۞ ﷽ ۞
Berkata Imam Asy-Syafi'i :
" Jika terdapat Hadits yang Shohih, maka Lemparkan (buang) pendapat-ku ke dinding .. "
__
Ar
Rabie, salah seorang murid Imam Asy Syafi'i rahimahumullah bercerita ;
dahulu ada seseorang yang bertanya kepada imam Syafi'i tentang sebuah
Hadits. Namun setelah pertanyaannya dijawab, orang itu pun kemudian
bertanya lagi ;
" Lalu bagaimana dengan pendapatmu -(terkait hadits itu) ? "
maka Gemetar dan marahlah imam Syafi'i, seraya beliau berkata pada orang itu :
أَيُّ سَمَاءٍ تُظِلُّنِي وَأَيُّ أَرْضٍ تُقِلُّنِي إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ وَقُلْتُ بِغَيْرِهِ
“Langit
mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai
kuriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian
aku berpendapat lain…!?!”
-(kitab Hilyatul Auliya’, 9: 107)
Ini tentunya adalah sikap mulia beliau rahimahullah yang tidak ingin dan tidak berani menentang hadits Nabi ﷺ.
Sebagaimana ucapan beliau (imam Asy Syafi’i) rahimahullah :
إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي
“Jika
terdapat hadits yang shohih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika
engkau melihat hujjah diletakkan di-atas jalan, maka itulah
pendapatku.”
-(kitab Majmu’ Al Fatawa, 20: 211)
Ketika suatu
pendapat manusia berseberangan dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka yang harus kita dahulukan adalah pendapat Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak seperti sebagian orang
ketika sudah disampaikan hadits shahih melarang ini dan itu atau
memerintahkan pada sesuatu, eh dia malah mengatakan,
“Tapi Pak Kyai saya bilang begini , atau " Pak ustadz saya pendapatnya lain dari itu .."
Maka
sikap tersebut ini sangat beda dengan imam Mazhab yang biasa jadi
rujukan kaum muslimin di negeri kita. Ketika ada hadits shahih yang
menyelisihi perkataannya, beliau (Imam Syafi'i) justru memerintahkan
untuk tetap mengikuti hadits tadi dan acuhkan (abaikan) pendapat pribadi
beliau rahimahullah.
Imam Syafi’i juga berkata,
إِذَا
وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ فَقُولُوا
بِسُنَّةِ رَسُولِ اللهِ وَدَعُوا مَا قُلْتُ -وفي رواية- فَاتَّبِعُوهَا
وَلاَ تَلْتَفِتُوا إِلىَ قَوْلِ أَحَدٍ
“ ..Jika kalian temukan
dalam kitabku ada sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi, dan
tinggalkanlah pendapatku ...'
–dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang.”
-(kitab Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1: 63)
كُلُّ حَدِيثٍ عَنِ النَّبِيِّ فَهُوَ قَوْلِي وَإِنْ لَمْ تَسْمَعُوهُ مِنيِّ
“Setiap
hadits yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
itulah pendapatku meski kalian tak mendengarnya dariku.”
-(Siyar A’laamin Nubala’, 10: 35)
كُلُّ
مَسْأَلَةٍ صَحَّ فِيْهَا الْخَبَرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ عِنْدَ أَهْلِ
النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَأَناَ رَاجِعٌ عَنْهَا فِي حَيَاتِي
وَبَعْدَ مَوْتِي
“Setiap masalah yang di sana ada hadits
shahihnya menurut para ahli hadits, lalu hadits tersebut bertentangan
dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku
tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku.”
-(Hilyatul Auliya’, 9: 107)
إِذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَهُوَ مَذْهَبِي وَإِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ
“Kalau
ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih
maka campakkan (buang)-lah pendapatku ke (balik) tembok.”
-(Siyar A’laamin Nubala’, 10: 35)
أَجْمَعَ
الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُولِ
اللهِ لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
“Kaum
muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah
(ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal
baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa
pun.”
-(I’lamul Muwaqi’in, 2: 282)
Perkataan Imam Syafi’i di
atas memiliki dasar dari dalil-dalil berikut ini di mana kita
diperintahkan mengikuti Al Qur’an dan hadits dibanding perkataan
lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ
مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ
الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
*“Dan ikutilah
sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu sebelum
datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya”*
-(QS. Az Zumar: 55).
Sebaik-baik yang diturunkan kepada kita adalah Al Qur’an, dan As Sunnah adalah penjelas dari Al Qur’an.
الَّذِينَ
يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ
هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ
*“Yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka
itulah orang-orang yang mempunyai akal”*
-(QS. Az Zumar: 18).
Kita sepakati bersama bahwa Al Qur’an dan As Sunnah adalah sebaik-baik perkataan dibanding perkataan si fulan.
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
*“Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukumannya.”*
-(QS. Al Hasyr: 7).
Dalam
hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Berpegang
teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang
mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah
tersebut dengan gigi geraham kalian.”
-(HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Syaikh Al Albani menyatakan hadits ini shahih)
Semoga kata-kata Imam Syafi’i di atas menjadi teladan bagi kita dalam berilmu dan beramal.
Hingga
tidak membuat kita jadi fanatik dan taklid buta pada suatu madzhab.
Boleh saja kita menjadikan madhzab Syafi’i sebagai jalan mudah dalam
memahami hukum Islam. Namun ingat, ketika pendapat madzhab bertentangan
dengan dalil, maka dahulukanlah dalil (Qur'an & Sunnah)
Wallahu waliyyut taufiq.
__
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 5 Rajab 1433 H
penulis : Ust. Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Link https://rumaysho.com/2472-
__
Tidak ada komentar:
Posting Komentar