Mengajak manusia kepada
kebaikan adalah tugas kita semua sebagai makhluk ciptaan yang sempurna dari
makhluk lainnya. Terlebih, umat Islam dalam firmannya, Allah sebutkan sebagai
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Mereka yang menyeru kepada kebaikan
menuju jalan Allah biasa kita kenal sebagai da’i.
Dalam segala keutamaan
yang dimiliki seorang da’i, penyeru agama Allah inipun memiliki kedudukan yang
mulia, yaitu sebagai penerus para nabi.
Namun sayangnya, dewasa
ini hakikat penerus tugas nabi itu banyak yang menyalahgunakannya. Banyak dari
mereka, menjadikan tugas mulia ini sebagai profesi yang tidak lagi mengindahkan
aturan. Bukan tidak boleh, hanya harus tetap dalam tuntunan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam.
Lalu timbul pertanyaan,
benarkah ada penyeru neraka jahannam? Agaknya kita harus mengingat kembali
hadits dari Hudzaifah bin Yaman radliallahu ‘anhu berikut :
ﻛَﺎﻥَ
ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻳَﺴْﺄَﻟُﻮﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻋَﻦِ
ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻛُﻨْﺖُ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻪُ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺸَّﺮِّ ﻣَﺨَﺎﻓَﺔَ ﺃَﻥْ ﻳُﺪْﺭِﻛَﻨِﻲ ﻓَﻘُﻠْﺖُ
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻧَّﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻓِﻲ ﺟَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔٍ ﻭَﺷَﺮٍّ ﻓَﺠَﺎﺀَﻧَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﺑِﻬَﺬَﺍ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻓَﻬَﻞْ ﺑَﻌْﺪَ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻣِﻦْ ﺷَﺮٍّ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﻌَﻢْ ﻗُﻠْﺖُ
ﻭَﻫَﻞْ ﺑَﻌْﺪَ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟﺸَّﺮِّ ﻣِﻦْ ﺧَﻴْﺮٍ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﻌَﻢْ ﻭَﻓِﻴﻪِ ﺩَﺧَﻦٌ ﻗُﻠْﺖُ
ﻭَﻣَﺎ ﺩَﺧَﻨُﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﻮْﻡٌ ﻳَﻬْﺪُﻭﻥَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻫَﺪْﻳِﻲ ﺗَﻌْﺮِﻑُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ
ﻭَﺗُﻨْﻜِﺮُ ﻗُﻠْﺖُ ﻓَﻬَﻞْ ﺑَﻌْﺪَ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻣِﻦْ ﺷَﺮٍّ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﻌَﻢْ
ﺩُﻋَﺎﺓٌ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏِ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺃَﺟَﺎﺑَﻬُﻢْ ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ ﻗَﺬَﻓُﻮْﻩُ ﻓِﻴﻬَﺎ
ﻗُﻠْﺖُ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻِﻔْﻬُﻢْ ﻟَﻨَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻫُﻢْ ﻣِﻦْ ﺟِﻠْﺪَﺗِﻨَﺎ
ﻭَﻳَﺘَﻜَﻠَّﻤُﻮﻥَ ﺑِﺄَﻟْﺴِﻨَﺘِﻨَﺎ ﻗُﻠْﺖُ ﻓَﻤَﺎ ﺗَﺄْﻣُﺮُﻧِﻲ ﺇِﻥْ ﺃَﺩْﺭَﻛَﻨِﻲ
ﺫَﻟِﻚَ ﻗَﺎﻝَ ﺗَﻠْﺰَﻡُ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﻭَﺇِﻣَﺎﻣَﻬُﻢ ْ ﻗُﻠْﺖُ ﻓَﺈِﻥْ
ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻟَﻬُﻢْ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻭَﻻَ ﺇِﻣَﺎﻡٌ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺎﻋْﺘَﺰِﻝْ ﺗِﻠْﻚَ ﺍﻟْﻔِﺮَﻕَ
ﻛُﻠَّﻬَﺎ ﻭَﻟَﻮْ ﺃَﻥْ ﺗَﻌَﺾَّ ﺑِﺄَﺻْﻞِ ﺷَﺠَﺮَﺓٍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺪْﺭِﻛَﻚَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ
ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﻋَﻠَﻰ ﺫَﻟِﻚَ
Artinya: “Adalah
orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang
kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya: “Ya
Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan,
maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah
kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!” Saya bertanya:
Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar,
tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya
itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang
mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang
berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan
dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?”
Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke
pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka
melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasulullah,
tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara
menurut lidah-lidah (bahasa) kita.” Aku bertanya: “Apakah yang engkau perintahkan kepadaku jika aku
menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam
mereka !”Aku bertanya: “Jika
tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah
engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai
menggigit akar kayu hingga kematian menjumpaimu, engkau tetap demikian.”
(HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih
Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari).
Du’atun merupakan jama’
taksir yang mufrodnya “Da’in” jadi artinya banyak orang-orang yang menyeru.
‘Ala bermakna harf jar ma’nanya isti’la di atas jalan abwabi jahanam yg
menuju/mengajak ke pintu-pintu jahanam (neraka).
Hadits ini pencerahan
sekaligus penjelasan dari Q.S.3:103 yg berbunyi : و كنتم على شفا حفرة من النار
فأنقذكم منها . (Dan kamu sudah ada di tepi neraka) karena perpecahan dan
permusuhan itu ( maka Allah menyelamatkan kamu dari neraka itu )
Menurut Salim bin
‘Ied Al-Hilali yang dimaksud dengan para
penyeru itu adalah dari kalangan kita sendiri, yakni umat Islam. Sesungguhnya
penanam racun yang keji dan menjalar di kalangan umat ini tidak lain adalah
oknum-oknum dari dalam sendiri.
Salim bin ‘Ied
Al-Hilali berpendapat seperti itu dengan mengutip Ibnu Hajar Rahimahullah dalam
Fathul Bari XIII/36 dalam memaknai sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam: “Mereka
adalah dari kalangan bangsa kita dan berbahasa dengan bahasa kita”
Syekh Umar Bakri Muhammad
mengungkapkan bahwa terdapat orang-orang Islam tetapi mempropagandakan ide-ide
bukan Islam. Sifat dan perbuatan jahat orang-orang tersebut sudah tidak
terhitung lagi banyaknya, bahkan mereka adalah ancaman paling berbahaya bagi keberadaan
kaum muslimin dan kemunculan kembali khilafah, karena mereka adalah “ancaman”
yang tidak terlihat (munafik).
Tentang mereka ini,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
يَخْرُجُ
فِي آخِرِ الزَّمَانِ رِجَالٌ يَخْتَلُونَ الدُّنْيَا بِالدِّينِ يَلْبَسُونَ
لِلنَّاسِ جُلُودَ الضَّأْنِ مِنْ اللِّينِ أَلْسِنَتُهُمْ أَحْلَى مِنْ
السُّكَّرِ وَقُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الذِّئَابِ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَبِي
يَغْتَرُّونَ أَمْ عَلَيَّ يَجْتَرِئُونَ فَبِي حَلَفْتُ لَأَبْعَثَنَّ عَلَى
أُولَئِكَ مِنْهُمْ فِتْنَةً تَدَعُ الْحَلِيمَ مِنْهُمْ حَيْرَانًا “
Artinya:
“Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang mencari dunia dengan agama. Di hadapan manusia mereka memakai baju dari
bulu domba untuk memberi kesan kerendahan hati mereka, lisan mereka lebih manis
dari gula namun hati mereka adalah hati serigala (sangat menyukai harta dan
kedudukan). Allah berfirman, “Apakah dengan-Ku kalian tertipu ataukah kalian
berani kepada-Ku. Demi Diriku, Aku bersumpah. Aku akan mengirim bencana dari
antara mereka sendiri yang menjadikan orang-orang santun menjadi kebingungan
(apalagi selain mereka) sehingga mereka tidak mampu melepaskan diri darinya.”
(H.R. At-Tirmidzi).
Berkaitan dengan para
penyeru atau Da’i yang mengajak kepada neraka jahannam Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam atas bimbingan wahyu Allah juga sudah menyampaikan kepada
ummatnya yakni: “Akan adanya umat Islam yang diusir oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam kelak di hari kiamat.
