}

Berikut ini dialog panjang antara Syaikh Ramadhan al-Buthi dengan Syaikh al-Albani

 Belajar Ilmu Agama Itu Penting

 Jika kita menyebut sosok Syaikh Al al-Bani tentu pikiran kita tertuju pada satu sekte yang berpaham dengan pemahaman yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (Ibnul Wahab).

Syaikh al-Bani tidak segan-segan mengkritisi siapa saja yang tidak cocok menurutnya.

Berikut kami paparkan beberapa pernyataan beliau yang menurut kami patut untuk dicermati;

“Hadits-hadits shahih yang dikumpulkan oleh Bukhari dan Muslim bukan karena diriwayatkan oleh mereka tapi karena hadits-hadits tersebut sendiri shahih”. Tetapi dia (Albani) telah nyata berlawanan dengan kenyataannya sendiri karena pernah melemahkan hadits dari dua syeikh tersebut."

📚 Syarh Al-Aqidah at-Thahawiyah hal.27-28

Kontroversi Syaikh al-Albani dapat dilihat dalam kitabnya, "Silsilah al-Ahadits ad-Dha’Ä«fah wa al-Maudhu’at wa Atsaruha fÄ« al-Sayyi’" atau kitab "Dhaif Al-jami wa Ziyadatuh."
Alasan disusunnya kitab tersebut adalah untuk memurnikan akidah dan pemikiran umat Islam. Menurutnya cara yang ia lakukan dalam menilai hadits-hadits palsu telah sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam ilmu hadis.

ℹ️ Ada beberapa hadits shahih dari Imam Bukhari dan Imam Muslim berikut ini yang dilemahkan oleh Syaikh al-Albani:

Sabda Rasulallah bahwa Allah berfirman: "Aku musuh dari 3 orang pada hari kebangkitan, Orang yang mengadakan perjanjian atas NamaKu, tetapi dia sendiri melakukan pengkhianatan atasnya, Orang yang menjual orang yang merdeka sebagai budak dan makan harta hasil penjualan tersebut, orang yang mengambil buruh untuk dikerjakan dan bekerja penuh untuk dia, tapi dia tidak mau membayar gajinya."
(HR. Bukhari no. 2114) 

Syaikh Al-Albani berkata dalam "Dhaif Al-jami wa Ziyadatuh 4/111" bahwa hadits ini lemah.

Rasulullah bersabda;
“Kurbanlah satu sapi muda kecuali kalau itu sukar buatmu maka kurbanlah satu domba jantan.” 
(HR. Muslim no. 1963) 

Walaupun hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Jabir Radhiallahu 'Anhu, tapi Syaikh Al-Albani berkata hadits ini dhaif dalam kitab "Al-Jami wa Ziyadatuh, 6/64."

Rasulullah bersabda;
"Siapa yang membaca 10 surat terakhir dari Surah Al-Kahfi, akan dilindungi dari kejahatan Dajjal."
(HR. Muslim nr. 809).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad dan Nasa’i dari Abi Darda,
Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin 2/1021, juga mengutip hadits ini,
Namun dalam kitab "Dhaif Al-Jami wa Ziyadatuh, 5/233 Syaikh Al Bani menyatakan hadits ini lemah.

ℹ️ Berikut ini dialog panjang antara Syaikh Ramadhan al-Buthi dengan Syaikh al-Albani, yang terangkum dalam kitab beliau "Al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid asy-Syari’at al-Islamiyyah."

Syaikh al-Buthi bertanya: “Bagaimana cara Anda memahami hukum-hukum Allah, apakah Anda mengambilnya secara langsung dari al-Qur’an dan Sunnah, atau melalui hasil ijtihad para imam-imam mujtahid?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Aku membandingkan antara pendapat semua imam mujtahid serta dalil-dalil mereka lalu aku ambil yang paling dekat terhadap al-Qur’an dan Sunnah.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Seandainya Anda punya uang 5000 Lira. Uang itu Anda simpan selama enam bulan. Kemudian uang itu Anda belikan barang untuk diperdagangkan, maka sejak kapan barang itu Anda keluarkan zakatnya. Apakah setelah enam bulan berikutnya, atau menunggu setahun lagi?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Maksud pertanyaannya, kamu menetapkan bahwa harta dagang itu ada zakatnya?”

Syaikh al-Buthi berkata: “Saya hanya bertanya. Yang saya inginkan, Anda menjawab dengan cara Anda sendiri. Di sini kami sediakan kitab-kitab tafsir, hadits dan fiqih, silahkan Anda telaah.”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Hai saudaraku, ini masalah agama. Bukan persoalan mudah yang bisa dijawab dengan seenaknya. Kami masih perlu mengkaji dan meneliti. Kami datang ke sini untuk membahas masalah lain”.

