بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØْÙ…َÙ†ِ الرَّØِيمِ
Sebuah hidayah untuk menerima kebenaran sangatlah berharga. Tidak semua hamba mendapatkannya. Bahkan tidak sedikit dari manusia justru terjatuh ke dalam perkara-perkara yang menyebabkan hidayah itu tercegah dari dirinya. Di antaranya adalah sikap sombong.
Salah satu contohnya adalah yang terjadi pada iblis ketika diperintah oleh Allah ta’ala untuk sujud kepada nabi Adam ‘alaihissalam, namun karena kesombongannya dia menolak :
“Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, kecuali iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman: “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi ?” Iblis berkata : “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” [QS. Shaad: 73-76]
Di ayat yang lain Allah ta’ala berfirman yang artinya :
“Berkata Iblis : “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” [QS. Al-Hijr : 33]
“Allah berfirman yang artinya : “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu ?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya : Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” [QS. Al-A’raf : 12]
FANATIK BUTA PENGHALANG HIDAYAH
Demikian pula yang termasuk penghalang turunnya hidayah adalah lebih mendahulukan hawa nafsu ketimbang mengikuti perintah-perintah Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Padahal Allah ta’ala menyebutkan di dalam al-Qur’an :
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [QS. Al-Qashash : 50]
Termasuk yang menghalangi seseorang dari menerima kebenaran adalah taklid atau fanatik buta terhadap pendapat seseorang, kebiasaan nenek moyangnya, adat istiadat ataupun mazhab tertentu meskipun dia tahu bahwa pendapat tersebut bertentangan dengan petunjuk Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sifat yang demikian ini sesungguhnya merupakan sifat dan perbuatan orang-orang musyrikin dahulu.
Allah ta’ala mengabarkan dalam al-Qur’an :
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab : “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatupun dan tidak mendapat petunjuk ?” [QS. Al-Baqarah : 170]
Sikap fanatik buta ini pada hakikatnya adalah gambaran sikap sombong, menjauh, membenci dan berpaling dari kebenaran.
Karena jika sekiranya seseorang itu memiliki sifat adil atau sportif, niat dan keinginan yang baik maka tentunya kebenaranlah yang dia harapkan dan dia utamakan.
Sehingga barangsiapa yang memang harapannya adalah mendapatkan kebenaran maka akan datang dan tampaklah baginya kebenaran tersebut serta mudah baginya untuk mengikutinya.
Namun sebaliknya, jika kebencian yang ada yang kemudian melahirkan sifat fanatik buta maka suatu hal yang mustahil untuk kebenaran itu menyapa.
Memang sudah sepantasnya bagi kita semua untuk banyak berkaca.
Menginstropeksi diri sudah sejauh dan sebesar apakah keinginan kita mendapatkan hidayah.
Atau justru malah sebaliknya, sulitnya hati kita untuk menerima kebenaran karena memang dalam hati kita masih menjamur benih-benih kebencian terhadap kebenaran tersebut. Fanatik buta menjadi salah satu buahnya, buah dari benci dan enggan menerima kebenaran.
Semoga Allah ta’ala senantiasa menolong kita di dunia dan akhirat serta menjauhkan diri kita dari segala sikap yang mencegah datangnya hidayah kepada kita.
Aamiin...
Wallaahu a’lam bish shawab...
Sebuah hidayah untuk menerima kebenaran sangatlah berharga. Tidak semua hamba mendapatkannya. Bahkan tidak sedikit dari manusia justru terjatuh ke dalam perkara-perkara yang menyebabkan hidayah itu tercegah dari dirinya. Di antaranya adalah sikap sombong.
Salah satu contohnya adalah yang terjadi pada iblis ketika diperintah oleh Allah ta’ala untuk sujud kepada nabi Adam ‘alaihissalam, namun karena kesombongannya dia menolak :
“Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, kecuali iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman: “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi ?” Iblis berkata : “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” [QS. Shaad: 73-76]
Di ayat yang lain Allah ta’ala berfirman yang artinya :
“Berkata Iblis : “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” [QS. Al-Hijr : 33]
“Allah berfirman yang artinya : “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu ?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya : Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” [QS. Al-A’raf : 12]
FANATIK BUTA PENGHALANG HIDAYAH
Demikian pula yang termasuk penghalang turunnya hidayah adalah lebih mendahulukan hawa nafsu ketimbang mengikuti perintah-perintah Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Padahal Allah ta’ala menyebutkan di dalam al-Qur’an :
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [QS. Al-Qashash : 50]
Termasuk yang menghalangi seseorang dari menerima kebenaran adalah taklid atau fanatik buta terhadap pendapat seseorang, kebiasaan nenek moyangnya, adat istiadat ataupun mazhab tertentu meskipun dia tahu bahwa pendapat tersebut bertentangan dengan petunjuk Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sifat yang demikian ini sesungguhnya merupakan sifat dan perbuatan orang-orang musyrikin dahulu.
Allah ta’ala mengabarkan dalam al-Qur’an :
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab : “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatupun dan tidak mendapat petunjuk ?” [QS. Al-Baqarah : 170]
Sikap fanatik buta ini pada hakikatnya adalah gambaran sikap sombong, menjauh, membenci dan berpaling dari kebenaran.
Karena jika sekiranya seseorang itu memiliki sifat adil atau sportif, niat dan keinginan yang baik maka tentunya kebenaranlah yang dia harapkan dan dia utamakan.
Sehingga barangsiapa yang memang harapannya adalah mendapatkan kebenaran maka akan datang dan tampaklah baginya kebenaran tersebut serta mudah baginya untuk mengikutinya.
Namun sebaliknya, jika kebencian yang ada yang kemudian melahirkan sifat fanatik buta maka suatu hal yang mustahil untuk kebenaran itu menyapa.
Memang sudah sepantasnya bagi kita semua untuk banyak berkaca.
Menginstropeksi diri sudah sejauh dan sebesar apakah keinginan kita mendapatkan hidayah.
Atau justru malah sebaliknya, sulitnya hati kita untuk menerima kebenaran karena memang dalam hati kita masih menjamur benih-benih kebencian terhadap kebenaran tersebut. Fanatik buta menjadi salah satu buahnya, buah dari benci dan enggan menerima kebenaran.
Semoga Allah ta’ala senantiasa menolong kita di dunia dan akhirat serta menjauhkan diri kita dari segala sikap yang mencegah datangnya hidayah kepada kita.
Aamiin...
Wallaahu a’lam bish shawab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar