}

KISAH DAN PELAJARAN BERHARGA UNTUK KAUM KHAWARIJ

Hasil gambar untuk khawarij"AL-HASAN BIN SHALIH BIN HAY " Adalah Seorang Ulama Ahli Hadits,Seorang Perawi Hadits,Kokoh Hafalan nya ,serta Ahli Ibadah ...

NAMUN DIA DIKELUARKAN JAJARAN ULAMA AHLUS SUNNAH ,KARENA MELAKUKAN SATU SEBAB, YAITU " BIDA'H KHAWARIJ "

Apakah Dia Membrontak dan Mengangkat Senjata ?? " Jawaban nya " BUKAN "!

DIA MELAKUKAN NYA ...Dengan Pemikiran-pemikiran nya....Pendapatnya...Perkataan nya...dari Mulut ke Mulut...MUNGKIN KALAU JAMAN SEKARANG DI "MEDIA MASA ,TV,atau SOSIAL MEDIA ( INTERNET ) "
_____________

MENGAPA AL-HASAN BIN SHALIH BIN HAYY DI-TAHDZIR DAN DIKELUARKAN DARI JAJARAN ULAMA AHLUS SUNNAH ?

Para ulama dahulu men-tahdzir Al-Hasan bin Shalih bin Hay, padahal beliau adalah penghafal Al-Qur’an, penghafal hadits dengan sanad-sanadnya, bukan sekedar nomor-nomornya, beliau juga ahli fiqh dan ahli ibadah. Mungkin tidak ada manusia zaman sekarang yang memyamainya dalam hal tersebut.

Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata tentangnya,

ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟﻜَﺒِﻴْﺮُ، ﺃَﺣَﺪُ ﺍﻷَﻋْﻼَﻡِ، ﺃَﺑُﻮ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﻬَﻤْﺪَﺍﻧِﻲُّ، ﺍﻟﺜَّﻮْﺭِﻱُّ، ﺍﻟﻜُﻮْﻓِﻲُّ، ﺍﻟﻔَﻘِﻴْﻪُ، ﺍﻟﻌَﺎﺑِﺪُ

“Dia adalah imam besar, salah seorang tokoh, dialah Abu Abdillah Al-Hamadani Ats-Tsauri Al-Kufi, seorang yang fakih, ahli ibadah.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/52]

Beliau ditahdzir hanya karena satu bid'ah, namun tergolong bid'ah yang berat, yaitu bid'ah khawarij, yang di masa ini mirip dengan aksi demo atau mendukung aksi tersebut, sebuah aksi yang secara teori dan fakta dapat memprovokasi masa untuk memberontak, menumpahkan darah, merusak stabilitas keamanan atau kericuhan dan lain-lain.

Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata,

ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺮَﻯ ﺍﻟﺤَﺴَﻦُ ﺍﻟﺨُﺮُﻭْﺝَ ﻋَﻠَﻰ ﺃُﻣَﺮَﺍﺀِ ﺯَﻣَﺎﻧِﻪِ ﻟِﻈُﻠْﻤِﻬِﻢ ﻭَﺟَﻮْﺭِﻫِﻢ، ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻣَﺎ ﻗَﺎﺗَﻞَ ﺃَﺑَﺪﺍً، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻻَ ﻳَﺮَﻯ ﺍﻟﺠُﻤُﻌَﺔَ ﺧَﻠْﻒَ ﺍﻟﻔَﺎﺳِﻖِ

“Al-Hasan berpendapat bolehnya memberontak terhadap Pemerintah di masanya karena kezaliman dan ketidakadilan mereka, akan tetapi dia tidak pernah berperang selamanya. Dan dia juga berpendapat tidak boleh sholat Jum’at di belakang imam yang fasik.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/58]

Oleh karena itu dahulu ada sekte khawarij yang kerjanya hanya berbicara tentang kejelekan pemerintah, tidak ikut mengangkat senjata untuk memberontak.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

ﻭﺍﻟﻘﻌﺪﻳﺔ ﻗﻮﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺑﻘﻮﻟﻬﻢ ﻭﻻ ﻳﺮﻭﻥ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﺑﻞ ﻳﺰﻳﻨﻮﻧﻪ

“Al-Qo’adiyah adalah satu kaum dari golongan Khawarij yang dahulu berpendapat dengan ucapan mereka, dan mereka tidak memandang untuk memberontak, akan tetapi mereka memprovokasi untuk melakukannya (dengan kata-kata).” [Fathul Bari, 1/432]

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

بل العجب أنه وُجّه الطعن إلى الرسول صلى الله عليه وسلم ، قيل لـه : اعدل، وقيل لـه: هذه قسمة ما أريد بها وجه الله. وهذا أكبر دليل على أن الخروج على الإمام يكون بالسيف ويكون بالقول والكلام، يعني: هذا ما أخذ السيف على الرسول صلى الله عليه وسلم، لكنه أنكر عليه
ونحن نعلم علم اليقين بمقتضى طبيعة الحال أنه لا يمكن خروج بالسيف إلا وقد سبقه خروج باللسان والقول. الناس لا يمكن أن يأخذوا سيوفهم يحاربون الإمام بدون شيء يثيرهم، لا بد أن يكون هنـاك شيء يثـيرهم وهو الكلام. فيكون الخروج على الأئمة بالكلام خروجاً حقيقة، دلت عليه السنة ودل عليه الواقع

“Sangat mengherankan tatkala celaan itu diarahkan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam (yaitu yang dilakukan oleh pentolan Khawarij, Dzul Khuwaisiroh). Dikatakan kepada beliau, “Berlaku adillah!” Juga dikatakan, “Pembagianmu ini tidak menginginkan wajah Allah!” Ini adalah sebesar-besarnya dalil yang menunjukkan bahwa memberontak kepada penguasa bisa jadi dengan senjata, bisa jadi pula dengan ucapan dan kata-kata. Maksudnya, orang ini tidaklah memerangi Rasul -shallallahu’alaihi wa sallam- dengan pedang, akan tetapi ia mengingkari beliau (dengan ucapan di depan umum).

Kita tahu dengan pasti bahwa kenyataannya, tidak mungkin terjadi pemberontakan dengan senjata, kecuali telah didahului dengan pemberontakan dengan lisan dan ucapan. Manusia tidak mungkin mengangkat senjata untuk memerangi Penguasa tanpa ada sesuatu yang bisa memprovokasi mereka. Mesti ada yang bisa memprovokasi mereka, yaitu dengan kata-kata. Jadi, memberontak terhadap Penguasa dengan kata-kata adalah pemberontakan secara hakiki, berdasarkan dalil As-Sunnah dan kenyataan.” [Fatawa Al-‘Ulama Al-Akabir, hal. 96]

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

الخروج على الأئمة يكون بالسيف، وهذا أشد الخروج، ويكون بالكلام: بسبهم، وشتمهم، والكلام فيهم في المجالس، وعلى المنابر، هذا يهيج الناس ويحثهم على الخروج على ولي الأمر، وينقص قدر الولاة عندهم، فالكلام خروج

“Memberontak kepada Pemerintah bisa jadi dengan senjata, ini adalah pemberontakan yang paling jelek, dan bisa jadi pula dengan ucapan, yaitu dengan mencaci, mencerca dan berbicara tentang kejelekan Pemerintah di majelis-majelis dan mimbar-mimbar, ini dapat memprovokasi dan mendorong manusia untuk memberontak terhadap pemerintah dan menjatuhkan kewibawaan Pemerintah di mata mereka, maka ucapan adalah pemberontakan.” [Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Qodhoya Al-‘Ashriyyah, hal. 107]

Asy-Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi hafizhahullah berkata,

فلا يجوز للإنسان أن ينشر المعايب. هذا نوع من الخروج, إذا نُشِرَتِ المعايب -معايب الحكام والولاة- على المنابر, وفي الصحف والمجلات, وفي الشبكة المعلوماتية؛ أبغض الناس الولاة, وألبوهم عليهم, فخرج الناس عليهم

“Tidak boleh bagi seseorang untuk menyebarkan aib-aib Pemerintah, ini termasuk pemberontakan, apabila aib-aib Penguasa disebarkan di mimbar-mimbar, koran-koran, majalah-majalah dan jaringan informasi, maka membuat orang-orang marah dan berkumpul untuk melawan, maka mereka pun memberontak kepada Pemerintah.” [Syarhul Mukhtar fi Ushulis Sunnah, hal. 339]

_______________________

Bagaimana cara menasihati Penguasa yang disyari’atkan? Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

فالنصح يكون بالأسلوب الحسن والكتابة المفيدة والمشافهة المفيدة , وليس من النصح التشهير بعيوب الناس , ولا بانتقاد الدولة على المنابر ونحوها , لكن النصح أن تسعى بكل ما يزيل الشر ويثبت الخير بالطرق الحكيمة وبالوسائل التي يرضاها الله عز وجل

“Nasihat hendaklah dengan cara yang baik, tulisan yang bermanfaat dan ucapan yang berfaidah. Bukanlah termasuk nasihat dengan cara menyebarkan aib-aib manusia, dan tidak pula mengeritik negara di mimbar-mimbar dan semisalnya. Akan tetapi nasihat itu engkau curahkan setiap yang bisa menghilangkan kejelekan dan mengokohkan kebaikan dengan cara-cara yang hikmah dan sarana-sarana yang diridhoi Allah ‘azza wa jalla.” [Lihat Majmu’ Al-Fatawa, 7/306]

Beliau rahimahullah juga berkata,

ليس من منهج السلف التشهير بعيوب الولاة , وذكر ذلك على المنابر; لأن ذلك يفضي إلى الفوضى وعدم السمع والطاعة في المعروف , ويفضي إلى الخوض الذي يضر ولا ينفع , ولكن الطريقة المتبعة عند السلف : النصيحة فيما بينهم وبين السلطان , والكتابة إليه , أو الاتصال بالعلماء الذين يتصلون به حتى يوجه إلى الخير

“Bukan termasuk manhaj Salaf, menasihati dengan cara menyebarkan aib-aib Penguasa dan menyebutkannya di mimbar-mimbar, sebab yang demikian itu mengantarkan kepada kekacauan serta tidak mendengar dan taat kepada Penguasa dalam perkara yang ma’ruf, dan mengantarkan kepada provokasi yang berbahaya dan tidak bermanfaat. Akan tetapi tempuhlah jalan yang telah dilalui oleh Salaf, yaitu nasihat antara mereka dan Pemerintah (secara rahasia), dan menulis surat kepada Penguasa, atau menghubungi ulama yang memiliki akses kepadanya, sehingga ia bisa diarahkan kepada kebaikan.” [Lihat Majmu’ Al-Fatawa, 8/210]

RENUNGAN MENDALAM DARI SEJARAH PARA IMAM

Sudaraku, tahukah Anda tentang seorang ahli hadits, ahli fikih dan ahli ibadah yang bernama Al-Hasan bin Shalih bin Hayy
?
Dia adalah rawi hadits yang terpercaya dan kokoh hapalannya, ahli ibadah yang menghabiskan kebanyakan waktu malamnya dengan ibadah dan sering menangis hingga pingsan karena takut kepada Allah.

Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata tentangnya,

الإِمَامُ الكَبِيْرُ، أَحَدُ الأَعْلاَمِ، أَبُو عَبْدِ اللهِ الهَمْدَانِيُّ، الثَّوْرِيُّ، الكُوْفِيُّ، الفَقِيْهُ، العَابِدُ

“Imam besar, salah seorang tokoh, dia adalah Abu Abdillah Al-Hamadani Ats-Tsauri Al-Kufi, seorang yang fakih, ahli ibadah.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/52]
Tetapi, para ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri, Yusuf bin Asbath, Zaaidah dan selain mereka rahimahumullah mentahdzir Al-Hasan bin Shalih bin Hayy.
Abu Nu’aim rahimahullah berkata,

