}

Cara Mengatasi Wabah Penyakit Menular Khalifah Abbasiyah Al Muqtadi bi Amrillah

Hasil gambar untuk coronaAl Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- mengisahkan peristiwa yg terjadi pd tahun 478 H, diantaranya :

Wabah malaria dan tha’un melanda Irak, Syam, dan Hijaz lalu diikuti dengan :

💡 Kematian mendadakKhalifah Abbasiyah Al Muqtadi bi Amrillah

💡 Lalu binasanya binatang-binatang liar di gurun

💡 Lalu hewan ternak pun mati, hingga terjadi kelangkaan susu dan daging

Bersamaan dengan itu semua, terjadi perang besar antara ahlus sunnah dan rafidhah (syi’ah) yang menewaskan banyak sekali korban jiwa. Kemudian pada bulan Rabi’ul Awwal bertiup angin topan yang menerbangkan pasir, menumbangkan pohon-pohon kurma dan yang lainnya, diiringi dengan halilintar di seluruh negeri hingga sebagian kalangan mengira bahwa kiamat tengah terjadi.

Dan di tahun itu pula terbitlah surat perintah resmi dari Khalifah Abbasiyah Al Muqtadi bi Amrillah yg memerintahkan agar :

🌹 Menghidupkan kembali gerakan amar ma’ruf nahi munkar di setiap tempat

🌹 Orang-orang kafir dzimmi mengenakan pakaian khas mereka yg membedakannya dari kaum muslimin

🌹 Alat-alat musik dimusnahkan

🌹 Khamer ditumpahkan

🌹 Orang-orang bejat diusir keluar negeri

Semoga Allah merahmati Sang Khalifah dan memberinya pahala yang besar.

Tak lama berselang setelah itu, semua musibah itu pun berakhir, walhamdulillah.

Diterjemahkan secara ringkas dari Al Bidayah Wan Nihayah 11/140.

Ust. Sufyan Baswedan

Baca Selengkapnya :
https://www.sufyanbaswedan.com/solusi-bagi-kondisi-saat-ini/
Share:

MENGIKUTI HAWA NAFSU, PENGHALANG DATANGNYA HIDAYAH

Hasil gambar untuk hawa nafsu
Add caption
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Sebuah hidayah untuk menerima kebenaran sangatlah berharga. Tidak semua hamba mendapatkannya. Bahkan tidak sedikit dari manusia justru terjatuh ke dalam perkara-perkara yang menyebabkan hidayah itu tercegah dari dirinya. Di antaranya adalah sikap sombong.

Salah satu contohnya adalah yang terjadi pada iblis ketika diperintah oleh Allah ta’ala untuk sujud kepada nabi Adam ‘alaihissalam, namun karena kesombongannya dia menolak :

“Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, kecuali iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman: “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi ?” Iblis berkata : “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” [QS. Shaad: 73-76]

Di ayat yang lain Allah ta’ala berfirman yang artinya :

“Berkata Iblis : “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” [QS. Al-Hijr : 33]

“Allah berfirman yang artinya : “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu ?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya : Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” [QS. Al-A’raf : 12]

FANATIK BUTA PENGHALANG HIDAYAH

Demikian pula yang termasuk penghalang turunnya hidayah adalah lebih mendahulukan hawa nafsu ketimbang mengikuti perintah-perintah Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.

Padahal Allah ta’ala menyebutkan di dalam al-Qur’an :

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [QS. Al-Qashash : 50]

Termasuk yang menghalangi seseorang dari menerima kebenaran adalah taklid atau fanatik buta terhadap pendapat seseorang, kebiasaan nenek moyangnya, adat istiadat ataupun mazhab tertentu meskipun dia tahu bahwa pendapat tersebut bertentangan dengan petunjuk Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sifat yang demikian ini sesungguhnya merupakan sifat dan perbuatan orang-orang musyrikin dahulu.

