}

LANGKAH - LANGKAH PRAKTIS MENGETAHUI HADITS SHAHIH BAGI ORANG AWAM

Hasil gambar untuk kitab islamhttps://t.me/MuliaDenganSunnah

Hadits adalah landasan hukum Islam. Namun hadits yang bisa dijadikan landasan hukum hanyalah hadits yang maqbul, yaitu hadits shahih dan hasan. Adapun hadits lemah apalagi palsu maka tidak bisa menjadi hujjah (landasan hukum).

Dan tidak boleh kita menyebarkan hadits atau mengamalkannya padahal belum dipastikan hadits tersebut shahih atau tidak.

Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan, "Tidak boleh anda menyebarkan hadits yang belum diketahui kesahihannya. Yaitu dengan cara merujuk kepada kitab-kitab hadits untuk mengetahui siapa para perawinya atau kepada kitab-kitab (para ulama) yang menjelaskan mana hadits shahih dan mana hadits yang tidak shahih. Wajib untuk menjelaskannya kepada orang-orang, agar mereka tidak tertipu".

Karena Nabi Shallalalhu'alaihi Wasallam bersabda:

مَن حَدَّثَ عني بحديثٍ وهو يرى أنه كذبٌ فهو أحدُ الكاذبين

“barangsiapa menyampaikan hadits dariku, dan ia menyangka hadits tersebut dusta, maka ia salah satu dari dua pendusta” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahih Muslim, At Tirmidzi no. 2662).

Beliau juga bersabda:

كفى بالمرءِ إثمًا أن يُحدِّثَ بكلِّ ما سمِع

"Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendosa jika ia menyampaikan setiap yang ia dengar" (HR. Muslim no. 5).

Untuk mengetahui keshahihan hadits, seseorang perlu belajar ilmu hadits.

Namun bagi orang awam, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk mengetahui keshahihan hadits, minimal agar ia selamat dari menyebarkan hadits-hadits yang palsu.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Jika suatu hadits tidak disebutkan info pentakhrijnya (yaitu: tidak ada keterangan hadits riwayat...) maka jangan sebarkan, jangan amalkan dan jangan yakini dulu. Kemudian tanya kepada ahli ilmu mengenai status haditsnya.

2. Jika suatu hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari atau Imam Muslim, atau keduanya, maka yakinilah itu adalah hadits yang shahih.

3. Jika suatu hadits bukan diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari juga bukan Imam Muslim, maka lihatlah:

* Apakah ada keterangan penilaian shahih-dha'if dari ulama hadits? Jika tidak ada, maka jangan sebarkan, jangan amalkan dan jangan yakini dulu. Kemudian tanya kepada ahli ilmu mengenai status haditsnya.

* Jika ada keterangan shahih-dha'if dari ulama hadits semisal: Ibnu Hajar Al Asqalani, An Nawawi, Al Haitsami, Al Mundziri, Ad Daruquthni, Ibnu Taimiyah, Adz Dzahabi, Ibnu Katsir, Syu'aib Al Arnauth, Ahmad Syakir, Muqbil bin Hadi, Al Albani, Ibnu Baz, dll. maka peganglah penilaian mereka.

4. Jika yang suatu hadits tidak disebutkan info pentakhrij-nya atau disebutkan info pentakhrij-nya namun tidak disebutkan info shahih-dhaif-nya, namun yang membawakan atau menyebutkan hadits adalah seorang ulama atau da'i atau ustadz yang dikenal selektif dalam berhujjah hanya dengan hadits yang shahih, maka peganglah hadits tersebut.

5. Lanjutan poin 4, jika yang membawakan hadits adalah orang yang bermudah-mudah dalam membawakan hadits, atau sering menggunakan hadits dhaif bahkan palsu, maka jangan sebarkan, jangan amalkan dan jangan yakini dulu. Kemudian tanya kepada ahli ilmu mengenai status haditsnya.

Wallahu a'lam, semoga bermanfaat.

@fawaid_kangaswad

✒ Editor : Admin Asy-Syamil.com

📡 Raih amal shalih dengan menyebarkan kiriman ini , semoga bermanfaat.
Jazakumullahu khoiron.

•═══════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═══════•
📮CHANNEL MULIA DENGAN SUNNAH
🌐 https://t.me/MuliaDenganSunnah
🔄 https://t.me/RisalahSunnah
👥 https://bit.ly/JoinGrupKami
🗳 bit.ly/Asy-SyamilcomDonasi
💠️ FB : https://goo.gl/tJdKZY
🛰 App : bit.ly/AsySyamilApp
📱 Admin : 081381173870🗞📝🔍 *LANGKAH - LANGKAH PRAKTIS MENGETAHUI HADITS SHAHIH BAGI ORANG AWAM*

https://t.me/MuliaDenganSunnah

Hadits adalah landasan hukum Islam. Namun hadits yang bisa dijadikan landasan hukum hanyalah hadits yang maqbul, yaitu hadits shahih dan hasan. Adapun hadits lemah apalagi palsu maka tidak bisa menjadi hujjah (landasan hukum).