Mendengar jawaban tersebut, Syaikh al-Buthi beralih pada pertanyaan lain: “Baik kalau memang begitu. Sekarang saya bertanya, apakah setiap Muslim harus atau wajib membandingkan dan meneliti dalil-dalil para imam mujtahid, kemudian mengambil pendapat yang paling sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Ya.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Maksud jawaban Anda, semua orang memiliki kemampuan berijtihad seperti yang dimiliki oleh para imam madzhab? Bahkan kemampuan semua orang lebih sempurna dan melebihi kemampuan ijtihad para imam madzhab. Karena secara logika, seseorang yang mampu menghakimi pendapat-pendapat para imam madzhab dengan barometer al-Qur’an dan Sunnah, jelas ia lebih alim dari mereka.”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Sebenarnya manusia itu terbagi menjadi tiga, yaitu muqallid (orang yang taklid), muttabi’ (orang yang mengikuti) dan mujtahid. Orang yang mampu membandingkan madzhab-madzhab yang ada dan memilih yang lebih dekat pada al-Qur’an adalah muttabi’. Jadi muttabi’ itu derajat tengah, antara taklid dan ijtihad.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa kewajiban muqallid?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Ia wajib mengikuti para mujtahid yang bisa diikutinya.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Apakah ia berdosa kalau seumpama mengikuti seorang mujtahid saja dan tidak pernah berpindah ke mujtahid lain?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Ya, ia berdosa dan haram hukumnya.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa dalil yang mengharamkannya?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Dalilnya, ia mewajibkan pada dirinya, sesuatu yang tidak diwajibkan Allah padanya.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Dalam membaca al-Qur’an, Anda mengikuti qira’ahnya siapa di antara qira’ah yang tujuh?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Qira’ah Hafsh.”

Syaikh Al-Buthi bertanya: “Apakah Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja? Atau setiap hari, Anda mengikuti qira’ah yang berbeda-beda?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Tidak. Saya hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Mengapa Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja, padahal Allah subhanahu wata’ala tidak mewajibkan Anda mengikuti qira’ah Hafsh. Kewajiban Anda justru membaca al-Qur’an sesuai riwayat yang dating dari Nabi Saw. secara mutawatir.”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Saya tidak sempat mempelajari qira’ah-qira’ah yang lain. Saya kesulitan membaca al-Qur’an dengan selain qira’ah Hafsh.”

Syaikh al-Buthi berkata: “Orang yang mempelajari fiqih madzhab asy-Syafi’i, juga tidak sempat mempelajari madzhab-madzhab yang lain. Ia juga tidak mudah memahami hukum-hukum agamanya kecuali mempelajari fiqihnya Imam asy-Syafi’i. Apabila Anda mengharuskannya mengetahui semua ijtihad para imam, maka Anda sendiri harus pula mempelajari semua qira’ah, sehingga Anda membaca al-Qur’an dengan semua qira’ah itu. Kalau Anda beralasan tidak mampu melakukannya, maka Anda harus menerima alasan ketidakmampuan muqallid dalam masalah ini. Bagaimanapun, kami sekarang bertanya kepada Anda, dari mana Anda berpendapat bahwa seorang muqallid harus berpindah-pindah dari satu madzhab ke madzhab lain, padahal Allah tidak mewajibkannya. Maksudnya sebagaimana ia tidak wajib menetap pada satu madzhab saja, ia juga tidak wajib berpindah-pindah terus dari satu madzhab ke madzhab lain?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Sebenarnya yang diharamkan bagi muqallid itu menetapi satu madzhab dengan keyakinan bahwa Allah memerintahkan demikian.”

Syaikh al-Buthi berkata: “Jawaban Anda ini persoalan lain. Dan memang benar demikian. Akan tetapi, pertanyaan saya, apakah seorang muqallid itu berdosa jika menetapi satu mujtahid saja, padahal ia tahu bahwa Allah tidak mewajibkan demikian?”

Syaikh Al-Albani menjawab: “Tidak berdosa.”

Syaikh al-Buthi berkata: “Tetapi isi buku yang Anda ajarkan, berbeda dengan yang Anda katakan. Dalam buku tersebut disebutkan, menetapi satu madzhab saja itu hukumnya haram. Bahkan dalam bagian lain buku tersebut, orang yang menetapi satu madzhab saja itu dihukumi kafir.”

Disini Syaikh al-Albani kebingungan untuk menjawab.

📚 Al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid asy-Syari’at al-Islamiyyah.

Kami mengajak anda yang selama ini gemar menyudutkan ulama-ulama tidak sepaham dengan anda untuk berpikir, apakah jalur pikiran anda sudah sesuai dengan sunnah Nabi atau sesuai dengan prinsip Syaikh Al Bani?

Anda yang gemar menuduh orang lain melakukan bid'ah sering kali menunjukkan sikap sempit, arogan, dan kurangnya ilmu.
Seolah-olah sekte anda yang memiliki monopoli kebenaran agama, padahal pemahamannya kerap dangkal dan terpaku pada interpretasi literal tanpa konteks. Menuduh bid'ah tanpa dasar kuat seperti dalil yang jelas atau pemahaman mendalam tentang usul fiqh hanya mencerminkan kebodohan yang diselimuti kesombongan.

Sikap semacam ini bukan saja memecah belah umat, tetapi juga bertentangan dengan akhlak mulia Islam yang menjunjung dialog, toleransi, dan husnuzan. Anda dan sekte anda telah lupa, bahwa menilai niat dan amal orang lain adalah hak Allah, bukan anda dan sekte anda. Jika tuduhan bid'ah dilontarkan sembarangan, justru berisiko jatuh ke dalam dosa ghibah dan fitnah, yang lebih berbahaya daripada bid'ah itu sendiri. Introspeksi dan belajar sebelum menuding adalah langkah yang lebih bijak.

Wallahu A'lam, semoga bermanfaat.

Follow kami, sebagai bentuk dukungan terhadap kami.
Bagikan keteman, saudara atau sanak famili anda agar mereka juga menambah ilmu.

Share:

Tidak ada komentar:

CLICK TV DAN RADIO DAKWAH

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Translate

INSAN TV

POPULAR

Cari