دَخَلَ الثَّوْرِيُّ يَوْمَ الجُمُعَةِ مِنَ البَابِ القِبْلِيِّ، فَإِذَا الحَسَنُ بنُ صَالِحٍ يُصَلِّي، فَقَالَ: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ خُشُوْعِ النِّفَاقِ، وَأَخَذَ نَعْلَيْهِ، فَتَحوَّلَ إِلَى سَارِيَةٍ أُخْرَى

“Sufyan Ats-Tsauri masuk ke masjid di hari Jum’at melalui salah satu pintu, ternyata Al-Hasan bin Shalih sedang sholat, maka Sufyan Ats-Tsauri berkata: Kami berlindung kepada Allah dari khusyu’ kemunafikan. Lalu beliau mengambil sandalnya dan berpindah ke sisi yang lain.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/53]

Adz-Dzahabi rahimahullah juga menyebutkan,

كَانَ زَائِدَةُ يَجْلِسُ فِي المَسْجِدِ، يُحذِّرُ النَّاسَ مِنِ ابْنِ حَيٍّ، وَأَصْحَابِه

“Zaidah duduk di masjid untuk mentahdzir manusia dari Al-Hasan bin Shalih bin Hayy dan teman-temannya.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/54]

Abu Shalih Al-Farra’ rahimahullah berkata,

حَكَيتُ لِيُوْسُفَ بنِ أَسْبَاطٍ عَنْ وَكِيْعٍ شَيْئاً مِنْ أَمرِ الفِتَن، فَقَالَ: ذَاكَ يُشْبِهُ أُسْتَاذَهُ. يَعْنِي: الحَسَنَ بنَ حَيٍّ. فَقُلْتُ لِيُوْسُفَ: أَمَا تَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ هَذِهِ غِيبَةً? فَقَالَ: لِمَ يَا أَحْمَقُ، أَنَا خَيْرٌ لِهَؤُلاَءِ مِنْ آبَائِهِم وَأُمَّهَاتِهِم، أَنَا أَنْهَى النَّاسَ أَنْ يَعْمَلُوا بِمَا أَحْدَثُوا، فَتَتْبَعُهُم أَوْزَارُهُم، وَمَنْ أَطْرَاهُم كَانَ أَضَرَّ عَلَيْهِم

“Aku menghikayatkan kepada Yusuf bin Asbath sesuatu tentang Waki’ terkait perkara ‘fitnah’. Maka beliau berkata: Dia menyerupai gurunya, yaitu Al-Hasan bin Hayy. Aku pun berkata kepada Yusuf: Apakah kamu tidak takut ini menjadi ghibah? Maka beliau berkata: Kenapa wahai dungu, justru aku lebih baik bagi mereka daripada bapak dan ibu mereka sendiri, aku melarang manusia agar tidak mengamalkan bid’ah yang mereka ada-adakan, agar dosa-dosa mereka tidak berlipat-lipat, orang yang memuji mereka justru yang membahayakan mereka.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/54]Abu Sa’id Al-Asyaj rahimahullah berkata,

سَمِعْتُ ابْنَ إِدْرِيْسَ -وذُكِر لَهُ صَعْقُ الحَسَنِ بنِ صَالِحٍ- فَقَالَ: تَبسُّمُ سُفْيَانَ، أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ صَعْقِ الحَسَنِ

“Aku mendengar Ibnu Idris ketika disebutkan kepadanya tentang pingsannya Al-Hasan bin Shalih karena takut kepada Allah, maka beliau berkata: Senyumnya Sufyan lebih kami cintai daripada pingsannya Al-Hasan.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/54]

Al-Imam Ahmad bin Yunus rahimahullah yang telah belajar kepada Al-Hasan bin Shalih selama 20 tahun pun berkata,

لَوْ لَمْ يُولَدِ الحَسَنُ بنُ صَالِحٍ، كَانَ خَيْراً لَهُ
“Andaikan Al-Hasan bin Shalih tidak dilahirkan, itu lebih baik baginya.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/54]

Inilah beberapa penukilan tahdzir ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah di masa itu terhadap Al-Hasan bin Shalih bin Hayy, padahal dia adalah seorang ahli hadits yang kuat dan banyak hapalannya, ahli fikih dan ahli ibadah.

