}

YAA ALLAH MUDAHKANLAH UNTUK MENJAGA SUNNAH ROSULMU

 Humor: Kisah Dua Sahabat di Padang Gurun - Islami[dot]co

Bismillah..

Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mewasiati umatnya agar berpegang dengan kuat pada ajaran (sunnah) beliau. Namun, kini umatnya lebih banyak yang meninggalkan ajaran beliau, meski azab yang keras dari Allah subhanahu wa ta’ala telah menanti.

Sunnah Nabi, sebuah istilah yang kerap kita mendengarnya, bahkan sering pula mengucapkannya. As-Sunnah (petunjuk/ajaran Nabi) adalah sesuatu yang menjadi landasan hidup kita sebagai penganut ajaran Islam. Kita semua sepakat untuk menjunjung tinggi dan mengagungkan As-Sunnah. Kita bersepakat pula bahwa yang merendahkannya berarti menghinakan Islam dan ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Namun, jika kita menengok realitas yang ada, apa yang dilakukan kaum muslimin dalam mengagungkan sunnah Nabi tampaknya sudah jauh dari yang semestinya. Bahkan, keadaannya sangat parah. Tidak tanggung-tanggung, di antara mereka ada yang menolak dengan terang-terangan As-Sunnah yang tidak mutawatir[1] dan mengatakan hadits ahad bukan hujah (dalil) dalam masalah akidah.

Ada pula yang menolak dan mengingkari Sunnah Nabi secara total dengan berkedok mengikuti Al-Qur’an saja. Padahal Al-Qur’an tidak mungkin dipisahkan dari As-Sunnah. Al-Qur’an memerintahkan untuk mengambil apa saja yang datang dari Nabi, yaitu sunnahnya.

Ada pula yang dengan terang-terangan menolak hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam karena dinilai tidak sesuai dengan akal.

Bentuk yang lebih parah dari ‘sekadar’ menolak adalah mengolok-olok As-Sunnah dan orang-orang yang mencoba berjalan di atasnya. Sangat disayangkan, sikap-sikap seperti ini justru kadang muncul dari orang-orang yang terjun dalam kancah dakwah, sementara lisan mereka juga mengatakan bahwa kita wajib mengagungkan As-Sunnah.

Mengagungkan As-Sunnah adalah perkara yang besar, bukan sekadar isapan jempol. Ia butuh bukti nyata dan praktik dalam kehidupan. Namun, kini keadaan justru sebaliknya, banyak orang menolaknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah mengisyaratkan akan datangnya keadaan ini,

لَأُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيْكَتِهِ يَأْتِيْهِ الْأَمْرُ مِنْ أَمْرِيْ مِمَّا أَمَرْتُ بِهِ أَوْ نَهَيْتُ عَنْهُ، فَيَقُوْلُ: لَا أَدْرِيْ مَا وَجَدْنَا فِي كِتَابِ اللهِ اتَّبَعْنَاهُ

“Sungguh-sungguh, aku akan dapati salah seorang dari kalian bertelekan (tiduran) di atas dipannya, (lalu) datang kepadanya salah satu perintahku atau salah satu laranganku lalu dia mengatakan, ‘Saya tidak tahu itu. Apa yang kami dapatkan dalam kitab Allah, kami ikuti’.” (Sahih, HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dari Abu Rafi, dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’, 7172).

Maksudnya, mereka menolak Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan alasan hanya mengikuti Al-Qur’an.

Semoga Allah Ta'ala memberikan Taufik dan Hidayahnya serta Menjauhkan kita dari Dosa.

Barakallahu Fiikum
Ebook klik bit.ly/abuaish

Share:

HUKUM MEMAJANG GAMBAR / FOTO / PATUNG ORANG YANG SUDAH MENINGGAL

Terdampar di Padang Pasir, Perempuan Australia Terpaksa Minum Urinenya -  Jawa Pos

Awal mula munculnya fitnah ini,terjadi pada kaum Nabi Nuh Alaihissallam,sebagaimana disebutkan oleh Allâh Azza wa Jalla :

قَالَ نُوحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا ﴿٢١﴾ وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا ﴿٢٢﴾ وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا ﴿٢٣﴾ وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا ۖ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا

“Nuh berkata, “Wahai Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.

Dan mereka telah melakukan tipu daya yang amat besar”.

Mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr. Sungguh mereka telah menyesatkan banyak manusia. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang zhalim (yakni orang-orang musyrik) itu melainkan kesesatan,”
[Nûh/71:21-24]

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu dalam riwayat Imam al-Bukhâri mengatakan, “Nama-nama sesembahan tersebut adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh Alaihissallam .

