}

Jangan berhenti memperbaiki diri ...!

Amal kebaikan seorang Muslim tidak bileh berhenti begitu saja setelah selesai melakukannya.

Tapi akan bertambah baik lagi amalannya setelah itu

Alloh memerintahkan setiap Muslim untuk selalu bersiap dengan tugas kebaikan berikutnya.

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ * وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ

"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,

dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap."

[Al-Insyirah 7 - 8]

Diantara tanda diterimanya amal kebaikan seseorang menjadikan seseorang lebih baik daripada sebelumnya.

Sehingga amal kebaikan itu akan melahirkan amal baik yang berikutnya.

(Lathoiful Ma'arif, Ibnu Rojab Al-Hambaly)

Allah telah menetapkan aturan kauny di alam semesta ini, yang tidak akan berganti dan tidak akan berubah hukumnya itu.

فجزاء العامل من جنس عمله إن خيرا فخير، وإن شرا فشر: 

Yaitu balasaan perbuatan itu akan sebanding perbuatan itu pula. Jika berupa kebaikan maka balasannyapun kebaikan pula, adapun kejelekan maka balasannya setimpal dengan kejelekan yang serupa.

Sebagaimana firman Allah,

جَزَاءً وِفَاقاً.

"Sebagai pambalasan yang setimpal." [An-Naba': 26]

Seperti kita Memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri dan juga sebaliknya. 

Tatkala seorang muslim mengetahui hukum kauny ini, menjadikan dia harus lebih bersemangat lagi untuk melakukan kebaikan dan terus menerus memperbaiki amal kebaikannya.

Karena setiap perbuatan akan kembali kepada orang yang berbuat. 

Baik itu perbuatan baik atau jelek.

Allah  berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (Al-Isra: 7)

Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajarkan sebuah doa yang maknanya bagaimana kita harus selalu menyandarkan diri kepada Allah, memohon bantuan-Nya agar Allah selalu memberikan pertongannya dalam memperbaiki diri kapanpun.

يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث ، أصلح لي شأني كله ، ولا تكلني إلى نفسي طرفة عين

Ya Hayyu, Ya Qoyyum dengan rohmat-Mu aku meminta pertolongan, perbaikilah semua urusanku,

Maka janganlah Engkau serahkan diriku kepada diriku sendiri, walaupun hanya sekejap mata”. (HR. An-Nasai di Sunan Al-Kubro (6/147) dihasankan Al-Albany dalam Silsilah Ash-Shohihah, 227)

Dan doa diakhir sholat,

Dari Mu’adz رضي الله عنه berkata: bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم memegang tangannya dan berkata, 

 ((يَا مُعَاذُ ، وَاللهِ إنِّي لَأُحِبُّكَ )) فَقَالَ : (( أُوصِيْكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُوْلُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ ))

“Wahai Mu’adz, demi Allah, aku mencintaimu.” Lalu beliau berkata, “Aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu’adz, janganlah engkau sekali-kali meninggalkan doa ini di akhir setiap shalat, ‘ALLOOHUMMA A’INNII ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK'

(Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur, dan beribadah yang baik kepada-Mu)."(HR. Abu Daud, no. 1522; An-Nasa’i, no. 1304 dishahihkan Al-Albany

Banyak orang yang lalai di masa ketika sudah selesai mengerjakan amal kebaikan dan berpuas diri.

Padahal, seorang muslim tidak boleh berhenti dari amal kebaikannya sampai datangnya keyakinan yaitu.kenatian.

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” [Al Hijr: 99].

Imam Al-Ghazali رحمه الله berkata, "Kesempatan waktu adalah kehidupan. Karena itu, Islam menjadikan kepiawaian dalam memanfaatkan waktu (untuk memperbaiki diri) termasuk di antara indikasi keimanan dan tanda-tanda ketakwaan. Orang yang mengetahui dan menyadari akan pentingnya kesempatan berarti memahami pula nilai hidup dan kebahagiaan.

Membiarkan kesempatan terbuang sia-sia merupakan salah satu tanda tidak memahami pentingnya kesempatan, padahal ia tidak pernah datang untuk kedua kalinya atau tidak pernah terulang. Dalam pepatah Arab disebutkan ”Tidak akan kembali hari-hari yang telah lampau.”(Khuluqul muslim, Imam Al-Ghozali)


📌Mari kita perbaiki diri kita untuk yang lebih baik lagi ..!

🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


      ✏📚✒.🌴..

Share:

Terlalu ambisi menjadikan tamaknya hati

 ✍ Mutiara nasehat para Ulama Salaf.

Orang yang tamak, akan dikuasai nafsunya. Pada gilirannya, itu akan menghancurkan dirinya. Ia mengatakan, jika sifat tamak dibiarkan lepas kendali maka ia akan membuat seseorang dikuasai nafsu untuk sepuas-puasnya. Sifat ini menuntut terpenuhinya banyak hal yang menjerumuskan seseorang ke liang kehancuran.

(Ath-Thibb ar-Ruhani,Ibnul Jauzy)

Orang yang tamak sebagai budak yang terborgol, sehingga tidak bisa berbuat apa-apa; ia tidak punya kemerdekaan sama sekali seperti halnya orang yang qanaah. Ia mengata kan, seorang hamba akan merasa merdeka selagi ia qanaah, dan orang merdeka akan menjadi budak selagi ia tamak.

(Tazkiyah an-Nafs, Ibnu Taimiyah)

Ketamakan membelenggu leher dan memborgol kaki. Jika belenggu hilang maka borgol pun akan hilang dari kaki. Sifat tamak amat berbahaya tidak hanya bagi diri yang bersangkutan tetapi juga bagi orang lain.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الرَّجُلِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ

“Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepaskan dalam sekawanan kambing lebih merusak terhadapnya daripada merusaknya ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan terhadap agamanya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, 2376 dishahihkan Al-Albany)

Ini sebuah perumpamaan yang agung sekali. Nabi صلى الله عليه وسلم sebutkan sebagai perumpamaan rusaknya agama seorang muslim karena ambisinya terhadap harta dan kedudukan di dunia. Juga bahwa rusaknya agama karena hal tersebut tidak lebih ringan dari hancurnya sekawanan kambing karena serangan dua ekor serigala pemangsa yang lapar di malam hari saat penggembala tidak menjaganya. Kedua serigala itu memangsa kambing tersebut dan memakannya. Seperti diketahui, tidak akan ada yang selamat dari sergapan serigala tersebut dalam kondisi seperti ini kecuali sedikit. Nabi pun memberitakan bahwa ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan merusak agamanya di mana ini tidak lebih ringan dari perusakan serigala tersebut terhadap sekawanan kambing itu, bahkan mungkin sama atau lebih parah. Beliau ingin mengisyaratkan bahwa agama seorang muslim tidak akan selamat bila dia berambisi terhadap harta dan kedudukan di dunia ini kecuali sedikit (dari agamanya), sebagaimana kambing-kambing tersebut tidak selamat dari sergapan serigala melainkan sedikit. Dengan demikian, perumpamaan ini mengandung peringatan keras dari kejahatan ambisi terhadap harta dan kedudukan di dunia.

(Syarh 'ilal At-Turmudzy, Ibnu Rajab Al-Hambali)

قال إبراهيم بن أدهم رحمه الله: 

قلة الحرص والطمع تورث الصدق والورع، وكثرة الحرص والطمع تورث كثرة الغم والجزع.

(حلية الأولياء وطبقات الأصفياء، لأبي نعيم الأصبهاني : ص. ١٧)

📚 درر من اقوال أئمة السلف (kalemtayeb.com)


Berkata Imam Ibrohim bin Adham رحمه الله,

Sedikitnya ambisi dan ketamakan akan mewariskan (pada jiwa) kejujuran dan wara' (penjagaan diri), sedangkan banyaknya ambisi dan ketamakan akan mewariskan  kegundahan dan keguncangan (dalam jiwa).

(Hilyah Al-Auliya'wa Thabaqathul Asfhiya', Abu Nu'aim Al-Asbahany: h. 17)


📚 Duror min Aqwal Aimmah As-Salaf (kalemtayeb.com)


🍃 Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


          ✏📚✒.🎗..

Share:

Biar selamat dari lisan manusia dan dicintai oleh mereka ...?

✍ Mutiara nasehat para Ulama Salaf.

Fitrah manusia yang lurus itu mencintai kelembutan dan kedamaian. 

Sikap santun dalam menyampaikan pesan, berlemah lembut dalam berbicara dan juga dalam berdialog merupakan metode yang benar yang bisa menarik hati banyak orang, bisa mengembalikan hati-hati yang telah menjauh dari Islam ataupun pendapat-pendapat yang telah berubah. Allah berpesan kepada Nabi Musa dan Harun عليهما السلام tatkala diperintahkan untuk mendakwahi Fir'aun, raja yang lalim dan kejam : 

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ 

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut! Mudah-mudahan ia menjadi sadar atau takut [Thaha: 44] 

Sedangkan Fir’aun saat itu merupakan sosok manusia yang berada pada puncak pembangkangan, keangkuhan dan kesombongan, sementara Musa adalah manusia terbaik pilihan Allah saat itu, namun demikian Allah memerintahkannya untuk tidak berbicara dengan Fir’aun kecuali dengan perkataan yang santun dan lemah lembut.

(Tafsir Ibnu Katsir)

Sehingga, sungguh wajar jika Allah memerintahkan Rasul-Nya dan para pengikutnya untuk memiliki sifat yang mulia ini.

Allah berfirman,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ الله لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظّاً غَلِيظَ القلب لاَنْفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ.

“ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” [Ali Imron: 159]. 

Nabi صلى الله عليه وسلم memuji orang-orang yang memiliki sifat yang lemah lembut, dan hal ini tanda budi pekerti baiknya orang itu.

 إِنَّ الرِّفْقَ لاَيَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَ عُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ 

“Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek”

(HR. Muslim, 2594)

Sebaliknya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم memperingatkan dari sifat suka mencaci maki, mencela dan melaknat, bahwa itu bukan hiasan akhlaknya seorang mukmin.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ.

“Seorang mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan pula orang yang keji (buruk akhlaqnya), dan bukan orang yang jorok omongannya” (HR. At-Tirmidzi, 1977 dishahihkan Al-Albany)

Seseorang yang bersifat lemah lembut tidak pantas untuk suka mencela, dan menjauhi sifat suka mencela menjadikan seseorang selamat dalam hidup bermasyarakat.

قال سفيان الثوري رحمه الله:

لا تكن طعاناً تنجُ من ألسنة الناس وكن رحيماً محبباً إلى الناس.

(حلية الأولياء، ٧/٨٥)

📚 درر من اقوال أئمة السلف (kalemtayeb.com)

Berkata Imam Sufyan Ats-Tsaury رحمه الله,

Janganlah kalian menjadi orang yang suka mencela niscaya kalian akan selamat dari gangguan lisan-lisan manusia, dan jadilah orang yang lemah lembut niscaya kalian dicintai oleh manusia.

(Hilyah Al-Auliya', 7/85)

📚 Duror min Aqwal Aimmah As-Salaf (kalemtayeb.com)


🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


           ✏📚✒.💧..

Share:

Bekal takwa dan fokus menuju akherat ...?

✍ Mutiara nasehat para Ulama Salaf.

Takwa menjadikan seseorang akan fokus menuju akherat.

Urgensi taqwa bagi umat manusia, sehingga Allah begitu serius memperingatkan manuasia untuk menjadi orang yang bertaqwa. Dan taqwa yang diperintahkan oleh Allah itu sangatlah penting bagi kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. 

Allah berfiramn :

 وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوۤا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِینَ.

“ -----bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah: 194].

Sangatlah beruntung apabila seseorang selalu dibersamai oleh Allah.

Dengan kebersamaan Allah terhadap orang-orang yang bertaqwa itulah, maka menjadikan manusia sangat membutuhkan bekal taqwa, karena dengan bekal taqwa, manusia akan mendapatkan bantuan dan pertolongan dari Allah. Bantuan dan pertolongan Allah itu untuk bisa mengantarkan manusia berjaya dalam segala bidang kehidupan, untuk bisa memperoleh kemenangan dalam berjuang di jalan Allah baik musuh secara nyata maupun yang tersembunyi yang sangat membahayakan yaitu hawa nafsunya, dan juga untuk dapat terlepas dari azab dan bencana di dunia serta untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia, karena segala urusannya akan menjadi mudah dengan taqwa,

وَمَن یَتَّقِ ٱللَّهَ یَجۡعَل لَّهُۥ مِنۡ أَمۡرِهِۦ یُسۡرࣰا.

"Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."

[Surat Ath-Thalaq : 4], 

selalu ada jalan keluar ketika menghadapi kesulitan,

 وَمَن یَتَّقِ ٱللَّهَ یَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجࣰا.

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar."

[Surat Ath-Thalaq : 2], diberikan rizki dari jalan yang tiada terduga 

وَیَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَیۡثُ لَا یَحۡتَسِبُۚ.

"Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."

[Surat Ath-Thalaq: 3], akan diwarisi bumi tempat mereka berpijak oleh Allah,

وَلَقَدۡ كَتَبۡنَا فِی ٱلزَّبُورِ مِنۢ بَعۡدِ ٱلذِّكۡرِ أَنَّ ٱلۡأَرۡضَ یَرِثُهَا عِبَادِیَ ٱلصَّـٰلِحُونَ.

"Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."[Al-Anbiya': 105,

akan diberi ilmu oleh Allah,

وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۖ وَیُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمࣱ.

"Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

[Surat Al-Baqarah : 282]

serta hidupnya dalam keadaan diberkahi oleh Allah.

Dan hidup yang bahagia adalah hidup yang urusannya selalu mudah, dal setiap menghadapi kesulitan selalu ada jalan keluar, mendapatkan rizki dari jalan yang tiada terduga, mendapat hak di atas bumi ini, mendapatkan ilmu dari Allah, akan selalu mendapat perlindungan dari Allah dan hidup selalu diberkahi Allah.