Sahabat Abu Hurairah ra
mengisahkan: pada suatu hari Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendatangi kuburan,
lalu beliau mengucapkan salam:
ﺍﻟﺴَّﻠَﺎﻡُ
ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺩَﺍﺭَ ﻗَﻮْﻡٍ ﻣُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ، ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑِﻜُﻢْ
ﻟَﺎﺣِﻘُﻮﻥَ
Artinya: “Semoga
keselamatan senantiasa menyertai kalian wahai penghuni kuburan dari kaum
mukminin, dan kami insya Allah pasti akan menyusul kalian “.
Selanjutnya beliau
bersabda: “aku sangat berharap untuk dapat melihat saudara saudaraku “.
Mendengar ucapan ini,
para sahabat keheranan, sehingga mereka bertanya: “bukankah kami adalah
saudara-saudaramu wahai Rasulullah?”. Rasulullah menjawab :
ﺃَﻧْﺘُﻢْ
ﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻲ ﻭَﺇِﺧْﻮَﺍﻧُﻨَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻟَﻢْ ﻳَﺄْﺗُﻮﺍ ﺑَﻌْﺪُ
Artinya: “Kalian adalah
sahabat-sahabatku, sedangkan saudara-saudaraku adalah ummatku yang akan datang
kelak “.
Kembali para sahabat
bertanya: “wahai rasulullah, bagaimana engkau dapat mengenali ummatmu yang
sampai saat ini belum terlahir? “. Beliau menjawab:
ﺃَﺭَﺃَﻳْﺖَ
ﻟَﻮْ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﻟَﻪُ ﺧَﻴْﻞٌ ﻏُﺮٌّ ﻣُﺤَﺠَّﻠَﺔٌ ﺑَﻴْﻦَ ﻇَﻬْﺮَﻱْ ﺧَﻴْﻞٍ ﺩُﻫْﻢٍ
ﺑُﻬْﻢٍ ﺃَﻟَﺎ ﻳَﻌْﺮِﻑُ ﺧَﻴْﻠَﻪُ
Artinya: “Menurut
pendapat kalian, andai ada orang yang memiliki kuda yang di dahi dan
ujung-ujung kakinya berwarna putih dan kuda itu berada di tengah-tengah
kuda-kuda lainnya yang berwarna hitam legam, tidakkah orang itu dapat mengenali
kudanya? ”Para sahabat menjawab : “tentu saja orang itu dengan mudah
mengenali kudanya “. Maka Rasulullah menimpali jawaban mereka dengan
bersabda:
ﻓَﺈِﻧَّﻬُﻢْ
ﻳَﺄْﺗُﻮﻥَ ﻏُﺮًّﺍ ﻣُﺤَﺠَّﻠِﻴﻦَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮﺀِ، ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻓَﺮَﻃُﻬُﻢْ ﻋَﻠَﻰ
ﺍﻟْﺤَﻮْﺽِ ﺃَﻟَﺎ ﻟَﻴُﺬَﺍﺩَﻥَّ ﺭِﺟَﺎﻝٌ,ﻋَﻦْ ﺣَﻮْﺿِﻲ ﻛَﻤَﺎ ﻳُﺬَﺍﺩُ ﺍﻟْﺒَﻌِﻴﺮُ
ﺍﻟﻀَّﺎﻝُّ
Artinya: “Sejatinya
ummatku pada hari qiyamat akan datang dalam kondisi wajah dan ujung-ujung
tangan dan kakinya bersinar pertanda mereka berwudlu semasa hidupnya di dunia
“. Aku akan menanti ummatku di pinggir telaga ku di alam mahsyar. Dan
ketahuilah bahwa akan ada dari ummatku yang diusir oleh malaikat,
sebagaimana seekor onta yang tersesat dari pemiliknya dan mendatangi tempat
minum milik orang lain, sehingga iapun diusir. Melihat sebagian orang yang
memiliki tanda-tanda pernah berwudlu, maka aku memanggil mereka: “kemarilah “.