Ada Apa Dengannya?

Ketahuilah saudaraku, para ulama mentahdzirnya karena satu bid’ah[1], sebagaimana kata Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah,

ذَاكَ رَجُلٌ يَرَى السَّيْفَ عَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Dia adalah orang yang berpendapat boleh memerangi (Pemerintah zalim) umat Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/53]

Apakah Dia Pernah Memberontak dengan Senjata?

Sama sekali tidak pernah saudaraku, dia hanya memiliki pemikiran tersebut, namun tidak pernah melakukannya dan tidak pula terang-terangan menyebarkannya. Adz-Dzahabi rahimahullah berkata,

كَانَ يَرَى الحَسَنُ الخُرُوْجَ عَلَى أُمَرَاءِ زَمَانِهِ لِظُلْمِهِم وَجَوْرِهِم، وَلَكِنْ مَا قَاتَلَ أَبَداً، وَكَانَ لاَ يَرَى الجُمُعَةَ خَلْفَ الفَاسِقِ

“Al-Hasan berpendapat bolehnya memberontak terhadap Pemerintah di masanya karena kezaliman dan ketidakadilan mereka, akan tetapi dia tidak pernah berperang selamanya. Dan dia juga berpendapat tidak boleh sholat Jum’at di belakang imam yang fasik[2].” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/58]

Kesimpulan Adz-Dzahabi rahimahullah,

هُوَ مِنْ أَئِمَّةِ الإِسْلاَمِ، لَوْلاَ تَلَبُّسُهُ بِبِدعَةٍ
“Dia termasuk ulama Islam, kalaulah tidak melakukan bid’ah.” [Siyar A’lamin Nubala’, 7/52]

Perhatikanlah saudaraku rahimakallaah, hanya satu bid’ah, hanya satu kesalahan, tapi besar, karena menyelisihi prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka para ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah di masa itu melarang manusia untuk belajar kepadanya.

Perhatikan juga, para ulama tidak tertipu dengan keluasan ilmunya, kekuatan hapalannya dan kehebatan ibadahnya, hal itu karena para ulama benar-benar memahami manhaj dan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Inilah pentingnya menuntut ilmu agama bagi Ahlus Sunnah.
___________________

MENASEHATI PEMIMPIN / PEMERINTAH / ULIL AMRI ... JUGA ADA TATA CARA DAN ETIKA NYA ,SESUAI TUNTUNAN NABI

Pertama Kirimlah Surat ,Kirim Utusan ,Atau Nasehati Secara Diam2 dan Atau Bermusyawarah datang ke Tempat Pemimpin mu ...JANGAN Menjatuhkan Wibawa Pemerintah di depan Umum ...KARENA HANYA Bisa Jadi AKAN Berakibat Kegaduhan ,Huru-Hara ,Saling Menjatuhkan Antara Pemerintah dan Rakyatnya ,Serta Pertikain atau Perang yang tidak Berkesudahan ...Jangan ikuti Cara2 Kaum Khawarij atau Hizby yang Binasa dan Tersesat sebelum kalian !

*📝Dari ‘Iyadh, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,*

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلاَ يُبْدِ لَهُ عَلاَنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ لَهُ

*“Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan pahala baginya (orang yang menasihati)” 📚 📓 📒 (HR. Ahmad 3: 403. Syaikh Syu’aib Al Arnauht mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).*

*Cobalah lihat bagaimanakah nasehat para salafush sholih para pendahulu yang sholih dalam menyampaikan nasehat pada penguasa.*