قال الإمام أحمد بن حنبل رحمه الله: اجعل التقوى زادك وانصب الآخرة أمامك.

(سير اعلام النبلاء، ٣/٣١١)

📚 درر من اقوال أئمة السلف (kalemtayeb.com)

Berkata Imam Ahmad bin Hambal رحمه الله,

Jadikanlah takwa itu bekalmu, dan fokuskanlah akherat dihadapanmu.

(Siyar A'lam Nubala', 3/ 301)


📚 Duror min Aqwal Aimmah As-Salaf (kalemtayeb.com)


🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


✏📚✒.✨..

Share:

Memperbaiki diri setelah bertaubat

✍Allah mengajarkan agar seseorang yang bertaubat, mengiringi taubatnya dengan berbuat ishlah (mengadakan perbaikan).

Allah berfirman,

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Ali Imran: 89].

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi, 

Ayat sebelumnya, Allah mengancam orang-orang yang berbalik kepada kekufuran dengan azab yang pedih karena besarnya kemurkaan-Nya kepada mereka.

Kemudian Allah membuat pengecualian dari ancaman tersebut, yaitu orang-orang yang bertaubat dari kekufuran dan dosa-dosa mereka lalu mereka memperbaiki kekurangan-kekurangan mereka itu; maka Allah mengampuni mereka dari apa yang telah mereka lakukan dan memaafkan mereka dari segala hal yang telah lalu. Akan tetapi bagi mereka yang kufur dan tetap memilih kekufuran bertambah hingga ia meninggal dalalm kekufurannya tersebut, maka mereka itulah orang-orang yang tersesat dari jalan petunjuk dan mereka menempuh jalan kesengsaraan, dan dengan demikian mereka telah berhak mendapatkan siksaan yang pedih, dan mereka tidak memiliki penolong dari siksaan Allah walaupun mereka mengerahkan segala isi bumi berupa emas agar dapat menebus diri mereka darinya itu, tidak akan berguna bagi mereka sama sekali. Kepada Allah kita berlindung dari kekufuran dan segala macam bentuknya.

(An-Nafahat Al-Makkiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi)

Mengadakan perbaikan berarti berbuat baik untuk menghilangkan akibat jelek dari kesalahan yang pernah dilakukan.

Taubat untuk kemaksiatan adalah dengan menyesal dan merasa rugi atas perbuatannya itu, dan dengan mengukur kadar kebesaran dan masa yang telah ia lakukan, kemudian ia melakukan bagi setiap kemaksiatan itu suatu kebaikan yang setarap dengannya. Dan ia melakukan kebaikan itu sesuai dengan jumlah kemaksiatan yang telah ia lakukan sehingga akan semakin jauh dan tertutupi nilai kemaksiatan itu. Dan akan terbentuk mental yang baru untuk bersemangat dalam kebaikan.

Hal ini nampak dalam hikmah sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada sahabat Abu Dzar رضي الله عنه،

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.

"Bertaqwalah kepada Allah di manapun engkau berada, dan ikutilah perbuatan buruk (dosa) dengan perbuatan yang baik niscaya ia akan menghapusnya" [HR At-Tirmizi, 1987 dishahihkan Al-Albany]

Didalam ayat yang lain, Allah mengingatkan untuk menghapus kejelekan dengan tutupan amalan kebaikan sehingga terlepas bekas noda itu dari jiwa seseorang yang telah terjerumus dalam dosa dan kemaksiatan,

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ

"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)perbuatan-perbuatan yang buruk"[Hud: 114.].

Allah juga berfirman,

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[An-Nur: 5].

Dan diantara tanda diterimanya amal seseorang adalah adanya amal soleh setelahnya.

Hasan al-Bashri رحمه الله mengatakan,

إن من جزاء الحسنة الحسنة بعدها

“Bagian dari balasan kebaikan adalah kebaikan setelahnya.”

(Lathoiful Ma'arif, Ibnu Rojab Al-Hanbaly)

Demikian pula amalan taubat, ketika orang yang telah bertaubat, dia semakin dekat dengan syariat, hal ini menjadi tanda taubatnya diterima oleh Allah.


Wallahu a'lam


🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


      ✏📚✒💧....

Share:

Berhati-hatilah dari tipuan dunia...!

✍ Hidup di dunia hanyalah sementara dan tidak lama. Tidak pernah ada satupun manusia yang kekal abadi didunia sejak penciptaan Adam sampai hari ini.

Karena dunia hanya sementara, maka semua yang ada di dunia juga sementara.

Hidup adalah sementara. kaya dan miskin, muda dan tua, sehat dan sakit, cantik dan jelek semuanya sementara dan sebentar lagi akan berakhir. Hati-hati oleh tipu daya setan sangat menggoda.

Allah berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.[Al-Hadîd : 20].

Allah telah memperingatkan supaya manusia tidak tertipu dengan kehidupan duniawi yang fana ini dalam firman-Nya.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

“Wahai para manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayai kalian, dan janganlah sekali-kali (syaitan) yang pandai menipu, memperdayakan kalian dari Allah.” [Faathiir: 5].

Ghurur adalah kecenderungan jiwa kepada sesuatu  yang cocok dengan hawa nafsu karena tipu daya setan. Orang-orang yang telah tertipu oleh kenikmatan dunia dan rayuan setan sering berkata, kita harus menikmati dunia karena akhirat belum pasti adanya. Kita harus mendahulukan kepentingan hidup di dunia karena kita hidup di dunia dan akhirat masih lama. Mari kita nikmati masa muda dengan kenikmatan dunia sebelum datang usia tua. Gaya bahasa beracun ini sering kali menipu anak manusia.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin رحمه الله memberikan nasehat yang ringkas dan dalam pengertiannya dalam mengambil manfaat dunia. Beliau berkata,

احذر يا أخي لا تغرنك الحياة الدنيا ولا يغرنك بالله الغرور . أنت إن وسع الله عليك الرزق وشكرته فهو خير لك. وإن ضيق عليك الرزق فصبرت فهو خير لك. أما أن تجعل الدنيا أكبر همك ومبلغ علمك فهو خسارة في الدنيا والآخرة.

📚شرح رياض الصالحين، ٦/٦٦٨

Wahai saudaraku waspadalah engkau jangan sampai kehidupan dunia itu memperdayakanmu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu membuatmu terpedaya dari mengingat Allah. 

Jika Allah memberimu keluasan dalam rezeki lalu engkau bersyukur atasnya, maka hal itu lebih baik bagimu. Namun seandainya Allah mempersempit rezekimu lalu engkau bersabar, maka itu lebih baik bagimu.

Adapun ketika engkau menjadikan dunia sebagai cita-cita terbesarmu dan puncak pengetahuanmu, maka yang demikian itu adalah kerugian di dunia dan diakhirat. 

📚 Syarah Riyadhus Sholihin 6/688


Wallahu a'lam.


🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


        ✏📚✒.🔥..

Share:

Hakikat ujian berupa nikmat atau musibah ...