Namun para malaikat mengusir mereka seraya berkata:
ﻓَﻴُﻘَﺎﻝُ
: ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻗَﺪْ ﺑَﺪَّﻟُﻮﺍ ﺑَﻌْﺪَﻙَ
Artinya: “Sejatinya
mereka sepeninggalmu telah merubah-rubah ajaranmu “. Mendapat penjelasan
semacam ini, maka aku (Rasulullah) berkata:
ﺳُﺤْﻘًﺎ
ﺳُﺤْﻘًﺎ ﻟِﻤَﻦْ ﺑَﺪَّﻝَ ﺑَﻌْﺪِﻱ
Artinya: “Menjauhlah,
menjauhlah wahai orang-orang yang sepeninggalku merubah-rubah ajaranku ”
(diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Demikianlah
nash-nash hadits yang menceritakan kemunculan ‘para penyeru ke pintu-pintu
neraka jahannam’ ini. Padahal, Islam telah memerintahkan kaum Muslimin untuk
menyeru kepada kebaikan (Al-Islam) dan melakukan amar ma’ruf dan hani munkar,
bukan sebaliknya. Disebutkan dalam As-Sunnan ad-Daarimin pada Bab “Umar bin
Al-Khattab”, bahwa Umar bin Khattab berkata: “Ikatan Islam akan lepas satu demi satu pada diri
seseorang muslim jika ia tidak mampu memahami apa itu jahiliah (apa-apa yang
tidak diajarkan Islam/kebodohan/kesesatan).”
Dengan demikian, seorang
Muslim selain perlu mengetahui tanda-tanda kemurtadan (Alaamatu Ar-Riddah)
sehingga dia terhindar darinya, juga perlu mengetahui siapa-siapa yang menyeru
kepada pintu-pintu neraka jahannam, agar dia tidak ikut terjerumus ke dalamnya.
Hasil pembahasan terhadap
hadits Hudzaifah Ibnul Yaman (du’atun ala abwabi jahannam) memberikan kita
gambaran yang jelas tentang siapakah mereka, aktivitas mereka dan maksud
tersembunyi mereka. Setelah kita mengetahui dan mengenali mereka, maka ada
beberapa langkah yang harus dilakukan umat, yaitu :
Pertama, meyakini bahwa mereka dan seluruh tindakan mereka
(du’atun ala abwabi jahannam) adalah batil.
Hal ini sebagaimana yang
diperintahkan Allah dalam ayat:
ذَٲلِكَ
بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ
ٱلۡبَـٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡعَلِىُّ ٱلۡڪَبِيرُ
Artinya: “(Kuasa Allah)
yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang Hak
dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang
batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.S. Al-Hajj
[22]: 62).
Kedua, menjaga jarak atau bahkan menghindari mereka. Hal ini sebagaimana firman Allah:
وَلَقَدۡ
بَعَثۡنَا فِى ڪُلِّ أُمَّةٍ۬ رَّسُولاً أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ
ٱلطَّـٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ
ٱلضَّلَـٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ
ٱلۡمُكَذِّبِينَ
Artinya: “Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) :
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu”, maka diantara umat itu ada
orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya
orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).” (Q.S. An-Nahl [16]: 36).
Ketiga, menasehati mereka, (jika masih mau dinasehati).
Allah berfirman :
وَلۡتَكُن
مِّنكُمۡ أُمَّةٌ۬ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ
وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah
ada diantara kamu sekelompok umat yang menyeru kepada kebaikan (Al-Islam),
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran [3]: 104).
Demikianlah penjelasan
tentang fenomena Du’atun ila abwabi jahannam atau para penyeru ke pintu-pintu
neraka jahannam yang telah disabdakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam dan saat ini bermunculan.
Fenomena itu tentu
bertolak belakang dengan fungsi dan tugas ulama yang sebanarnya, yaitu sebagai
Pewaris Para Nabi, sebagaimana hadits Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Sesungguhnya keutamaan seorang alim atas seorang abid (ahli ibadah) seperti
keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu
adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham, melainkan mewariskan ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambilnya, ia
telah mengambil bagian yang besar.” (HR Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi,
Ahmad, ad-Darimi, al-Hakim, al-Baihaqi dan Ibn Hibban). (P004/P4)
Mi’raj
Islamic News Agency (MINA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar