasa tenang-tenang saja.
.
√ Yang paham tauhid dan yakin " Semua takdir Allah Baik akan tenang dan tidak pernah cemas akan masa datang dan tidak akan depresi dengan masa lalu yang telah lewat.

√ Masih banyak keutamaan lainnya yang bisa mengantarkan pada rasa aman dan tenang.
.
Allah سبحانه وتعال berfirman,
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang berhak mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang berhak mendapatkan petunjuk. (Al An’am: 82).

Mereka yang tidak melakukan kedzaliman akan mendapatkan rasa aman. Tafsir kedzaliman di sini adalah kesyirikan

Ibnu Katsir membawakan tafsir beliau,

Dari Abdulkah beliau berkata, tatkala turun ayat "tidak mencamput iman dengan kedzaliman". Para sahabatnya bertanya, "siapa dari kita yang tidak pernah mendzalimi dirinya?". Maka turunlah ayat (menjelaskan), "Sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang besar. (Tafsir Ibnu Katsir).

Penyusun: Raehanul Bahraen

Share:

CLICK TV DAN RADIO DAKWAH

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Translate

INSAN TV

POPULAR

Arsip Blog

Cari