✍Kebahagian diberi nikmat atau kesusahan karena tertimpa musibah yang datang kepada seorang manusia, bukanlah untuk menguji seberapa kuat badan dan jiwanya, tapi untuk menguji seberapa kuat ikatan iman dan doanya kepada Allah.

Allah berfirman :

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَیۡءࣲ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصࣲ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَ ٰ⁠لِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَ ٰ⁠تِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِینَ ۝  ٱلَّذِینَ إِذَاۤ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِیبَةࣱ قَالُوۤا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّاۤ إِلَیۡهِ رَ ٰ⁠جِعُونَ ۝  أُو۟لَـٰۤىِٕكَ عَلَیۡهِمۡ صَلَوَ ٰ⁠تࣱ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةࣱۖ وَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ.

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

yaitu orang-orang yang apabila musibah menimpa mereka, mereka berkata 'sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali.

Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."

[Surat Al-Baqarah 155 - 157]

Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di رحمه الله,

Allah menerangkan bahwa Allah bersumpah akan menguji hamba-hamba-Nya dengan sedikit ketakutan, yang berasal dari musuh Allah dan musuh-musuh mereka sendiri. Yaitu orang-orang kafir ketika menyatakan peperangan kepada orang mukmin. Ujian yang lain adalah sedikit kelaparan karena kepungan dari musuh dan sebab-sebab yang lain. Begitu juga ujian dengan berkurangnya harta disebabkan matinya hewan ternak karena peperangan atau paceklik. Allah menguji juga dengan hilangnya jiwa, seperti kematian seseorang, juga dengan rusaknya buah-buahan karena hama. Semua itu demi mengetahui siapakah yang mampu bersabar di atas keimanan dan ketaatannya kepada Allah, dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangannya. Bagi orang yang tidak mampu bersabar tidak akan mendapatkan kasih sayang dan pahala dari-Nya. Lantas Allah memerintahkan rasul-Nya agar memberikan kabar gembira kepada hamba-hamba-Nya yang bersabar. 

Seorang mukmin terkadang diuji dengan musibah dalam diri, keluarga, harta. Maka hendaknya dia bersabar, sehingga kedudukannya terangkat di sisi Rabbnya.

Lalu Allah menjelaskan keadaan orang-orang yang bersabar yaitu ketika mereka tertimpa musibah mereka mengatakan “Sesungguhnya kami milik Allah”, maka dengan kehendak-Nya Dia menimpakan ujian karena kami adalah hamba dan milik-Nya. “Dan hanya kepadaNya lah kami kembali” dengan kematian, maka tidak ada rasa gundah gulana, yang ada hanya menerima hukum-Nya dan ridha dengan takdirNya. 

Keutamaan mengucap kalimat istirja’ “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’uun”. 

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : “Ketika seorang hamba tertimpa musibah, kemudian dia mengucapkan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’uun, Allahumma’ jurniiy fii mushiibatiy wakhlif liy khairan minhaa” kecuali Allah akan memberikan pahala atas musibahnya dan mengganti untuknya yang lebih baik.” (HR Muslim)

Allah memberikan kabar gembira kepada mereka orang-orang yang bersabar, dengan ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan mendapatkan rahmat dari Rabbnya. Dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk untuk memperoleh kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Allah berfirman “Merekalah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

(Taisir Karim Ar-Rahman, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di)

Diantara keteladanan manusia yang mendapatkan ujian berupa kebaikan adalah kisah Nabi Sulaiman عليه السلام tatkala mendapatkan keniknatan melalui salah seorang rakyatnya yang memiliki kemapuan luar biasa dan bisa mengalahkan jin ifrit yang kuat beliau berucap,

قَالَ ٱلَّذِی عِندَهُۥ عِلۡمࣱ مِّنَ ٱلۡكِتَـٰبِ أَنَا۠ ءَاتِیكَ بِهِۦ قَبۡلَ أَن یَرۡتَدَّ إِلَیۡكَ طَرۡفُكَۚ فَلَمَّا رَءَاهُ مُسۡتَقِرًّا عِندَهُۥ قَالَ هَـٰذَا مِن فَضۡلِ رَبِّی لِیَبۡلُوَنِیۤ ءَأَشۡكُرُ أَمۡ أَكۡفُرُۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا یَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّی غَنِیࣱّ كَرِیمࣱ.

"Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia"."

[Surat An-Naml : 40]

Dan diantara hal yang harus diyakini setiap mukmin, bahwa ujian itu Allah berikan hanya sekedar untuk mengokohkan iman hambanya agar bisa dibedakan mana yang sungguh-sungguh berada diatas agamanya yang Haq dan man mana yang sekedar ikut-ikutan saja keislamannya, bukan untuk membinasakan dan menghancurkan.

وَلَنَبۡلُوَنَّكُمۡ حَتَّىٰ نَعۡلَمَ ٱلۡمُجَـٰهِدِینَ مِنكُمۡ وَٱلصَّـٰبِرِینَ وَنَبۡلُوَا۟ أَخۡبَارَكُمۡ.

"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu."

[Surat Muhammad : 31]


Wallahu a'lam


🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


         .✏📚✒.💞..

Share:

Ngerinya Jahannam ... !

✍ Mutiara nasehat para sahabat Nabi.

Manusia yang paling merugi adalah yang merugi di akhiratnya, karena tidak berguna lagi penyesalan.

Allah berfirman,

إن الخاسرين الذي خسروا أنفسهم وأهليهم يوم القيامة ألا ذلك هو الخسران المبين

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata’” [Az-Zumar: 15].

Neraka Jahanam adalah tempat paling mengerikan paling jelek dan tempat paling terburuk

Allah berfirman,

إنها سآءت مستقراً ومقاماً

“Sesungguhnya neraka Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman” [Al-Furqan: 66].

Allah berfirman,

وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (6) 

إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ (7) 

تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8) 

قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9) 

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ (10) 

فَاعْتَرَفُوا بِذَنْبِهِمْ فَسُحْقًا لِأَصْحَابِ السَّعِيرِ (11

"Dan orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, memperoleh azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab: “Benar ada”, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar”. Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. ” [Al Mulk: 6-11]

Rosululloh صلى الله عليه وسلم memberikan gambaran secara ringkas tentang pemandangan yang mengerikan tentang neraka:  

يُرْسَلُ الْبُكَاءُ عَلَى أَهْلِ النَّارِ فَيَبْكُونَ حَتَّى يَنْقَطِعَ الدُّمُوعُ ثُمَّ يَبْكُونَ الدَّمَ حَتَّى يَصِيرَ فِى وُجُوهِهِمْ كَهَيْئَةِ الأُخْدُودِ لَوْ أُرْسِلَتْ فِيهِ السُّفُنُ لَجَرَتْ.

“Akan terjadi tangisan pada penduduk neraka, merekapun menangis sampai habis air matanya. Kemudian berganti menjadi darah hingga wajah mereka seperti parit. Dan seandainya kapal-kapal  diletakan di dalamnya, niscaya ia bisa berlayar.” (HR. Ibnu Majah4324 dishahihkan Al-Albany) 

Tidak ada yang bisa dibandingkan kengerian neraka dengan apapun didunia ini.