Ketika orang-orang shalih itu mati, muncullah setan membisikkan kepada manusia, “Buatlah patung-patung mereka di majelis-majelis kalian dan namakanlah dengan nama-nama mereka!” Manusia pun melakukan hal tersebut namun masih belum disembah,

sampai tatkala mereka meninggal dan ilmu semakin dilupakan, pada akhirnya patung-patung itupun disembah.”

al-Bukhâri dan Muslim di dalam kitab shahîh keduanya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, bahwa Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma menceritakan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang ia lihat di gereja Maria di negeri Habasyah (Ethopia) yang di dalamnya terdapat gambar-gambar atau patung-patung.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Mereka (Yahudi dan Nashara), bila ada seorang shalih diantara mereka meninggal, maka mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat patung-patung (monumen-monumen) ataupun gambar-gambar orang shalih tersebut di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allâh.”[10]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus pada saat bangsa Arab terfitnah dengan penyembahan patung orang-orang shalih yang dibangun di atas kuburan mereka atau disekitar Ka’bah.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ ﴿١٩﴾ وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ ﴿٢٠﴾ أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَىٰ ﴿٢١﴾ تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَىٰ

Apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap al-Lata, al-’Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allâh Azza wa Jalla ).

Apakah patut untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allâh anak perempuan. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.
[an-Najm/53:19-22]

al-Hâfizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, al-Bukhâri mengatakan,
“Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu tentang firman Allâh Azza wa Jalla “al-Latta dan al-’Uzza.”.

al-Latta adalah seorang lelaki yang suka membuat adonan roti dari gandum untuk para jamaah haji.[11]

Referensi: https://almanhaj.or.id/4061-pengagungan-kubur-dalam-pandangan-kaum-sufi.html

FITNAH MEMAJANG FOTO ORANG YG DIANGGAP SHALIH YANG TELAH MENINGGAL TERUS BERLANJUT DARI ZAMAN KEZAMAN

Dahulu orang tua dari Pariaman (salah satu Kabupaten di Sumatera Barat) ini,  adalah seorang tokoh agama yg cukup dikenal dan disegani

Selanjutnya setelah beliau wafat,beliau di kebumikan di daerah sungai sariak,Pariaman,dan hingga kini tidak sedikit kaum muslimin yg mendatangi kubur beliau dengan berbagai maksud dan alasan termasuk beribadah dan mencari berkah

Hingga saat ini,foto beliau dapat anda temukan dipajang pd sebagian rumah makan padang, dan sebagian orang yang memajang foto beliau meyakini dengan memajang foto dapat mendatangkan berkah, melariskan dagangan,melariskan Rumah Makan

Perhatikan Allah berfirman ;
“Katakanlah: “Aku (Muhammad) tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”.”
(QS Al-Araf [7]: 188)

Di dalam ayat ini,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan bahwa beliau tidak bisa mendatangkan manfaat dan tidak dapat menolak mudharat kecuali apa yang telah dikehendaki oleh Allah.

Padahal kita ketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan manusia yang paling tinggi derajatnya,yang paling mulia di sisi Allah. Namun, beliau diperintahkan untuk mengatakan hal tersebut.

Hal itu karena, memberikan manfaat dan menolak mudharat hanya Allah saja yang bisa melakukannya. Tidak ada seorang makhluk pun yang bisa melakukannya. Dan semua itu terjadi atas kehendak dariNya.

Kisah orang tua dari Pariaman ini, berawal dari ghuluw (berlebihan thdp orang yg dianggap sholeh), dan bila diyakini dapat memberi manfaat dan menolak mudhrat akan berakhir dengan kesyirikan
Dan kisah/fitnah seperti ini ada banyak,telah ada pada orang orang terdahulu,dan selalu berulang hingga akhir zaman

Kita berlindung pd Allah,agar terhindar dari segala bentuk kesyirikan, dengan tidak meninggalkan/menyebarkan sebuah foto pun,sebelum wafat,agar tidak menjadi fitnah kesyirikan bagi kaum muslimin kelak

Wallahu'alam

Share:

CINTA MEMBUAT IA BERTAHAN

97 Best Padang pasir ideas | pasir, dekorasi maroko, fotografi

Muhammad bin Isma'il, seorang ulama yang sangat terkenal dengan nama Imam Bukhari.
Tak terhitung fitnah dan cela yang beliau rasa layaknya setiap tokoh yang pasti memiliki lawan.