*📝📚📓Ahmad meriwayatkan dalam Al-Musnad dari Sa’id bin Jumhan bahwa ia berkata, “Aku pernah bertemu Abdullah bin Abi Aufa. Aku pun mengadu, ‘Sesungguhnya penguasa benar-benar telah berbuat zhalim kepada rakyat!’ Kemudian dia memegang tanganku dan menggenggamnya dengan kuat. Katanya, ‘Celaka kamu Ibnu Jumhan! Kamu harus selalu berada dalam sawad a’zham (jama’ah). Kamu harus selalu berada dalam sawad a’zham(jama’ah). Jika penguasa mau mendengarmu, datangilah di rumahnya, lalu beritahu dia apa yang kamu ketahui. Jika dia mau menerima nasehat darimu, itulah yang diinginkan. Jika tidak mau, kamu bukanlah orang yang lebih tahu.’”

*Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,*

مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ ، إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

*“Barangsiapa melihat sesuatu pada pemimpinnya sesuatu yang tidak ia sukai, maka bersabarlah.

🔊Imam Nawawi rahimahullah berkata,*

وَأَمَّا الْخُرُوج عَلَيْهِمْ وَقِتَالهمْ فَحَرَام بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ ، وَإِنْ كَانُوا فَسَقَة ظَالِمِينَ.

*“Adapun keluar dari ketaatan pada penguasa dan menyerang penguasa, maka itu adalah haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama, walaupun penguasa tersebut adalah fasik lagi zholim” 📚📓📒(Syarh Muslim, 12: 229).*
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,*

يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».

*“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.“ Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?” Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka” 📚 📓 📒 (HR. Muslim no. 1847).*

*🔊📝Dalam Minhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan mengenai hadits di atas,*

فتبين أن الإمام الذي يطاع هو من كان له سلطان سواء كان عادلا أو ظالما

*📝“Jelaslah dari hadits tersebut, penguasa yang wajib ditaati adalah yang memiliki sulthon (kekuasaan), baik penguasa tersebut adalah penguasa yang baik atau pun zholim*

*🔊Ibnu Abil Izz rahimahullah berkata, “Hukum mentaati pemimpin adalah wajib, walaupun mereka berbuat zholim (kepada kita). Jika kita keluar dari mentaati mereka maka akan timbul kerusakan yang lebih besar dari kezholiman yang mereka perbuat. Bahkan bersabar terhadap kezholiman mereka dapat melebur dosa-dosa dan akan melipat gandakan pahala. Allah Ta’ala tidak menjadikan mereka berbuat zholim selain disebabkan karena kerusakan yang ada pada diri kita juga. Ingatlah, yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Oleh karena itu, hendaklah kita bersungguh-sungguh dalam istigfar dan taubat serta berusaha mengoreksi amalan kita” 📚 📓 📒 (Syarh Aqidah Ath Thohawiyah, hal. 381).*

*🔊Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Mendengar dan mentaati penguasa kaum muslimin mengandung maslahat dunia, mudahnya urusan hamba, dan bisa menolong hamba dalam mentaati Allah” 📚 📓 📒 (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 117).*

❌Termasuk cara yang keliru pula adalah mengingkari penguasa di hadapan orang banyak lewat majelis-majelis, ketika menyampaikan nasehat, khutbah, atau pelajaran, dan sebagainya, sementara penguasa tersebut tidak bersama kita. Yang kedua ini adalah termasuk ghibah (menggunjing penguasa saat ia tidak di bersama kita). Sebagaimana seorang rakyat jelata tidak boleh dighibahi, maka begitu pula penguasa. Allah Ta’ala berfirman menunjukkan haramnya ghibah,*

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

*“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” 📖(QS. Al Hujurat: 12).*

*❌Mengenai haramnya ghibah disebutkan pula dalam hadits berikut,*

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

*Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah mengghibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti)” 📚 📓 📒 (HR. Muslim no. 2589)*

Sumber Referensi Artikel :

http://sofyanruray.info/renungan-dan-peringatan-terkait-bi…/
Foto Talbis Hizbiyyah dan Harokiyyah.
Share:

Tidak ada komentar:

CLICK TV DAN RADIO DAKWAH

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Translate

INSAN TV

POPULAR

Arsip Blog

Cari