‘Amr Ibnul ‘Ash رضي الله عنه berkata;

لو يعلم أحدكم حقيقة جهنّم لصرخ منها حتى ينقطع صوته ولصلّّى حتى ينكسر صلبه. 

📚زوائد الزهد، لابن المبارك: ص. ١٠٠٠٧

“Seandainya salah seorang di antara kalian mengetahui hakikat jahanam, niscaya dia akan menjerit sekeras-kerasnya (minta tolong) sampai suaranya terputus. Dia juga akan melakukan shalat sampai tulang punggungnya patah (karena lamanya sholatnya).”


📚Zawaid az-Zuhd karya Ibnul Mubarak: 1007. (Terj. Ust. Andri Madsa)

🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


       ✏📚✒.💫..

Share:

Jangan berlebihan dalam mencintai dunia ...!


 ✍Allah berfirman,

كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ ﴿٢٠﴾ وَتَذَرُونَ الْآخِرَةَ 

"Tidak! Bahkan kamu mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan (kehidupan) akhirat." [Al-Qiyâmah: 20-21]

Berkata Imam Ibnu Katsir رحمه الله,

Firman Allah:

{كَلا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُونَ الآخِرَةَ}

Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. (Al-Qiyamah: 20-21)

Sesungguhnya yang mendorong mereka mendustakan hari kiamat, menentang wahyu kebenaran dan Al-Qur'an yang mulia yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya tiada lain karena tujuan mereka hanyalah kehidupan dunia yang segera dan mereka sama sekali melupakan kehidupan akhirat.

(Tafsir Al-Qur'an Al-Adhim, Imam Ibnu Katsir)

Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di رحمه الله,

Sebenarnya kamu (wahai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat

Sehingga kamu tidak beramal untuknya seakan-akan kamu diciptakan bukan untuknya, dan seakan-akan dunia adalah tempat menetap yang perlu untuk diberikan pengorbanan pikiran dan tenaga sehingga hakikat menjadi berubah di hadapanmu dan kamu pun mendapatkan kerugian. Kalau sekiranya kamu mengutamakan akhirat di atas dunia, kamu melihat akibat (akhir) dari sesuatu sebagaimana orang yang berakal melihat, tentu kamu akan beruntung.

(Taisir Karim Ar-Rahman, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di)

Rasulullâh صلى الله عليه وسلم mengingatkan perkara penting yang menjadikan manusia terpecah belah dan terhimpun urusannya didunia terkait dengan perhatian utamanya terhadap dunia, 

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَـمَّهُ ؛ فَـرَّقَ اللّٰـهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَـيْهِ ، وَلَـمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا كُتِبَ لَـهُ ، وَمَنْ كَـانَتِ الْآخِرَةُ نِـيَّـتَـهُ ، جَـمَعَ اللّٰـهُ لَهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِـيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَـا وَهِيَ رَاغِمَةٌ

"Barangsiapa yang tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina."(HR. Ahmad, 5/183, Ibnu Mâjah, 4105, dishahihkan Al-Albani dalam  Ash-Shahîhah, 950)

Allah mencintai orang-orang yang zuhud terhadap dunia. Allah mencela orang-orang yang mencintai dan mengutamakan dunia daripada akhirat. 

Jika Allah mencela orang-orang yang mencintai dunia, maka itu menunjukkan bahwa Dia memuji orang-orang yang tidak mencintai dunia, menolaknya, dan meninggalkannya.

Kemuliaan dan kehormatan manusia bukan karena banyaknya dunia yang dicapai dan digenggamnya, akan tetapi hal itu diperoleh dengan ketekunan dan keistiqomahannya dalam menjalankan ketaatan dan ibadah kepada Allah 

Sebagaimana yang disampaikan Allah bahwa hanya orang-orang yang Istiqomah yang mampu mengambil pelajaran Al-Qur'an,

 إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ,لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ

"Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus (istiqomah)."

Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk selalu istiqomah dalam ketaatan.

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

"Maka istiqomahlah sebagaimana engkau (Muhammad) diperintahkan beserta orang yang bertaubat bersamamu, dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah Maha melihat terhadap apa yang kalian perbuat." (Hud: 112)

Rasulullâh صلى الله عليه وسلم bersabda,

وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ الْـمُؤْمِنِ قِيَامُهُ بِاللَّيْلِ ، وَعِزَّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ

"Dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang Mukmin ialah shalat malamnya dan kehormatannya ialah tidak merasa butuh kepada manusia."(HR. al-Hâkim 4/324-325, dan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iimân no. 10058 dihasankan Al-Albâni dalam Ash-Shahîhah no. 831)(artikel Ust. Yazid Jawwas حفظه الله)


🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc

       ✏📚✒.💧..

Share:

Musibah adalah tanda Kecintaan Alloh kepada hambanya

✍ Allah berfirman:

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ مَن یَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِینِهِۦ فَسَوۡفَ یَأۡتِی ٱللَّهُ بِقَوۡمࣲ یُحِبُّهُمۡ وَیُحِبُّونَهُۥۤ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِینَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِینَ یُجَـٰهِدُونَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ وَلَا یَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَاۤىِٕمࣲۚ ذَ ٰ⁠لِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ یُؤۡتِیهِ مَن یَشَاۤءُۚ وَٱللَّهُ وَ ٰ⁠سِعٌ عَلِیمٌ.

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” [Al-Maidah: 54].

Syarat pertama datangnya kecintaan Allah kepada hambanya adalah keimanan. Ini adalah syarat mutlak akan adanya kecintaan Allah.

Sebaik apapun seorang manusia jika tidak punya keimanan kepada Allah, maka jangan harap sedikitpun kecintaan itu.

Lalu Allah menyebutkan tentang adanya sebagian manusia yang lemah imannya, sehingga mudah untuk murtad keluar dari Islam. Mereka itu adalah manusia yang paling dibenci oleh Allah, namun mereka tidak akan memberikan mudharat sedikitpun kepada Allah dan agamanya. Bahkan Allah akan segera mengganti mereka dengan hambanya yang lain yang lebih baik dan sangat dicintai oleh Allah.

Dalam ayat ini, Allah menyebutkan sifat-sifat kaum yang dicintai selain sifat diatas yaitu:

Sifat pertama adalah tawadhu’ (rendah hati) dan tidak sombong kepada orang Islam. 

Yang kedua, mereka merasa jaya (lebih tinggi) kepada orang-orang kafir. Tidak merasa hina dan merendah kepada mereka. 

Yang ketiga, Mereka berjihad di jalan Allah. Berjihad kepada syetan, orang-orang kafir, orang-orang munafik, orang fasik, jihad pada diri sendiri. 

Yang keempat, Nereka tidak takut terhadap celaan orang yang mencela. Ketika telah menunaikan perintah-perintah agamanya, maka tidak terpengaruh siapa yang menghina atau mencelanya.