Namun, yang membuat sosok ini berbeda adalah beliau tidak membalas ataupun mengangkat tangan lalu berdoa agar Allah membalas mereka.

Hal ini menggugah rasa penasaran banyak orang dan pada akhirnya terlemparlah sebuah tanya, "Mengapa Engkau tidak pernah mendoakan keburukan terhadap orang-orang yang telah menzhalimi, menyakiti, dan memfitnah dirimu?"

Beliau menjawab, "Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, 'Bersabarlah sehingga kalian dapat berjumpa denganku di telaga (pada hari kiamat).'" (HR. Al Bukhari).

Ternyata, cinta dan rindu untuk bertemu dengan sang Nabi yang membuat beliau bertahan dan bersabar.

Saudaraku,
sudahkah kerinduan untuk bertemu dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam membuat Anda bertahan dan bersabar di tengah badai kehidupan?

Tambah bacaan klik bit.ly/abuaish

Share:

APAKAH MAKNA ISTIWA’ ALLAH DI ATAS ARSY ADALAH MENGUASAI ARSY?

 Arti Sebenarnya Mimpi di Padang Pasir yang Perlu Anda Tahu

Oleh: Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah[1]

Allah berfirman:

ٱلرَّحۡمَـٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ

Allah yang Maha Pemurah tinggi di atas 'Arsy. (QS. Thaha : 5)

Allah berfirman seperti ayat diatas pada tujuh ayat Al-Qur’an dan istiwa’ Allah disini sesuai hakikatnya (yaitu Allah tinggi di atas 'Arsy) menurut semua kelompok kaum muslimin melainkan kelompok Jahmiyah dan yang sesuai dengan mereka. Mereka mengatakan bahwa Istiwa’ diatas itu majaz (kiasan), kemudian mereka berselisih tentang makna majaznya. Tapi yang masyhur dari mereka adalah apa yang diceritakan oleh (Imam Abul Hasan) Al-Asy’ari dari mereka dan beliau membid’ahkan mereka serta menyesatkan mereka, yaitu mereka mentakwil makna Istiwa’ dengan menguasai. Apa yang mereka ucapkan ini batil dilihat dari 42 sisi (tapi kita sebutkan 10 saja-pent):

1. Sesungguhnya kata istiwa’ di dalam bahasa arab yang Allah berbicara dengan kita lewat bahasa mereka dan Dia menurunkan kitab-Nya dengannya ada dua bentuk: mutlak dan muqayyad (terikat). Yang mutlak adalah yang tidak bersambung dengan huruf, seperti firman-Nya:

وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ ۥ وَٱسۡتَوَىٰٓ

Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya. (QS. Al-Qashash : 14)

Makna istawa disini adalah sempurna.

Adapun yang muqayyad, maka ada tiga bentuk:

A. Muqayyad dengan huruf إلى (ilaa)seperti dalam firman-Nya:

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعً۬ا ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia tinggi di atas langit. (QS. Al-Baqarah : 29)

Maka ini bermakna tinggi, sesuai kesepakatan para salaf.

B. Muqayyad dengan huruf على ('ala) seperti dalam firman-Nya:

لِتَسۡتَوُ ۥاْ عَلَىٰ ظُهُورِهِ

Supaya kamu duduk di atas punggungnya. (QS. Az-Zukhruf : 13)

Maka ini juga bermakna tinggi sesuai kesepakatan ahli bahasa.

C. Muqayyad dengan huruf  و (wawu) (ma’a) seperti dikatakan: Istawa al-maau (air) wa Al-Khasyabah (kayu), maknanya setara dengannya. Inilah makna Istiwa’ yang benar menurut bahasa arab dan tidak ada yang bermakna menguasai sama sekali. Tidak ada satu ahli bahasa arab yang bisa dijadikan referensi yang menukilkan makna Istiwa’ itu menguasai. Sesunguhnya yang mengatakan Istiwa’ bermakna menguasai adalah sekelompok ahli nahwu yang terkontaminasi dengan pemikiran kelompok Mu’tazilah dan Jahmiyah.

2. Sesungguhnya yang mengatakan Istiwa’ bermakna menguasai tidaklah memiliki dalil, namun hanya dusta belaka. Mereka hanya berdalil dengan ucapan seorang penyair.