Allah ta’ala mengabarkan dalam al-Qur’an :

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab : “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatupun dan tidak mendapat petunjuk ?” [QS. Al-Baqarah : 170]

Sikap fanatik buta ini pada hakikatnya adalah gambaran sikap sombong, menjauh, membenci dan berpaling dari kebenaran.

Karena jika sekiranya seseorang itu memiliki sifat adil atau sportif, niat dan keinginan yang baik maka tentunya kebenaranlah yang dia harapkan dan dia utamakan.

Sehingga barangsiapa yang memang harapannya adalah mendapatkan kebenaran maka akan datang dan tampaklah baginya kebenaran tersebut serta mudah baginya untuk mengikutinya.

Namun sebaliknya, jika kebencian yang ada yang kemudian melahirkan sifat fanatik buta maka suatu hal yang mustahil untuk kebenaran itu menyapa.

Memang sudah sepantasnya bagi kita semua untuk banyak berkaca.

Menginstropeksi diri sudah sejauh dan sebesar apakah keinginan kita mendapatkan hidayah.

Atau justru malah sebaliknya, sulitnya hati kita untuk menerima kebenaran karena memang dalam hati kita masih menjamur benih-benih kebencian terhadap kebenaran tersebut. Fanatik buta menjadi salah satu buahnya, buah dari benci dan enggan menerima kebenaran.

Semoga Allah ta’ala senantiasa menolong kita di dunia dan akhirat serta menjauhkan diri kita dari segala sikap yang mencegah datangnya hidayah kepada kita.

Aamiin...

Wallaahu a’lam bish shawab...
Share:

APAKAH TERMASUK GHIBAH YANG HARAM DENGAN MEMBONGKAR KEBURUKAN SEOANG DA’I YANG MENYIMPANG ? .

Hasil gambar untuk gibah
👤Syaikh Utsaimin رَحِمَهُ اللهُ berkata :
“Seseorang seandainya dia mengghibahi seorang da’i yang jahat (menyimpang) dan menyebutkan namanya agar orang lain mewaspadainya, maka sesungguhnya hal ini tidak mengapa, bahkan bisa menjadi wajib atasnya, karena pada perbuatan tersebut terdapat upaya melenyapkan bahaya yang mengancam kaum muslimin, karena mereka tidak mengetahui tentang keadaan dai yang jahat tersebut” (Nuurun Alad Darb, kaset no. 158 side A).
.
👤Imam Ibnu Rajab al-Hanbali رَحِمَهُ اللهُ berkata :
“Membantah pendapat-pendapat yang lemah dan menjelaskan kebenaran yang menyelisihi pendapat-pendapat yang lemah tersebut berdasarkan dalil-dalil bukan termasuk yang dibenci oleh para ulama, bahkan termasuk yang mereka sukai dan mereka puji dan sanjung pelakunya, jadi hal itu bukan termasuk ghibah” (Al-Farqu Bainan Nashihah wat Ta’yir hal 3).
.
🔥 Sebagian orang berkata kepada Imam Ahmad rahimahullah bahwa berat baginya untuk berkata si B itu begini dan si C itu begitu (dalam rangka memperingatkan umat dari kebid’ahannya), maka Imam Ahmad pun berkata : “Jika kamu diam dan aku juga diam, maka kapan orang bodoh itu tahu mana yang benar dan mana yang salah ?” (Majmu’ Fatawa 28/231).
.
👤Imam Ahmad رَحِمَهُ اللهُ pernah ditanya :
“Mana yang lebih engkau sukai, seseorang berpuasa, shalat dan beri’tikaf atau dia membicarakan (penyimpangan) ahlul bid’ah ?” Maka beliau menjawab : “Kalau dia berpuasa, shalat dan beri’tikaf maka hal itu untuk dirinya sendiri, tapi kalau membicarakan (penyimpangan) ahlul bid’ah maka ini untuk dirinya dan kaum muslimin dan ini lebih utama“
.
👤Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رَحِمَهُ اللهُ berkata :
“Seandainya Allah tidak memilih orang yang dapat menolak bahaya ahlul bid’ah maka rusaklah agama ini. Dan kerusakannya lebih dahsyat dari pada kerusakan yang ditimbulkan oleh musuh dari kalangan ahli perang, karena mereka jika telah menguasai tidak akan memulai dengan merusak hati serta agama kecuali terakhir. Adapun ahli bid’ah mereka langsung merusak hati” (lihat Majmu’ Fatawa 28/231-232).
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599).
WAJIB MENJELASKAN KEBENARAN, APAPUN KATA MANUSIA ..!?

Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Dr Shalih Al-Fauzan Hafidzahullah:
"Apakah kita diam ketika melihat kesalahan? Kita membiarkan manusia terus demikian? Tidak, selamanya tidak boleh terjadi.
Wajib bagi kita untuk menjelaskan kebenaran dari yang bathil. (Biarlah), dengan itu orang yang rela akan tetap rela dan yang marah akan marah".
📚 Al-ajwibatul Mufidah Pertanyaan 101

"Seseorang menasehati temannya, bertakwalah kpada ALLAH!
Namun dia menjawab: URUS SAJA DIRIMU SENDIRI!"
Allah sangat membenci manusia yg berbicara sprti perkataaan tersebut!
📚 (HR. Baihaqi dalam syu'abul iman 1/359, An-nasai dalam amal al-yaum, 894. Dan di sahihkan al-Albani dalam as-shahihah no 2598)
WAJIB MENJELASKAN PENYIMPANGAN.DAI2 SYUBHAT..!?
Pertanyaan:
.
ما حكم ذكر أهل البدع والتشهير بهم في مواقع التواصل الاجتماعي؟
.
Apakah hukum menyebut ahli bid’ah dan membuat nama mereka dikenal di media-media sosial?
.
Jawaban:
.
نعم، لأجل التحذير منهم، طيب هذا، التشهير بهم لأجل التحذير منهم والإنكار عليهم، هذا شيء طيب. نعم.
.
Ya, dalam rangka memperingatkan orang lain dari bahaya mereka, ini bagus, membuat nama mereka dikenal dengan tujuan untuk memperingatkan orang lain dari bahaya mereka dan mengingkari mereka, ini adalah sesuatu yang bagus.
.
📼 Syarh Fathul Majid, Selasa, 14 Rajab 1438 H
TIDAK DISEBUT GHIBAH MEMBICARAKAN KEJELEKAN AHLUL BID'AH, AGAR MANUSIA MENJAUHI KEBID'AHANNYA
قــال الإمــام أحمـد:لا غيبـــة لأصحـــاب البـــدع ).
( طبقات الحنابلة (2/274)).
Berkata Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah: Tidak ada ghibah bagi pelaku bid'ah. (Thabaqat al-Hanabilah: 2/274)
قــال إ براهيم : ( ليــس لصاحــب بدعــة غيبـــة ). (الإبانـــة(2/449)).
Berkata Ibrahim rahimahullah: Tidaklah ghibah bagi ahlul bid'ah. (Al-Ibanah: 2/449)
قــال الحسن : ليـس لصاحب بدعـة غيبـة، ولا لفاسق يعلن فسقـه غيبـة. (شرح أصول السنة للألكائي (1/158))
Berkata Al-Hasan rahimahullah : Tidak ada ghibah bagi ahlul bid'ah dan menjelaskan kefasikan org fasik secara terang2an bukanlah ghibah.
(Syarh Ushulus Sunnah, karya al-Lalikai: 1/158)
Share:

HUKUM MENGUCAPKAN SHADAQALLAHUL AZHIM SETELAH MEMBACA AL-QUR'AN

Hasil gambar untuk al quranOleh: Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta
.
Pertanyaan: Apa hukum mengucapkan “shadaqallahul azhim” setelah selesai membaca Al-Qur’an?
.
Jawaban: Ucapan, “Shadaqallahul ‘azhim” setelah membaca Al Qur’an adalah bid’ah, karena Nabi ﷺ tidak pernah melakukannya, demikian juga para khulafa’ur rasyidin, seluruh sahabat radhiyallahu‘anhum dan imam para salafus shalih, padahal mereka banyak membaca Al Qur’an, sangat memelihara dan mengetahui benar masalahnya. Jadi, mengucapkannya dan mendawamkan pengucapannya setiap kali selesai membaca Al Qur’an adalah perbuatan bid’ah yang diada-adakan.
.
Telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda,
.
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَدٌ
.
“Barangsiapa membuat suatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak.” [HR. Bukhari dalam Ash Shulh (2697) dan Muslim dalam Al Aqdhiyah(1718)]
.
📚 [Fatawa Al Lajnah Ad Da’imah, fatwa no. 3303]
.
Usai tadarus (mentadaburi) Al-Qur'an yg disunnahkah untuk diucapkan:
.
Dari Aisyah Radhiallahu'anha, dia berkata: "Setiap Rasulullah ﷺ di suatu tempat, setiap membaca Al-Quran dan setiap melakukan shalat, beliau mengakhirinya dengan beberapa kalimat." Aisyah Radhiallahu'anha berkata: Aku berkata: "Wahai Rasululllah! Aku melihat engkau setiap duduk di suatu majelis, membaca Al Quran atau melakukan shalat, engkau selalu mengakhiri dengan beberapa kalimat itu." Beliau bersabda: "Ya, barangsiapa yang berkata baik akan distempel pada kebaikan itu (pahala bacaan kalimat tersebut), barangsiapa yang berkata jelek, maka kalimat tersebut merupakan penghapusnya."
.
سُبْحَانَكَ [اللَّهُمَّ] وَبِحَمْدِكَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك
.
"Subhaanakallahumma wabihamdika, laa ilaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik." [HR. An-Nasa’i dalam kitab ‘Amalul Yaum wal Lailah, lihat Hisnul Muslim]
.
Wallahu a'lam, semoga bermanfaat.
.
Share:

DALILNYA AHLUL BID'AH DALAM MEMBANTAH AHLUSSUNNAH

Hasil gambar untuk salah jalanOleh : Abu Fadhel Majalengka

Kalau ahlul bid'ah (ahlul hawa) didakwahi atau kita berdiskusi dengan mereka, pasti dalilnya bukan alquran dan as sunnah. Sekalipun dalilnya alquran dan as sunnah, namun maknanya atau tafsirnya bukan dengan pemahaman para salaf. Mereka selewengkan pengertiannya untuk mendukung kebid'ahan mereka. Atau mereka mencocok-cocokkan dalil dengan amalan mereka.

Dalil apa yang menjadi andalannya ahlul bid'ah, berikut ini kami paparkan sebagiannya.

**Pertama, Pokoke Ngikut Nenek Moyang.

AHLUL BID'AH apabila disampaikan kepada mereka, bahwa perkara itu atau amalan tersebut tidak ada dalilnya, tidak ada syariatnya, tidak ada contoh dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya, tidak diperintahkan Allah dan Rasulnya, mereka pun menolak dan membantahnya.

Apa jawaban dan bantahan mereka? Jawaban mereka sama seperti halnya jawaban orang-orang jahiliyah terdahulu, apabila dikatakan kepada mereka, “ Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah (alquran) dan mengikuti Rasul (as sunnah), mereka mengatakan, kami hanya mengikuti kebiasaan nenek-nenek moyang kami. Adat istiadat orang-orang tua kami

Allah Ta'ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ.

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?" (QS. Al Baqarah : 170).

Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ..

Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami menger-jakannya".  Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? (QS. Al Maidah : 104).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :

Yakni apabila mereka diseru untuk mengikuti agama Allah, syariat-Nya, dan hal-hal yang diwajibkan-Nya serta meninggalkan hal-hal yang diharamkan-Nya, maka mereka menjawab, "Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya," yakni peraturan-peraturan dan tradisi yang biasa dilakukan oleh nenek moyang mereka.

Allah Ta'ala berfirman:

Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa. (QS. Al-Maidah: 104)

Yakni tidak mengerti perkara yang hak, tidak mengetahuinya, tidak pula mendapat petunjuk mengenainya. Maka bagaimanakah mereka akan mengikuti nenek moyang mereka, sedangkan keadaan nenek moyang mereka demikian? Mereka hanyalah mengikuti orang-orang yang lebih bodoh daripada mereka dan lebih sesat jalannya. (Tafsir Ibnu Katsir).

Dan masih banyak ayat-ayat serupa dalam al-Qur’an, yang menggambarkan taklidnya mereka kepada nenek moyang mereka, walaupun disampaikan kebenaran pada mereka, tetap mereka tidak mau mengikuti Allah dan RasulNya.

**Kedua, Pokoke Mengikuti Kebanyakan Orang.

Dalil ini sering ahlul bid'ah katakan. Kita mengikuti kebiasaan masyarakat yang sudah turun temurun. Kita mengikuti kebanyakan orang. Masa amalan yang sudah dilakukan berpuluh-puluh tahun oleh mayoritas kita ini salah.

Kalau amalan tersebut yang diamalkan orang banyak tersebut bersesuaian dengan dalil, maka itu tidak masalah, yang bermasalah itu kalau amalan tersebut bertentangan dengan dalil.

Karena kebenaran itu tidak didasari dengan banyaknya orang yang mengikuti, tetapi kebenaran itu yang bersesuaian dengan dalil. Kalau hanya sekedar mengikuti orang banyak, tanpa pengetahuan ada dalil atau tidak, bisa-bisa kita tersesat.

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُون
َ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS. Al An’am 116).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menafsirkan:

يقول تعالى، لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم، محذرا عن طاعة أكثر الناس فإن أكثرهم قد انحرفوا في أديانهم وأعمالهم، وعلومهم. فأديانهم فاسدة، وأعمالهم تبع لأهوائهم، وعلومهم ليس فيها تحقيق، ولا إيصال لسواء الطريق.

“Allah berfirman kepada nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memberi peringatan dari mengikuti mayoritas manusia, karena kebanyakan mereka telah berpaling dari agama, amal dan ilmu.  Agama mereka rusak, amal mereka mengikuti hawa nafsu dan ilmu mereka tidak diterapkan dan tidak bisa mencapai jalan yang benar. (Taisir Karimir Rahmah).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin -rahimahullah- berkata:

الحق ما قام عليه الدليل و ليس الحق فيما عمله الناس

Kebenaran itu berdasarkan dalil dan bukanlah kebenaran itu berdasarkan apa yang dilakukan (banyak) manusia. (Majmu al-Fatawa 7/367).

Berkata Al'Alamah Sholeh Al Fauzan hafidzahullah:

"الحق هو ما وافق الكتاب والسنة بفهم السلف". الأجوبة المفيدة - س113

Kebenaran itu adalah apa-apa yang mencocoki al-Qur'an dan as Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf. Al-Ajwibah al-Mufidah -pertanyaan ke 113.

**Ketiga, Pokoke Ikut Para Tokoh,ikut sepuh,ikut habib ikutPara Kiyai.

Begitu pula sanggahan mereka apabila diajak untuk mengikuti al Qur’an dan as Sunnah, mereka berdalih bahwa pemimpin pemimpin mereka, tokoh-tokoh mereka, atau orang-orang besar mereka, dan ketua-ketua adat mereka, kiyai-kiyai mereka melaksanakan kebiasaan dan amalan tersebut.

Mereka melaksanakan amalan dan kebiasaan tersebut karena mengikuti dan  diperintahkan oleh para tokoh dan pembesar mereka. Kami taat saja pada mereka, kalau memang keliru dan salah, kitakan cuma ikut saja, kalau dapat siksa ya para pemimpin itu yang disika. Dan lagian masa mereka keliru dan menyimpang, mereka kan juga orang berilmu kok, “Kata sebagian mereka”.

