Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Kalau
ahlul bid'ah (ahlul hawa) didakwahi atau kita berdiskusi dengan mereka,
pasti dalilnya bukan alquran dan as sunnah. Sekalipun dalilnya alquran
dan as sunnah, namun maknanya atau tafsirnya bukan dengan pemahaman para
salaf. Mereka selewengkan pengertiannya untuk mendukung kebid'ahan
mereka. Atau mereka mencocok-cocokkan dalil dengan amalan mereka.
Dalil apa yang menjadi andalannya ahlul bid'ah, berikut ini kami paparkan sebagiannya.
**Pertama, Pokoke Ngikut Nenek Moyang.
AHLUL
BID'AH apabila disampaikan kepada mereka, bahwa perkara itu atau amalan
tersebut tidak ada dalilnya, tidak ada syariatnya, tidak ada contoh
dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya, tidak
diperintahkan Allah dan Rasulnya, mereka pun menolak dan membantahnya.
Apa
jawaban dan bantahan mereka? Jawaban mereka sama seperti halnya jawaban
orang-orang jahiliyah terdahulu, apabila dikatakan kepada mereka, “
Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah (alquran) dan mengikuti
Rasul (as sunnah), mereka mengatakan, kami hanya mengikuti kebiasaan
nenek-nenek moyang kami. Adat istiadat orang-orang tua kami
Allah Ta'ala berfirman:
وَإِذَا
قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا
أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا
يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ.
Dan apabila dikatakan
kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka
menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami
dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?" (QS. Al Baqarah : 170).
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا
قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ
قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ
آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ..
Apabila
dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah
dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang
kami dapati bapak-bapak kami menger-jakannya". Dan apakah mereka akan
mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? (QS. Al
Maidah : 104).
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :
Yakni
apabila mereka diseru untuk mengikuti agama Allah, syariat-Nya, dan
hal-hal yang diwajibkan-Nya serta meninggalkan hal-hal yang
diharamkan-Nya, maka mereka menjawab, "Cukuplah bagi kami apa yang kami
dapati bapak-bapak kami mengerjakannya," yakni peraturan-peraturan dan
tradisi yang biasa dilakukan oleh nenek moyang mereka.
Allah Ta'ala berfirman:
Dan
apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek
moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa. (QS. Al-Maidah: 104)
Yakni
tidak mengerti perkara yang hak, tidak mengetahuinya, tidak pula
mendapat petunjuk mengenainya. Maka bagaimanakah mereka akan mengikuti
nenek moyang mereka, sedangkan keadaan nenek moyang mereka demikian?
Mereka hanyalah mengikuti orang-orang yang lebih bodoh daripada mereka
dan lebih sesat jalannya. (Tafsir Ibnu Katsir).
Dan masih banyak
ayat-ayat serupa dalam al-Qur’an, yang menggambarkan taklidnya mereka
kepada nenek moyang mereka, walaupun disampaikan kebenaran pada mereka,
tetap mereka tidak mau mengikuti Allah dan RasulNya.
**Kedua, Pokoke Mengikuti Kebanyakan Orang.
Dalil
ini sering ahlul bid'ah katakan. Kita mengikuti kebiasaan masyarakat
yang sudah turun temurun. Kita mengikuti kebanyakan orang. Masa amalan
yang sudah dilakukan berpuluh-puluh tahun oleh mayoritas kita ini salah.
Kalau
amalan tersebut yang diamalkan orang banyak tersebut bersesuaian dengan
dalil, maka itu tidak masalah, yang bermasalah itu kalau amalan
tersebut bertentangan dengan dalil.
Karena kebenaran itu tidak
didasari dengan banyaknya orang yang mengikuti, tetapi kebenaran itu
yang bersesuaian dengan dalil. Kalau hanya sekedar mengikuti orang
banyak, tanpa pengetahuan ada dalil atau tidak, bisa-bisa kita tersesat.
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ
تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُون
َ
Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah). (QS. Al An’am 116).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menafsirkan:
يقول
تعالى، لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم، محذرا عن طاعة أكثر الناس فإن
أكثرهم قد انحرفوا في أديانهم وأعمالهم، وعلومهم. فأديانهم فاسدة، وأعمالهم
تبع لأهوائهم، وعلومهم ليس فيها تحقيق، ولا إيصال لسواء الطريق.
“Allah
berfirman kepada nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
memberi peringatan dari mengikuti mayoritas manusia, karena kebanyakan
mereka telah berpaling dari agama, amal dan ilmu. Agama mereka rusak,
amal mereka mengikuti hawa nafsu dan ilmu mereka tidak diterapkan dan
tidak bisa mencapai jalan yang benar. (Taisir Karimir Rahmah).
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin -rahimahullah- berkata:
الحق ما قام عليه الدليل و ليس الحق فيما عمله الناس
Kebenaran
itu berdasarkan dalil dan bukanlah kebenaran itu berdasarkan apa yang
dilakukan (banyak) manusia. (Majmu al-Fatawa 7/367).
Berkata Al'Alamah Sholeh Al Fauzan hafidzahullah:
"الحق هو ما وافق الكتاب والسنة بفهم السلف". الأجوبة المفيدة - س113
Kebenaran
itu adalah apa-apa yang mencocoki al-Qur'an dan as Sunnah sesuai dengan
pemahaman salaf. Al-Ajwibah al-Mufidah -pertanyaan ke 113.
**Ketiga, Pokoke Ikut Para Tokoh,ikut sepuh,ikut habib ikutPara Kiyai.
Begitu
pula sanggahan mereka apabila diajak untuk mengikuti al Qur’an dan as
Sunnah, mereka berdalih bahwa pemimpin pemimpin mereka, tokoh-tokoh
mereka, atau orang-orang besar mereka, dan ketua-ketua adat mereka,
kiyai-kiyai mereka melaksanakan kebiasaan dan amalan tersebut.
Mereka
melaksanakan amalan dan kebiasaan tersebut karena mengikuti dan
diperintahkan oleh para tokoh dan pembesar mereka. Kami taat saja pada
mereka, kalau memang keliru dan salah, kitakan cuma ikut saja, kalau
dapat siksa ya para pemimpin itu yang disika. Dan lagian masa mereka
keliru dan menyimpang, mereka kan juga orang berilmu kok, “Kata sebagian
mereka”.
Apabila dikatakan kepada mereka, bahwa Allah dan
RasulNya mengatakan demikian dalam al Qur’an dan as Sunnah, mereka
bantah dengan mengatakan, “Menurut tokoh dan pembesar kami demikian.
Menurut pimpinan kami seperti ini. Menurut kiyai kami ngono."
Apabila
ini dijadikan alasan dan sandaran mereka dalam menolak kebenaran yang
ada dalam al Qur’an dan as Sunnah, maka mereka akan menyesal, karena
kelak di akherat ketika disiksa, mereka akan mengatakan, “Alangkah
baiknya kami mengikuti Allah dan RasulNya”, penyesalan yang tiada
gunanya lagi.
Allah Ta’ala berfirman:
يَوْمَ تُقَلَّبُ
وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ
وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا. وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا
وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا . رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ
مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا.
Pada hari ketika
muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: Alangkah
baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada
Rasul". Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah
menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka
menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah
kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan
yang besar". (QS. Al Ahzab 66-68).
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:
Tawus
rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sadat ialah
orang-orang yang terpandang dan orang-orang yang besar, yakni para
cendikiawan mereka. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abu Hatim.
Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa kami
mengikuti para pemimpin dan pembesar kami, yakni para tetua kami; dan
kami menentang para rasul dengan keyakinan bahwa pemimpin kami berada
dalam jalan petunjuk, dan sekarang ternyata mereka bukan berada dalam
jalan petunjuk. (Tafsir Ibnu Katsir).
**Keempat, Pokoke Mengikuti Hawa Nafsu
Setiap
kali ahlul bid'ah diberitahukan bahwa apa yang mereka amalkan tidak ada
dalilnya, mereka katakan, "Menurut pikiran dan akal saya bagus tuh.
Menurut perasaan saya tidak apa-apa. Menurut logika saya, sudah tepat
amalan itu."
Beragama itu dengan dalil, bukan dengan akal dan
perasaan. Kebenaran itu yang mencocoki dalil, bukan menurut hawa
nafsunya. Kalau hawa nafsu dipertuhankan, yakni dengan memperturutkan
hawa nafsunya dan mencampakkan dalil, maka mereka akan sesat dan
menyesatkan.
Allah Ta'ala berfirman:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ
اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ
عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ
يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ.
Maka pernahkah
kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran? (QS. Al Jatsiyah : 23).