Dan tidak boleh kita menyebarkan hadits atau mengamalkannya padahal belum dipastikan hadits tersebut shahih atau tidak.

Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan, "Tidak boleh anda menyebarkan hadits yang belum diketahui kesahihannya. Yaitu dengan cara merujuk kepada kitab-kitab hadits untuk mengetahui siapa para perawinya atau kepada kitab-kitab (para ulama) yang menjelaskan mana hadits shahih dan mana hadits yang tidak shahih. Wajib untuk menjelaskannya kepada orang-orang, agar mereka tidak tertipu".

Karena Nabi Shallalalhu'alaihi Wasallam bersabda:

مَن حَدَّثَ عني بحديثٍ وهو يرى أنه كذبٌ فهو أحدُ الكاذبين

“barangsiapa menyampaikan hadits dariku, dan ia menyangka hadits tersebut dusta, maka ia salah satu dari dua pendusta” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahih Muslim, At Tirmidzi no. 2662).

Beliau juga bersabda:

كفى بالمرءِ إثمًا أن يُحدِّثَ بكلِّ ما سمِع

"Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendosa jika ia menyampaikan setiap yang ia dengar" (HR. Muslim no. 5).

Untuk mengetahui keshahihan hadits, seseorang perlu belajar ilmu hadits.

Namun bagi orang awam, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk mengetahui keshahihan hadits, minimal agar ia selamat dari menyebarkan hadits-hadits yang palsu.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Jika suatu hadits tidak disebutkan info pentakhrijnya (yaitu: tidak ada keterangan hadits riwayat...) maka jangan sebarkan, jangan amalkan dan jangan yakini dulu. Kemudian tanya kepada ahli ilmu mengenai status haditsnya.

2. Jika suatu hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari atau Imam Muslim, atau keduanya, maka yakinilah itu adalah hadits yang shahih.

3. Jika suatu hadits bukan diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari juga bukan Imam Muslim, maka lihatlah:

* Apakah ada keterangan penilaian shahih-dha'if dari ulama hadits? Jika tidak ada, maka jangan sebarkan, jangan amalkan dan jangan yakini dulu. Kemudian tanya kepada ahli ilmu mengenai status haditsnya.

* Jika ada keterangan shahih-dha'if dari ulama hadits semisal: Ibnu Hajar Al Asqalani, An Nawawi, Al Haitsami, Al Mundziri, Ad Daruquthni, Ibnu Taimiyah, Adz Dzahabi, Ibnu Katsir, Syu'aib Al Arnauth, Ahmad Syakir, Muqbil bin Hadi, Al Albani, Ibnu Baz, dll. maka peganglah penilaian mereka.

4. Jika yang suatu hadits tidak disebutkan info pentakhrij-nya atau disebutkan info pentakhrij-nya namun tidak disebutkan info shahih-dhaif-nya, namun yang membawakan atau menyebutkan hadits adalah seorang ulama atau da'i atau ustadz yang dikenal selektif dalam berhujjah hanya dengan hadits yang shahih, maka peganglah hadits tersebut.

5. Lanjutan poin 4, jika yang membawakan hadits adalah orang yang bermudah-mudah dalam membawakan hadits, atau sering menggunakan hadits dhaif bahkan palsu, maka jangan sebarkan, jangan amalkan dan jangan yakini dulu. Kemudian tanya kepada ahli ilmu mengenai status haditsnya.

Wallahu a'lam, semoga bermanfaat.

@fawaid_kangaswad

✒ Editor : Admin Asy-Syamil.com

📡 Raih amal shalih dengan menyebarkan kiriman ini , semoga bermanfaat.
Jazakumullahu khoiron.

•═══════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═══════•
📮CHANNEL MULIA DENGAN SUNNAH
🌐 https://t.me/MuliaDenganSunnah
🔄 https://t.me/RisalahSunnah
👥 https://bit.ly/JoinGrupKami
🗳 bit.ly/Asy-SyamilcomDonasi
💠️ FB : https://goo.gl/tJdKZY
🛰 App : bit.ly/AsySyamilApp
📱 Admin : 081381173870
Share:

Tidak ada komentar:

CLICK TV DAN RADIO DAKWAH

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Translate

INSAN TV

POPULAR

Arsip Blog

Cari