Apabila dikatakan kepada mereka, bahwa Allah dan RasulNya mengatakan demikian dalam al Qur’an dan as Sunnah, mereka bantah dengan mengatakan, “Menurut tokoh dan pembesar kami demikian. Menurut pimpinan kami seperti ini. Menurut kiyai kami ngono."

Apabila ini dijadikan alasan dan sandaran mereka dalam menolak kebenaran yang ada dalam al Qur’an dan as Sunnah, maka mereka akan menyesal, karena kelak di akherat ketika disiksa, mereka akan mengatakan, “Alangkah baiknya kami mengikuti Allah dan RasulNya”, penyesalan yang tiada gunanya lagi.

Allah Ta’ala berfirman:

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا. وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا . رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا.

Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: Alangkah baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (QS. Al Ahzab 66-68).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:

Tawus rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sadat ialah orang-orang yang terpandang dan orang-orang yang besar, yakni para cendikiawan mereka. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa kami mengikuti para pemimpin dan pembesar kami, yakni para tetua kami; dan kami menentang para rasul dengan keyakinan bahwa pemimpin kami berada dalam jalan petunjuk, dan sekarang ternyata mereka bukan berada dalam jalan petunjuk. (Tafsir Ibnu Katsir).

**Keempat, Pokoke Mengikuti Hawa Nafsu

Setiap kali ahlul bid'ah diberitahukan bahwa apa yang mereka amalkan tidak ada dalilnya, mereka katakan, "Menurut pikiran dan akal saya bagus tuh. Menurut perasaan saya tidak apa-apa. Menurut logika saya, sudah tepat amalan itu."

Beragama itu dengan dalil, bukan dengan akal dan perasaan. Kebenaran itu yang mencocoki dalil, bukan menurut hawa nafsunya. Kalau hawa nafsu dipertuhankan, yakni dengan memperturutkan hawa nafsunya dan mencampakkan dalil, maka mereka akan sesat dan menyesatkan.

Allah Ta'ala berfirman:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ.

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkan­nya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Al Jatsiyah : 23).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:

Yakni sesungguhnya dia hanya diperintahkan oleh hawa nafsunya. Maka apa saja yang dipandang baik oleh hawa nafsunya, dia kerjakan; dan apa saja yang dipandang buruk oleh hawa nafsunya, dia tinggalkan. (Tafsir Ibnu Katsir).

Kelima, Pokoke Wahabi

Ini senjata pamungkas kalau sudah kehabisan akal, "Dasar Wahabi". Mereka membenci dan memusuhi dakwahnya Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah. Dimana dakwah beliau terpusat pada
pemurnian akidah dari kotoran syirik dan mengajak kepada sunnah dan memberantas bid'ah.

Mereka mengatakan wahabi karena mengekor kepada orang-orang kafir yang ketakutan dengan pergerakan ini. Karena banyak negara islam yang dijajah oleh orang-orang kafir, bangkit kesadarannya dan mengadakan perlawanan karena dampak dari dakwah Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah.

Begitulah sejarah membuktikan, bahwa orang-orang kafir senantiasa bahu membahu dengan ahlul bid'ah untuk memerangi kaum muslimin ahlussunnah sepanjang masa.

Mereka menisbatkan dakwah Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah dengan perkataan WAHABI dalam rangka menipu umat. Supaya umat mengira bahwa wahabi yang dimaksud ini adalah yang telah disesatkan oleh para ulama terdahulu sebelum Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah lahir, yakni pergerakan WAHABI KHAWARIJ Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H.

Berkata Imam Al Winsyarisi rahimahullah (wafat tahun 914 H) :

سئل اللخمي : عن أهل بلد بنى عندهم الوهابيون مسجداً ، ما حكم الصلاة فيه ؟

Imam Al Lakmi (wafat tahun 478 H) pernah ditanya tentang suatu negeri yang disitu orang-orang Wahabiyyun membangun sebuah masjid, Bagaimana hukum shalat didalamnya?