(disarikan dari artikel islamqa.com)

Namun demikian, tidak berarti mereka tidak akan diuji oleh Allah.

Justru adanya ujian, musibah dan cobaan untuk seorang hamba itu merupakan tanda semakin kuatnya kecintaan Allah kepadanya. Yang mana ia seperti obat, meskipun pahit, dan akan menjadi penghapus dosa-dosanya dan mengangkat ketinggian derajatnya.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم,

" إنَّ عِظم الجزاء من عظم البلاء ، وإنَّ الله عز وجل إذا أحب قوماً ابتلاهم ، فمن رضي فله الرضا ، ومن سخط فله السخط " رواه الترمذي ( 2396 ) وابن ماجه ( 4031 )

“Sesungguhnya agungnya balasan dari besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla ketika mencintai suatu kau." (HR At- Tirmidzi, 2396; Ibnu Majah, 4031 dishahihkan Al-Albany)


Wallahu a'lam


🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


        ✏📚✒.💫..

Share:

Biar hati bisa merasakan manisnya iman ...?

✍ Mutiara nasehat para Ulama Salaf.

Nikmatnya iman merupakan anugerah dari Allah yang harus disyukuri.

Manisnya iman dapat dirasakan melalui ketaatan dan kesukaan kepadanya serta mendahulukannya atas hawa nafsu. Seseorang dapat merasakan manisnya iman apabila dia melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allâh dan Rasûl-Nya, menanggung beban berat dalam melaksanakan agama dan mendahulukan agama atas dunia.

Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah dengan iman dan amalan saleh, dengan bertakwa kepada-Nya. 

Allah berfirman,

مَنۡ عَمِلَ صَـٰلِحࣰا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنࣱ فَلَنُحۡیِیَنَّهُۥ حَیَوٰةࣰ طَیِّبَةࣰۖ وَلَنَجۡزِیَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ.

“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sungguh akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97].

Diistilahkannya iman dengan kata manis, sebagaimana Allah juga menyerupakan keimanan dengan pohon yang baik dalam firman-nya : 

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ 

“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allâh telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit.” [Ibrahim: 24]

Manusia yang Zuhud didunia akan mampu mengendalikan diri dan nafsunya untuk tunduk patuh dalam ketaatan kepada Allah, sehingga mereka dapat merasakan indah dan manisnya keimanan.

قال الفضيل بن عياض رحمه الله: 

حرام على قلوبكم أن تصيب حلاوة الإيمان حتى تزهدوا في الدنيا.

(سير أعلام النبلاء، ج. ٨/ ص.٤٣٤)

📚 درر من اقوال أئمة السلف (kalemtayeb.com)

Berkata Imam Fudhoil bin Iyadh رحمه الله,

Terhalang atas hati kalian untuk mendapatkan manisnya iman sehingga kalian Zuhud di dunia.

(Siyar A'lam Nubala', j. 8/ h. 434)

📚Duror min Aqwal Aimmah As-Salaf (kalemtayeb.com)


🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


        ✏📚✒.🌹..

Share:

Ada yang bisa merusak amal ...?

✍ Mutiara nasehat para Ulama Salaf.

Berapa banyak orang-orang yang beramal akan tetapi ia tidak berusaha menjaga amalnya. Akibatnya Allah batalkan amalannya. 

Seorang mukmin harus selalu merasa waspada kalau amalnya dibatalkan oleh Allah. Seseorang yang beriman kepada Allah dan kehidupan akhirat, dia khawatir kalau ternyata amal shalihnya di hari kiamat tidak diterima oleh Allah.

Amal  merupakan perwujudan dari sesuatu yang menjadi harapan jiwa, baik berupa ucapan, perbuatan anggota badan, ataupun perbuatan hati. Amal harus berdasarkan pada niat karena Allah menilai amal dari niatnya.

Allah berfirman,

فَمَن كَانَ یَرۡجُوا۟ لِقَاۤءَ رَبِّهِۦ فَلۡیَعۡمَلۡ عَمَلࣰا صَـٰلِحࣰا وَلَا یُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦۤ أَحَدَۢا.

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-nya.”

[Surat Al-Kahfi : 110]

Allah memuji orang-orang yang selalu khawatir ditolaknya amalannya. 

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ 

"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut. (Mereka menyadari bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka." [Al-Mukminûn : 60] 

Ketika Rasûlullah صلى الله عليه وسلم membacakan ayat ini keoada, ‘Aisyah, lalu dia bertanya, 

“Ya Rasululloh, Apakah mereka adalah orang-orang yang minum khamer dan mencuri?” Rasûlullâh menjawab, 

“Tidak wahai puteri Abu Bakar ash-Shiddîq. Mereka itu adalah yang melakukan ibadah shaum, shalat, dan bersedekah, namun mereka takut jika amalan mereka tidak diterima oleh Allâh. Mereka itu adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam segala kebaikan dan mereka selalu menjadi yang terdepan”.(HR At-Tirmidzi, 3175; Ibnu Mâjah, 4198 dishahihkan Al-Albany)

Orang-orang yang mengetahui adanya hal yang merusak amalannya, menjadikan dia waspada dan terus menjaganya supaya amalanya dalam keadaan baik dan diterima oleh Allah.

قال الحسن البصري رحمه الله: 

لا يزال العبد بخير ما علم الذي يفسد عليه عمله.

(الزهد، ج. ٨/ص. ٢٥٥)

📚 درر من اقوال أئمة السلف (kalemtayeb.com)

Berkata Imam Hasan Al-Bashry رحمه الله,

Terus menerus seorang hamba dalam keadaan baik selama dia mengetahui adanya hal yang bisa merusak amalnya.

(Az-Zuhd, j. 8/h. 255)

📚 Duror min Aqwal Aimmah As-Salaf (kalemtayeb.com)

🍃 Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


       ✏📚✒.🌹..

Share:

Al-Qur'an menghimpun ilmu orang terdahulu maupun yang akan datang

✍ Mutiara nasehat para sahabat Nabi.

Allah mensifati Al-Qur'an sebagai kitab yang tidak tersusupi kebatilan sedikitpun dari arah manapun.

إِنَّ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ بِٱلذِّكۡرِ لَمَّا جَاۤءَهُمۡۖ وَإِنَّهُۥ لَكِتَـٰبٌ عَزِیزࣱ ۝  

لَّا یَأۡتِیهِ ٱلۡبَـٰطِلُ مِنۢ بَیۡنِ یَدَیۡهِ وَلَا مِنۡ خَلۡفِهِۦۖ تَنزِیلࣱ مِّنۡ حَكِیمٍ حَمِیدࣲ.

"Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Quran ketika Al Quran itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al Quran itu adalah kitab yang mulia.

Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji."

[Surat Fushilat: 41 - 42]

Allah berfirman,

ذَ ٰ⁠لِكَ ٱلۡكِتَـٰبُ لَا رَیۡبَۛ فِیهِۛ هُدࣰى لِّلۡمُتَّقِینَ.

“Kitab(Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”  [Al-Baqoroh : 2 ]. 