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:
Yakni
sesungguhnya dia hanya diperintahkan oleh hawa nafsunya. Maka apa saja
yang dipandang baik oleh hawa nafsunya, dia kerjakan; dan apa saja yang
dipandang buruk oleh hawa nafsunya, dia tinggalkan. (Tafsir Ibnu
Katsir).
Kelima, Pokoke Wahabi
Ini senjata pamungkas kalau
sudah kehabisan akal, "Dasar Wahabi". Mereka membenci dan memusuhi
dakwahnya Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah. Dimana dakwah
beliau terpusat pada
pemurnian akidah dari kotoran syirik dan mengajak kepada sunnah dan memberantas bid'ah.
Mereka
mengatakan wahabi karena mengekor kepada orang-orang kafir yang
ketakutan dengan pergerakan ini. Karena banyak negara islam yang dijajah
oleh orang-orang kafir, bangkit kesadarannya dan mengadakan perlawanan
karena dampak dari dakwah Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah.
Begitulah
sejarah membuktikan, bahwa orang-orang kafir senantiasa bahu membahu
dengan ahlul bid'ah untuk memerangi kaum muslimin ahlussunnah sepanjang
masa.
Mereka menisbatkan dakwah Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab
rahimahullah dengan perkataan WAHABI dalam rangka menipu umat. Supaya
umat mengira bahwa wahabi yang dimaksud ini adalah yang telah disesatkan
oleh para ulama terdahulu sebelum Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab
rahimahullah lahir, yakni pergerakan WAHABI KHAWARIJ Abdul Wahab bin
Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H.
Berkata Imam Al Winsyarisi rahimahullah (wafat tahun 914 H) :
سئل اللخمي : عن أهل بلد بنى عندهم الوهابيون مسجداً ، ما حكم الصلاة فيه ؟
Imam
Al Lakmi (wafat tahun 478 H) pernah ditanya tentang suatu negeri yang
disitu orang-orang Wahabiyyun membangun sebuah masjid, Bagaimana hukum
shalat didalamnya?
Maka Imam Al-Lakhmi pun menjawab:
خارجية ضالة كافرة ، قطع الله دابرها من الأرض ، يجب هدم المسجد ، وإبعادهم عن ديار المسلمين
“Firqoh
Wahabiyyah adalah firqoh khawarij yang sesat,semoga Allah menghancurkan
mereka, masjidnya wajib untuk dihancurkan dan wajib untuk mengusir
mereka dari negeri-negeri kaum muslimin “ (Al Mi’yar Al Mu’rib Fi Fatawa
Ahli Al Maghrib pada jilid 11 Hal. 168).
Maka penisbatan WAHABI
kepada dakwah Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab rahimahullah hanya sekedar
fitnah ahlul bid'ah, syiah rofidhah dan kelompok-kelompok sesat lainnya
dengan rujukan fatwa ulama tentang sesatnya khawarij wahabi abdul wahab
bin abdurrahman bin rustum.
Coba yang punya akal sehat berpikirlah
sejenak, bagaimana mungkin ulama menyesatkan seseorang atau suatu
kelompok yang seseorang atau kelompok tersebut belum lahir atau belum
ada kecuali wahyu dari Allah Ta'ala, dan ini tidak mungkin karena wahyu
telah berakhir, dengan diutusnya nabi terakhir Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam
Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahhab rahimahullah
lahir pada tahun (1115 H) dan wafat pada tahun (1206 H). Sedangkan fatwa
ulama Imam Al Lakmi rahimahullah tentang sesatnya wahabi, beliau wafat
tahun 478 H. Dan yang membawakan fatwa Imam Al Lakmi rahimahullah
adalah Imam Al Winsyarisi rahimahullah yang wafat tahun 914 H.
Hanya
orang-orang yang memiliki akal yang error saja yang menuduh Syeikh
Muhammad Bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah wahabi yang sesat dengan
berdasarkan fatwa ulama yang ratusan tahun sebelum Syeikh Muhammad Bin
Abdul Wahhab rahimahullah lahir.
Dengan ini, tentulah yang
difatwakan wahabi khawarij sesat adalah gerakan wahabi khawarij di tahun
200 sampai 300 hijriyah, yang dipimpin oleh Abdul Wahhab bin
Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H.
Ditegaskan, bahwa
panggilan WAHABI terhadap dakwah salafi ahlussunnah wal jamaah ini dalam
rangka menipu dan memprovokasi orang awam untuk membenci dan memusuhi
dakwah yang haq ini.
Inilah beberapa dalilnya AHLUL BID'AH dalam membantah AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH.
Re posts by Cinta Sunnah