Maka Imam Al-Lakhmi pun menjawab:

خارجية ضالة كافرة ، قطع الله دابرها من الأرض ، يجب هدم المسجد ، وإبعادهم عن ديار المسلمين

“Firqoh Wahabiyyah adalah firqoh khawarij yang sesat,semoga Allah menghancurkan mereka, masjidnya wajib untuk dihancurkan dan wajib untuk mengusir mereka dari negeri-negeri kaum muslimin “ (Al Mi’yar Al Mu’rib Fi Fatawa Ahli Al Maghrib pada jilid 11 Hal. 168).

Maka penisbatan WAHABI kepada dakwah Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah hanya sekedar fitnah ahlul bid'ah, syiah rofidhah dan kelompok-kelompok sesat lainnya dengan rujukan fatwa ulama tentang sesatnya khawarij wahabi abdul wahab bin abdurrahman bin rustum.
Coba yang punya akal sehat berpikirlah sejenak,  bagaimana mungkin ulama menyesatkan seseorang atau suatu kelompok yang seseorang atau kelompok tersebut belum lahir atau belum ada kecuali wahyu dari Allah Ta'ala, dan ini tidak mungkin karena wahyu telah berakhir, dengan diutusnya nabi terakhir Muhammad shallallahu alaihi wa sallam

Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahhab rahimahullah lahir pada tahun (1115 H) dan wafat pada tahun (1206 H). Sedangkan fatwa ulama Imam Al Lakmi rahimahullah tentang sesatnya wahabi, beliau  wafat tahun 478 H. Dan yang membawakan fatwa Imam Al Lakmi rahimahullah adalah Imam Al Winsyarisi rahimahullah yang wafat tahun 914 H.

Hanya orang-orang yang memiliki akal yang error saja yang menuduh Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah wahabi yang sesat dengan berdasarkan fatwa ulama yang ratusan tahun sebelum Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahhab rahimahullah lahir.

Dengan ini, tentulah yang difatwakan wahabi khawarij sesat adalah gerakan wahabi khawarij di tahun 200 sampai 300 hijriyah, yang dipimpin oleh Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H.

Ditegaskan, bahwa panggilan WAHABI terhadap dakwah salafi ahlussunnah wal jamaah ini dalam rangka menipu dan memprovokasi orang awam untuk membenci dan memusuhi dakwah yang haq ini.

Inilah beberapa dalilnya AHLUL BID'AH dalam membantah AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH.

Re posts by Cinta Sunnah
Share:

Hadist shohih tentang surga

Hasil gambar untuk surga✅Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (Ali Imran: 185)

✅Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda : “Siapa yang masuk Surga akan hidup senang dan tidak akan mengalami kesussahan, pakaiannya tidak akan lusuh dan masa mudanya tidak akan sirna.” (HR. Muslim no.2836_dikeluarkan juga oleh Ahmad no.8835,9290).

✅Dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi bersabda : “Aku masuk ke Surga, ternyata di sana ada sungai yang di pinggirnya ada kemah-kemah yang terbuat dari mutiara. Maka aku memukulkan tanganku ke air yang mengalir itu, ternyata airnya adalah minyak kesturi yang sangat harum, lalu akau bertanya : ‘Apa ini, Wahai Jibril?’ Jibril menjawab: ‘Ini adalh kautsar yang diberikan Allah kepadamu.” (Shahiihul Jaami’ no.3260).

✅Dari Muawiyah bin Haidah ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya di Surga ada lautan Air, lautan madu, lautan susu, lautan khamr, kemudian darinya sungai-sungai mengalir.” (Shahiihul Jaami’ no.2118).

✅Makanan dan Minuman Penghuni Surga
Dari Jabir radiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah bersabda : “Para penduduk Surga akan makan dan minum di dalamnya, mereka tidak buang air besar, tidak beringus dan tidak buang air kecil. Akan tetapi makanan mereka menghasilkan sendawa yang wanginya sewangi minyak kesturi. Mereka diberikan insting untuk bertasbih dan bertahmid seperti kalian diberi insting untuk bernafas.” (HR. Muslim no.2835_diriwayatkan oleh Ahmad no.14408, Abu Dawud no.4741).

✅Barangsiapa yang termasuk ahli shalat,dia akan dipanggil dari pintu ahli shalat. Siapa yang termasuk ahli jihad, akan dipanggil dari pintu jihad. Siapa yang termasuk ahli puasa akan dipanggil dari pintu ‘ar-Rayyan ‘. Siapa yang termasuk ahli sedekah akan dipanggil dari pintu sedekah. Abu Bakar radiyallahu ‘anhu berkata: ‘Ayah ibuku menjadi tebusanmu Wahai Rasulullah, tidak mengherankan orang-orang itu masing-masing dipanggil dari pintu tersebut, tetapi apakah ada yang dipanggil dari seluruh pintu tersebut?’ Beliau menjawab: ‘Ya, semoga engkau termasuk dari mereka’”. (Muttafaq ‘alaih_Bukhari no.1897 dan Muslim no.1027).

✅Kemah-Kemah, Taman-Taman dan Tanah Surga
Dari Abu Musa al-Asy’ari radiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda: “Bagi orang mukmin di Surga ada sebuah kemah dari mutiara yang berlubang. Panjangnya enam puluh mil, di dalamnya orang-orang mukmin diberi isteri-isteri yang apabila ia menggilir mereka, masing-masing tidak melihat yang lainnya”. (Muttafaq ‘alaih).

✅Pohon di Surga
Dari Abu Sa’id al-Kuhudri radiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda : “Di Surga ada dua pohon yang apabila orang melintasinya dengan naik kuda yang terlatih dan cepat selama seratus tahun, niscaya tidak akan selesai melewatinya.” (Muttafaq ‘alaih).

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda :

ﻣﺎ ﻓﻲﺍﻟْﺠﻨﺔِ ﺷﺠﺮَﺓٌ ﺇﻻَّ ﻮَﺳﺎ ﻗﻬﺎ ﻣﻦْ ﺬَﮪﺏ

“Tidak ada sebuah pohonpun di Surga, melainkan batangnya terbuat dari emas”. (Shahiihul Jaami’ no.5523).

✅Pasar di Surga
Dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Di Surga ada sebuah pasar yang diadakn hanya pada hari jum’at. Maka keika itu angin berhembus dari utara kemudian menerpa wajah-wajah mereka hingga menjadikannya semakin indah, merekapun kembali kepada isteri-isteri mereka dalam keadaan yang semakin bagus dan tampan, maka isteri-isteri mereka berkata: ‘Demi Allah, kalian semakin bagus dan tampan setelah meninggalkan kami.’Mereka juga berkata: ‘Kalian juga semakin bagus dan cantik setekah kami tinggalkan”. (HR. Muslim).

✅ Istana-Istananya
Dari Jabir bin ‘Abdullah radiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda : “Aku masuk Surga, ternyata di sana ada sebuah istana dari emas, maka aku bertanya: ‘Milik siapa istana ini?’ mereka berkata: ‘Milik seorang pria Quraisy’. Aku mengira orang itu adalah diriku, maka aku bertanya: ‘Siapa dia?’ mereka menjawab: ‘Umar bin al-Khathab’. Ketika itu tidak ada yang menghalangiku untuk memasukinya, melainkan aku tahu rasa cemburumu. ‘Umar berkata: ‘Apakah pantas aku cemburu kepadamu, wahai Rasulullah?”
. (Muttafaq ‘alaih)

Disisun oleh Humaira Medina
Share:

CLICK TV DAN RADIO DAKWAH

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Translate

INSAN TV

POPULAR

Arsip Blog

Cari