قد   استوى بشر على العراق          من غير سيف أو دم مهراق

Sungguh Bisyir telah menguasai Irak     Tanpa (hunusan) pedang atau pertumpahan darah

Bait syair ini bukan dari syair arab (yang bisa dijadikan referensi).

3. Sesungguhnya para pakar bahasa arab ketika mendengar takwil mereka tersebut langsung mengingkarinya dengan keras. Ibnu Al-A’raabi pernah ditanya: Apakah benar jika Istawa ditafsirkan dengan Istaula/menguasai? beliau menjawab: Orang arab tidak mengetahui makna tersebut. Dan beliau adalah senior imam bahasa arab.

4. Al-Khaththaabi pernah berkata di dalam kitabnya “Syiar Ad-Diin”: Ucapan bahwa Allah ada di atas Arsy. Kemudian beliau membawakan dalil dari ayat-ayat Al-Qur’an seraya berkata: Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Allah ada di atas langit, tinggi di atas Arsy. Dan telah menjadi sesuatu yang lumrah dalam diri kaum muslimin baik yang awam atau yang alim untuk mereka berdoa kepada Rabb mereka ketika bermunajat dengan mengangkat kedua tangan mereka ke atas langit. Itu semua dikarenakan ilmu tentang Allah (yang dimunajati) ada di atas langit. Kemudian beliau juga berkata: Sebagian orang mengira bahwa maknanya adalah menguasai dengan berdasarkan kepada bait syair yang misterius, yang tidak diucapkan oleh seorang penyair arab yang masyhur yang bisa dijadikan sebagai hujjah. Seandainya makna Istiwa’ adalah menguasai, maka ucapan (ayat di atas) itu tidak ada faidahnya. Hal ini karena ilmu dan kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu, meliputi semua tempat baik di langit maupun di bumi dan yang di bawah Arsy. Maka adakah makna pengkhususan disebutkannya Arsy? Kemudian ada makna yang tersirat dari Istiila’/menguasai yaitu adanya perebutan. Apabila telah menang (merebut), maka dikatakan dia telah menguasainya (apakah terjadi perebutan arsy antara Allah dan selain-Nya- pent). Inilah ucapan beliau dan beliau termasuk imam bahasa arab.

5. Sesungguhnya menafsirkan Istiwa’ dengan menguasai termasuk menafsirkan Kalamullah/firman Allah dengan akal semata yang tidak pernah dilakukan oleh seorang sahabat Nabi atau tabi’in, atau imam kaum muslimin atau salah seorang dari ahli tafsir yang mereka meriwayatkan dari para salaf.

6. Sesungguhnya menafsirkan Al-Qur’an yang menyelisihi penafsiran para salaf mengandung dua kemungkinan:

a. Itu penafsiran yang salah

b. Ucapan salaf itu yang salah. Orang yang berakal tidak meragukan lagi bahwa ucapan yang menyelisihi ucapan salaf itulah yang keliru.

7. Sesungguhnya kata Istiwa’ ini telah disebutkan berulang-ulang di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan tidak disebutkan sama sekali dengan kata Istiila’/menguasai. Seandainya maknanya adalah Istiila’/menguasai maka akan disebut di banyak tempat dengan kata Istiila’/Istaula. Dan apabila dalam salah satu tempat disebutkan dengan kata Istiwa’ maka dimaknai dengan Istiila’ karena itu yang sudah dikenal. Adapun kalau suatu kata itu disebutkan berulang kali dengan istilah/bahasa yang sama lalu dipalingkan kepada makna yang lain yang tidak pernah disebutkan, maka ini adalah puncak kesalahan dan ini bukanlah yang dimaksudkan oleh yang menginginkan penjelasan.

8. Di dalam ayat tersebut ada kata ثم yang artinya adalah kemudian. Jika Istiwa’ disitu dimaknai menguasai, maka tidak mungkin Allah menguasai Arsy setelah penciptaan langit dan bumi. Karena Arsy sudah ada 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.

9. Sesungguhnya telah terjadi ijma’/kesepakatan (diantara ulama ahlussunnah wal jamaah) bahwa Allah tinggi di atas Arsy secara hakikatnya bukan majaz.

- Berkata Imam Abu Umar Ath-Thalamanki –salah seorang ulama Malikiyah dan beliau juga guru dari imam Abu Umar ibnu Abdi Al-Barr- di dalam kitabnya Al-Wushul ila ma’rifah Al-Ushul: Ahlussunnah telah bersepakat bahwa Allah ada di atas Arsy-Nya sesuai dengan hakikatnya dan bukan majaz.

- Imam Ibnu Abdi Al-Barr di dalam kitabnya At-Tamhiid berkata tentang hadits turunnya Allah (ke langit dunia): Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa Allah di atas langit di atas Arsy yang ada di atas langit yang ke tujuh, sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama.

- Imam Al- Qurthubi berkata di dalam kitab tafsirnya yang masyhur tentang firman-Nya:

ٱلرَّحۡمَـٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ

Allah yang Maha Pemurah tinggi di atas 'Arsy. (QS. Thaha : 5)

Tidak ada seorang pun dari  para salafusshalih yang mengingkari bahwa Allah tinggi di atas Arsy secara hakikatnya. Akan tetapi mereka tidak mengetahui bagaimananya Istiwa’ Allah itu, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik: Makna Istiwa’ itu sudah dimaklumi dan bagaimananya tidak diketahui.

10. Sesungguhnya Imam Abul Hasan Al-Asy’ari telah meriwayatkan ijma’ ahlissunnah akan kebatilan tafsir Istiwa’ dengan Istiila’ (menguasai).

-----------------------------------------------

[1] Diringkas dan diterjemahkan dari kitab Mukhtashar As-Sawaa’iq Al-Mursalah hal.352-359.

Share:

SEBELUM DICIPTAKAN ARSY ALLAH DIMANA?

 Unik dan Menakjubkan, Ini 5 Fenomena Alam Ini Cuma Ada di Gurun

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ۖ يُغۡشِي ٱلَّيۡلَ ٱلنَّهَارَ يَطۡلُبُهُۥ حَثِيثًا وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتِۢ بِأَمۡرِهِۦٓ ۗ أَلَا لَهُ ٱلۡخَلۡقُ وَٱلۡأَمۡرُ ۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
"Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia beristiwa  di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan, dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Maha Suci Allah, Tuhan seluruh alam."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 54)

 Dalam suatu hadits Riwayat Imam Ahmad disebutkan:

   عَنْ وَكِيعِ بْنِ عُدُسٍ، عَنْ عَمِّهِ أَبِي رَزِينٍ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ؟ قَالَ: «كَانَ فِي عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ، وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ، ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ   “
Dari Waki’ bin Udus, dari pamannya yaitu Abu Razin, ia berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita Yang Maha Mulia sebelum menciptakan makhluknya?”. Rasulullah bersabda: “Allah berada di Ama’, di bawahnya tak ada udara dan di atasnya tak ada udara, kemudian Allah menciptakan Arasynya di atas Air”. (HR. Ahmad)

■DIMANAKAH ARSY?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الله عَلَى عَرْشِهِ وَ إِنَّ عَرْشَهُ عَلَى سَمَوَاتِهِ وَ أَرْضِهِ كَهَكَذَا وَ قَالَ بِأَصَابِعِهِ مِثْلَ اْلقُبَّةِ

“Sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy-Nya dan Arsy-Nya di atas langit-langit dan bumi, seperti begini dan beliau memberikan isyarat dengan jari-jemarinya seperti kubah.” HR Ibnu Abi Ashim dalam As-sunnah 1/252

■BAGAIMANA MENGENAI SEKELOMPOK ORANG YANG TIDAK BERIMAN THD ARSY ALLAH DIATAS LANGIT?MENCARI-CARI KAIFIYATNYA? DAN SELALU BERTANYA UNTUK MENDEBAT ?

Ketika Imam Malik (wafat th. 179 H) rahimahullah ditanya tentang istiwa’ Allah, maka beliau menjawab:

َاْلإِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ، وَمَا أَرَاكَ إِلاَّ ضَالاًّ.

“Istiwa’-nya Allah ma’lum (sudah diketahui maknanya), dan kaifiyatnya tidak dapat dicapai nalar (tidak diketahui), dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut adalah perkara bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali dalam kesesatan.”

Semoga bermanfaat...

Share:

5 Amalan Ringan Penghantar Ke Syurga

Pentingnya Belajar Dalam Islam - SDIT Al Hasanah Bengkulu

1⃣ Menuntut Ilmu Syar’i

Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga.” [HR Muslim]

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah: "Sesungguhnya ilmu syar’i menunjukkan kepada Allah dari jalan yang paling dekat kepada-Nya, barangsiapa yang menempuh jalannya dan tidak keluar dari jalurnya maka ia akan sampai kepada Allah dan Surga dari jalan terdekat dan termudah. Akan mudah semua jalan yang akan menghantarkannya menuju Surga". [Jaami’ul ‘ulum Wal Hikam 2/298]

2⃣ Membaca Ayat Kursi Setiap Selesai Shalat Fardhu

“Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai shalat, maka tidak ada yang dapat menghalanginya untuk masuk Surga kecuali jika dia mati.” [HR an-Nasaa’i Shahih].

Imam al-Munawi rahimahullah: “Berkata At-Taftazani: makna hadits ini adalah tidak tersisa dari syarat-syarat untuk masuk ke Surga kecuali kematian, seakan-akan kematian mencegahnya dan mengatakan: engkau harus melewatiku terlebih dahulu kemudian masuk ke dalam Surga.” [Faidhul Qadir 2/6].

3⃣ Menyingkirkan Gangguan di Jalan

Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh aku telah melihat seorang lelaki mondar-mandir di dalam Surga dikarenakan sebuah pohon yang dia tebang dari tengah jalan yang selalu mengganggu manusia.” [HR. Muslim].

4⃣ Menebarkan Salam

Nabi ﷺ bersabda: “Hai manusia sebarkan salam, berilah makan orang lain, hubungkanlah sanak keluarga, dan dirikanlah sholat ketika orang-orang sedang tidur, niscaya kamu akan masuk Surga dengan salam (damai).” [HR. Tirmidzi].

5⃣ Menjenguk Orang Sakit

Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang muslim menjenguk muslim yang lain di pagi hari melainkan 70.000 Malaikat bershalawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia berada di sore hari. Dan jika ia menjenguknya di sore hari maka 70.000 Malaikat bershalawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia berada di pagi hari. Dan ia memiliki buah-buahan yang dipetik di dalam Surga.” [HR. At-Tirmidzi, Shahih].

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ

📲 Islam Adalah Sunnah

Share:

Putra Abu Jahal jadi mujahid handal?

 #Bismillah
7 Pahlawan Islam yang Menginspirasi karena Kepribadiannya

Siapapun kamu yang pernah belajar Sirah Nabawiyah pasti tidak asing dengan nama Abu Jahal. Dia, adalah "Fir'aun umat ini", dalang kejahatan kaum musyrikin dan panglima musuh di Perang Badar. Tapi, tahukah kamu bahwa putranya adalah seorang mujahid hebat?

Namanya adalah Ikrimah bin Abi Jahal
Ketika Rasulullah ﷺ bersama 10 ribu sahabatnya membebaskan Kota Makkah tahun 8 Hijriah, nama Ikrimah menjadi "most wanted" karena kejahatannya begitu besar, sehingga ia masuk ke daftar orang-orang yang boleh dibunuh.

Mengetahui hal itu, Ikrimah kabur ke Yaman dan ia memutuskan untuk pergi jauh menaiki kapal. Namun qadarullah, di tengah samudera, kapal yang ia naiki diserbu badai ganas. Nahkoda berkata, "tak ada yang bisa kita lakukan lagi. Berhala-berhala kalian tak mampu memberi manfaat sedikitpun!"

Di saat-saat mencekam itu, di ujung detik menuju kematian Ikrimah berkata pada dirinya sendiri,
.
لئن أنجاني الله من هذا لأرجعَنَّ إلى محمد ولأضعنَّ يدي في يده"
.
"Jika Allah ﷻ menyelamatkan aku dari (badai) ini, sungguh aku akan kembali pada Muhammad, dan akan ku letakkan tanganku pada tangan beliau (membaiat Rasul)"
(Sumber : Tafsir Al Baghawi Surat Luqman ayat 32)

Dengan izin Allah, badai reda. Ikrimah selamat dan berusaha menepati janjinya sendiri. Dan subhanallah, usaha Ikrimah ini ternyata makin sempurna dengan masuk Islamnya istri beliau, Ummu Hakim. Sang istri menjadi penjamin Ikrimah agar selamat sampai di hadapan Rasulullah ﷺ. Sesampainya di hadapan Nabi, Ikrimah mengucapkan kalimat syahadatain.

Di hari bersejarah itu, Ikrimah berikrar tegas pada dirinya. Ia mengucapkan sebuah kalimat indah yang diucapkannya pada Baginda Rasulullah ﷺ :

يا رسول الله، والله لا أترك مقامًا قمتُهُ لأصدَّ به عن سبيل الله إلا قمتُ مثله في سبيله، ولا أترك نفقةً أنفقتها لأصد بها عن سبيل الله إلا أنفقت مثلها في سبيل الله

"Wahai Rasulullah, Demi Allah aku tidak akan meninggalkan tempatku dimana aku menghalangi manusia dari jalan Allah sampai aku menggantinya dengan perjuangan di jalan-Nya. Dan aku tidak akan melupakan semua biaya yang kuhabiskan untuk menghalangi manusia dari jalan Allah sampai aku mengeluarkan biaya yang besar pula untuk berjuang di jalan Allah."
(HR Al Hakim 3/270)

Menjadi Pejuang Hebat yang Melawan Kemurtadan

Khalifah Abu Bakar menugaskan Ikrimah memerangi kaum murtad di Oman
Abu Bakar juga mempercayakan Ikrimah menumpas kaum murtad di Yaman, kemudian beliau berangkat menuju Syam untuk menghadapi Kekaisaran Romawi Timur
Beliau menjadi tentara penunggang kuda hebat di Perang Yarmuk, di situlah beliau syahid.

"Biarkan Aku Membersihkan Masa Laluku!"

Detik-detik menjelang syahidnya Ikrimah adalah sebuah momen yang penting kita tadabburi. Di hari terik melawan Romawi itu, Ikrimah sangat bersemangat dan ia memutuskan untuk rela mati demi bisa merobek barisan musuh. Khalid bin Walid berkata pada Ikrimah, "Jangan lakukan itu wahai Ikrimah! Kematianmu akan jadi duka bagi Kaum Muslimin!"

Apa jawaban Ikrimah?

‏“إليك عني يا خالد فلقد كان لك مع رسول الله سابقة أما أنا وأبي فقد كنا من أشد الناس على رسول الله فدعني أكفر عما سلف مني”

"Tak usah kau menahanku wahai Khalid! Sungguh kau telah mendahuluiku dalam membela Rasulullah ﷺ, sedangkan aku dan ayahku menjadi manusia paling keras permusuhannya pada beliau. Biarkan aku membersihkan masa laluku!"
(Al Kamil fi At Tarikh, Ibnul Atsir)

Tambah ref klik bit.ly/abuaish

Share:

CARA SUJUD YG BENAR SESUAI DENGAN SUNNAH

 Sifat Shalat Nabi (37): Posisi Kaki Saat Sujud, Dirapatkan atau  Direnggangkan? - Rumaysho.Com

Secara umum, tata cara sujud yang benar telah disebutkan dalam hadis berikut:

Nabi ﷺ bersabda,
“Aku diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan: Dahi dan beliau berisyarat dengan menyentuhkan tangan ke hidung beliau, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua kaki.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits, tujuh anggota sujud dapat kita rinci:
a. Dahi dan mencakup hidung
b. Dua telapak tangan
c. Dua lutut
d. Dua ujung-ujung kaki.

Adapun bentuk sujud yang sempurna secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
1. Menempelkan Dahi dan Hidung di Lantai
“Nabi ﷺ menempelkan dahi dan hidungnya ke lantai…”.
(HR. Abu Daud, Turmudzi)

Nabi ﷺ bersabda,
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah.”
(HR. Ad Daruqutni dan At Thabrani)

Hadis ini menunjukkan, menempelkan hidung ketika sujud hukumnya wajib.

2. Meletakkan Kedua Tangan di Lantai dan Sejajar dengan Pundak atau Telinga
“Nabi ﷺ meletakkan kedua tangannya (ketika sujud) sejajar dengan pundaknya.”
(HR. Abu Daud, Turmudzi)

Dan terkadang “Beliau  meletakkan tangannya sejajar dengan telinga.”
(HR. Abu Daud dan An Nasa’i dengan sanad shahih)

3. Merapatkan Jari-jari Tangan dan Menghadapkannya ke Arah Kiblat
“Nabi ﷺ merapatkan jari-jari tangan ketika sujud.”
(HR. Ibn Khuzaimah dan Al Baihaqi)

“Beliau menghadapkan jari-jarinya ke arah kiblat.”
(HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih)

Ibn Umar رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ mengatakan,
“Nabi ﷺ suka menghadapkan anggota tubuhnya ke arah kiblat ketika shalat. Sampai beliau menghadapkan jari jempolnya ke arah kiblat.”
(HR. Ibn Sa’d)

4. Mengangkat Kedua Lengan dan Membentangkan Keduanya Sehingga Jauh dari Lambung.
“Beliau tidak meletakkan lengannya di lantai.”
(HR. Al Bukhari dan Abu Daud)

“Beliau mengangkat kedua lengannya dan melebarkannya sehingga jauh dari lambungnya, sampai kelihatan ketiak beliau yang putih dari belakang.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim)

“Beliau melebarkan lengannya, sehingga anak kambing bisa lewat di bawah lengan beliau.”
(HR. Muslim dan Abu ‘Awanah)

Nabi ﷺ sangat bersungguh-sungguh dalam merenggangkan kedua lengannya ketika sujud, sampai ada sebagian sahabat yang mengatakan, “Sungguh kami merasa kasihan dengan Nabi ﷺ karena beliau sangat keras ketika membentangkan kedua lengannya pada saat sujud.”
(HR. Abu Daud dan Ibn Majah, hasan)

Catatan:
Membentangkan kedua lengan ketika sujud dianjurkan jika tidak mengganggu orang lain yang berada di sampingnya. Jika mengganggu orang lain, misalnya ketika shalat berjamaah, maka tidak boleh membentangkan tangan, namun tetap harus mengangkat siku agar tidak menempel dengan lantai. Karena menempelkan siku ketika sujud termasuk tata cara sujud yang dilarang.

5. Menempelkan Kedua Lutut di Lantai.
Nabi ﷺ bersabda,
“Kami diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan: salah satunya bertumpu pada kedua lutut.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim)

Catatan:
Kedua lutut dirapatkan ataukah direnggangkan?

Tidak terdapat keterangan tentang masalah ini. Oleh karena itu, posisi lutut ketika sujud sebaiknya di sesuaikan dengan kondisi yang paling nyaman menurut orang yang shalat. Jika dia merasa nyaman dengan merenggangkan lutut, maka sebaiknya direnggangkan dan sebaliknya, jika dia merasa nyaman dengan kondisi dirapatkan kedua lututnya, maka sebaiknya dirapatkan.

Syaikh Ibn Al Utsaimin mengatakan,
“Hukum asal (gerakan shalat) adalah meletakkan anggota badan sesuai dengan kondisi asli tubuh sampai ada dalil yang menyelisihinya.”
(Asy Syarhul Mumthi’, 1:574)

6. Bersikap I’tidal Ketika Sujud
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin menjelaskan bahwa yang dimaksud
“i’tidal ketika sujud” adalah merenggangkan antara betis dengan paha, dan meregangkan antara perut dengan paha, masing-masing kurang lebih 90 derajat. Namun tidak boleh berlebihan ketika meregangkan betis dengan paha, sehingga lebih dari 90 derajat.
(Asy Syarhul Mumthi’, 1:579)

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi ﷺ  bersabda,
“Bersikaplah I’tidal ketika sujud.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Humaid رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ beliau menceritakan tata cara shalatnya Nabi ﷺ:
"…Ketika beliau sujud, beliau renggangkan kedua pahanya, tanpa sedikit pun menyentuhkan paha dengan perut beliau."
(HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh As Syaukani dalam Nailul Authar)

As Syaukani mengatakan: Hadis ini dalil dianjurkannya meregangkan kedua paha ketika sujud dan mengangkat perut sehingga tidak menyentuh paha. Dan tidak ada perselisihan ulama tentang anjuran ini.
(Nailul Authar, 2:286)

7. Meletakkan Ujung-ujung Kaki dan Ditekuk Sehingga Ujung-ujungnya Menghadap Kiblat
“Nabi ﷺ meletakkan dua lututnya dan ujung kedua kakinya di tanah.”
(HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih, dinyatakan shahih oleh Al Hakim)

“Beliau menegakkan kedua telapak kakinya.”
(HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih) Dan “Beliau memerintahkan (umatnya) untuk melakukannya.”
(HR. At Turmudzi, Al Hakim)

“Beliau menghadapkan punggung kakinya dan ujung-ujung jari kaki ke arah kiblat.”
(HR. Al Bukhari dan Abu Daud)

8. Merapatkan Tumit
“Beliau merapatkan kedua tumitnya (ketika sujud).”
(HR. At-Thahawi dan Ibn Khuzaimah)

Melaksanakan Gerakan Sujud Sebagaimana di Atas dengan Sungguh-sungguh
Karena demikianlah sunnah yang diajarkan Nabi ﷺ. Agar shalat kita bisa sempurna maka sunnah yang mulia ini harus kita jaga.

Semoga bermanfaat.
إِنْ شَاءَ اللّٰهُ

#UstadzAmmiNurBaits
@konsultasisyariah

Share:

CLICK TV DAN RADIO DAKWAH

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Translate

INSAN TV

POPULAR

Cari