Ayat ini merupakan jawaban yang ringkas dan padat dari sebuah keraguan bagi seluruh manusia tentang ke universalan, kebenaran kesempurnaan Al-Qur'an, bahwa Al-Qur'an itu adalah kitab yang akan membimbing manusia kepada kebenaran, yang akan mengarahkan manusia dari sistem jahiliyah kepada sistem Islam.

Kesempurnaan Al-Qur'an, itu telah menghimpun semua ilmu pengetahuan manusia dari orang-orang yang terdahulu maupun yang akan datang. Tidak tersisa sedikitpun pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia dalam mengarungi kehidupan dizaman kapanpun melainkan didalamnya terdapat petunjuk yang selamat dan sempurna.

قال ابن مسعود رضى الله عنه: 

من أراد علم الأولين والآخرين، فليتدبر القرآن.

(رواه الطبراني في "المعجم الكبير")

📚 درر من اقوال أئمة السلف (kalemtayeb.com)

Berkata sahabat Abdullah bin Mas'ud رضي الله عنه,

Barangsiapa yang menginginkan ilmunya orang-orang yang terdahulu maupun yang akan datang hendaknya dia mentadabbburi Al-Qur'an.

(Atsar diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Mu'jamul Kabir)

📚 Duror min Aqwal Aimmah As-Salaf (kalemtayeb.com)

🍃 Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


       ✏📚✒.📒..

Share:

✨ Penyesalan-penyesalan di hari kiamat

✍ Manusia yang paling beruntung dan bahagia adalah yang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga..

كُلُّ نَفۡسࣲ ذَاۤىِٕقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَاۤ إِلَّا مَتَـٰعُ ٱلۡغُرُورِ.

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."

[Surat Ali 'Imran: 185]

Sedangkan manusia yang paling merugi adalah yang dimasukkan kedalam neraka.

Masuk neraka adalah kerugian yang sangat besar

Allah berfirman,

قُلۡ إِنَّ ٱلۡخَـٰسِرِینَ ٱلَّذِینَ خَسِرُوۤا۟ أَنفُسَهُمۡ وَأَهۡلِیهِمۡ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِۗ أَلَا ذَ ٰ⁠لِكَ هُوَ ٱلۡخُسۡرَانُ ٱلۡمُبِینُ ۝  

لَهُم مِّن فَوۡقِهِمۡ ظُلَلࣱ مِّنَ ٱلنَّارِ وَمِن تَحۡتِهِمۡ ظُلَلࣱۚ ذَ ٰ⁠لِكَ یُخَوِّفُ ٱللَّهُ بِهِۦ عِبَادَهُۥۚ یَـٰعِبَادِ فَٱتَّقُونِ.

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.

Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah merekapun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku hai hamba-hamba-Ku."

[Surat Az-Zumar : 15 - 16]

 Orang-orang yang dimasukkan ke dalam neraka dihinakan oleh Allah, sebagaimana pernyataan para Ulul Albab,

رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Ya Rabb kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolong pun” [Ali ‘Imran: 192].

Dan neraka merupakan tempat kembali yang terburuk.

Allah berfirman,

إنها سآءت مستقراً ومقاماً

“Sesungguhnya neraka Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman” [Al-Furqan: 66].

Sehingga wajar mereka sangat menyesali atas nasib mereka.

Allah mengungkapkan penyesalan-penyesalan mereka sebagai berikut:

1. Karena mereka dulunya berlaku dzalim.

قَالُوا۟ یَـٰوَیۡلَنَاۤ إِنَّا كُنَّا ظَـٰلِمِینَ.

"Mereka berkata: "Aduhai, celaka kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zaIim"."

[Surat Al-Anbiya' 14]

وَلَىِٕن مَّسَّتۡهُمۡ نَفۡحَةࣱ مِّنۡ عَذَابِ رَبِّكَ لَیَقُولُنَّ یَـٰوَیۡلَنَاۤ إِنَّا كُنَّا ظَـٰلِمِینَ.

"Dan sesungguhnya, jika mereka ditimpa sedikit saja dari azab Tuhan-mu, pastilah mereka berkata: "Aduhai, celakalah kami, bahwasanya kami adalah orang yang menganiaya diri sendiri"."

[Surat Al-Anbiya' 46]

2. Dulunya mereka melalaikan peringatan adanya hari kiamat.

وَٱقۡتَرَبَ ٱلۡوَعۡدُ ٱلۡحَقُّ فَإِذَا هِیَ شَـٰخِصَةٌ أَبۡصَـٰرُ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ یَـٰوَیۡلَنَا قَدۡ كُنَّا فِی غَفۡلَةࣲ مِّنۡ هَـٰذَا بَلۡ كُنَّا ظَـٰلِمِینَ.

"Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata): "Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim"."

[Surat Al-Anbiya' 97]

3. Dulunya mereka tidak meyakini adanya hari kebangkitan.

قَالُوا۟ یَـٰوَیۡلَنَا مَنۢ بَعَثَنَا مِن مَّرۡقَدِنَاۜۗ هَـٰذَا مَا وَعَدَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ وَصَدَقَ ٱلۡمُرۡسَلُونَ.

"Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?". Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul(Nya)."

[Surat Ya-Sin 52]

4. Mereka mendustakan hari kiamat.

وَقَالُوا۟ یَـٰوَیۡلَنَا هَـٰذَا یَوۡمُ ٱلدِّینِ ۝  هَـٰذَا یَوۡمُ ٱلۡفَصۡلِ ٱلَّذِی كُنتُم بِهِۦ تُكَذِّبُونَ.

"Dan mereka berkata: "Aduhai celakalah kita!" Inilah hari pembalasan. Barisan-barisan (Aş-Şāffāt):21 - Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya.

[Surat Ash-Shaffat 20 - 21]

5. Mereka telah melampaui batas

Penyesalan pemilik kebun yang dibinasakan oleh Allah.

قَالُوا۟ یَـٰوَیۡلَنَاۤ إِنَّا كُنَّا طَـٰغِینَ.

"Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas"."

[Surat Al-Qalam 31]

6. Karena salah dalam mengambil teman dekat.

وَیَوۡمَ یَعَضُّ ٱلظَّالِمُ عَلَىٰ یَدَیۡهِ یَقُولُ یَـٰلَیۡتَنِی ٱتَّخَذۡتُ مَعَ ٱلرَّسُولِ سَبِیلࣰا ۝  یَـٰوَیۡلَتَىٰ لَیۡتَنِی لَمۡ أَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِیلࣰا

"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku)."

[Surat Al-Furqan 27 - 28]

7. Melihat banyaknya catatan dosanya

وَوُضِعَ ٱلۡكِتَـٰبُ فَتَرَى ٱلۡمُجۡرِمِینَ مُشۡفِقِینَ مِمَّا فِیهِ وَیَقُولُونَ یَـٰوَیۡلَتَنَا مَالِ هَـٰذَا ٱلۡكِتَـٰبِ لَا یُغَادِرُ صَغِیرَةࣰ وَلَا كَبِیرَةً إِلَّاۤ أَحۡصَىٰهَاۚ وَوَجَدُوا۟ مَا عَمِلُوا۟ حَاضِرࣰاۗ وَلَا یَظۡلِمُ رَبُّكَ أَحَدࣰا.

"Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun"."

[Surat Al-Kahfi 49]

9. Lebih mentaati pemimpinnya daripada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

یَوۡمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمۡ فِی ٱلنَّارِ یَقُولُونَ یَـٰلَیۡتَنَاۤ أَطَعۡنَا ٱللَّهَ وَأَطَعۡنَا ٱلرَّسُولَا۠ ۝  وَقَالُوا۟ رَبَّنَاۤ إِنَّاۤ أَطَعۡنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاۤءَنَا فَأَضَلُّونَا ٱلسَّبِیلَا۠.

"Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul".

Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)."

[Surat Al-Ahzab 66 - 67]

10. Ketika diberi catatan amal dari arah kirinya karena banyaknya dosa.

وَأَمَّا مَنۡ أُوتِیَ كِتَـٰبَهُۥ بِشِمَالِهِۦ فَیَقُولُ یَـٰلَیۡتَنِی لَمۡ أُوتَ كِتَـٰبِیَهۡ ۝  وَلَمۡ أَدۡرِ مَا حِسَابِیَهۡ ۝  یَـٰلَیۡتَهَا كَانَتِ ٱلۡقَاضِیَةَ.

"Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Hari Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu."

[Surat Al-Haqqah 25 - 27]

📚Dinukil dari Fathurrahman Li Tholibi Ayatil Qur'an.


🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc


        ✏📚✒.💦..

Share:

Ciri-Ciri Penduduk Surga

Oleh :Ari Wahyudi, S.Si. 


Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan surga bagi hamba-hamba yang beriman dan menciptakan neraka bagi orang-orang kafir. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada nabi dan rasul akhir zaman, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’du.

Berikut ini adalah sebagian ciri-ciri dan karakter orang-orang yang dijanjikan oleh Allah mendapatkan surga beserta segala kenikmatan yang ada di dalamnya, yang sama sekali belum pernah terlihat oleh mata, belum terdengar oleh telinga, dan belum terlintas dalam benak manusia. Semoga Allah menjadikan kita termasuk di antara penduduk surga-Nya.

1. Beriman dan beramal salih

Allah ta’ala berfirman,

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan balasan berupa surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai…” (Qs. al-Baqarah: 25)

Ibnu Abi Zaid al-Qairawani rahimahullah mengatakan,

وأنَّ الإيمانَ قَولٌ باللِّسانِ، وإخلاَصٌ بالقلب، وعَمَلٌ بالجوارِح، يَزيد بزيادَة الأعمالِ، ويَنقُصُ بنَقْصِها، فيكون فيها النَّقصُ وبها الزِّيادَة، ولا يَكْمُلُ قَولُ الإيمانِ إلاَّ بالعمل، ولا قَولٌ وعَمَلٌ إلاَّ بنِيَّة، ولا قولٌ وعَمَلٌ وَنِيَّةٌ إلاَّ بمُوَافَقَة السُّنَّة

“Iman adalah ucapan dengan lisan, keikhlasan dengan hati, dan amal dengan anggota badan. Ia bertambah dengan bertambahnya amalan dan berkurang dengan berkurangnya amalan. Sehingga amal-amal bisa mengalami pengurangan dan ia juga merupakan penyebab pertambahan -iman-. Tidak sempurna ucapan iman apabila tidak disertai dengan amal. Ucapan dan amal juga tidak sempurna apabila tidak dilandasi oleh niat -yang benar-. Sementara ucapan, amal, dan niat pun tidak sempurna kecuali apabila sesuai dengan as-Sunnah/tuntunan.” (Qathfu al-Jani ad-Dani karya Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad, hal. 47)

al-Baghawi rahimahullah menyebutkan riwayat dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu bahwa yang dimaksud amal salih adalah mengikhlaskan amal. Maksudnya adalah bersih dari riya’. Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu mengatakan, “Amal salih adalah yang di dalamnya terdapat empat unsur: ilmu, niat yang benar, sabar, dan ikhlas.” (Ma’alim at-Tanzil [1/73] as-Syamilah)

2. Bertakwa

Allah ta’ala berfirman,

لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

“Bagi orang-orang yang bertakwa terdapat balasan di sisi Rabb mereka berupa surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, begitu pula mereka akan mendapatkan istri-istri yang suci serta keridhaan dari Allah. Allah Maha melihat hamba-hamba-Nya.” (Qs. Ali Imran: 15).

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menguraikan jati diri orang bertakwa. Mereka itu adalah orang-orang yang bertakwa kepada Rabb mereka. Mereka menjaga diri dari siksa-Nya dengan cara melakukan apa saja yang diperintahkan Allah kepada mereka dalam rangka menaati-Nya dan karena mengharapkan balasan/pahala dari-Nya. Selain itu, mereka meninggalkan apa saja yang dilarang oleh-Nya juga demi menaati-Nya serta karena khawatir akan tertimpa hukuman-Nya (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 119 cet Dar al-‘Aqidah 1423 H).

Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah, hal. 68 cet. Dar Ibnu ‘Affan 1424 H)

an-Nawawi rahimahullah menjelaskan, salah satu faktor pendorong untuk bisa menumbuhkan ketakwaan kepada Allah adalah dengan senantiasa menghadirkan keyakinan bahwasanya Allah selalu mengawasi gerak-gerik hamba dalam segala keadaannya (Syarh al-Arba’in, yang dicetak dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 142 cet Markaz Fajr dan Ulin Nuha lil Intaj al-I’lami)

Syaikh as-Sa’di rahimahullah memaparkan bahwa keberuntungan manusia itu sangat bergantung pada ketakwaannya. Oleh sebab itu Allah memerintahkan (yang artinya), “Bertakwalah kepada Allah, mudah-mudahan kamu beruntung. Dan jagalah dirimu dari api neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Qs. Ali Imron: 130-131). Cara menjaga diri dari api neraka adalah dengan meninggalkan segala sesuatu yang menyebabkan terjerumus ke dalamnya, baik yang berupa kekafiran maupun kemaksiatan dengan berbagai macam tingkatannya. Karena sesungguhnya segala bentuk kemaksiatan -terutama yang tergolong dosa besar- akan menyeret kepada kekafiran, bahkan ia termasuk sifat-sifat kekafiran yang Allah telah menjanjikan akan menempatkan pelakunya di dalam neraka. Oleh sebab itu, meninggalkan kemaksiatan akan dapat menyelamatkan dari neraka dan melindunginya dari kemurkaan Allah al-Jabbar. Sebaliknya, berbagai perbuatan baik dan ketaatan akan menimbulkan keridhaan ar-Rahman, memasukkan ke dalam surga dan tercurahnya rahmat bagi mereka (Taisir al-Karim ar-Rahman [1/164] cet Jum’iyah Ihya’ at-Turots al-Islami)

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengimbuhkan, bahwa tercakup dalam ketakwaan -bahkan merupakan derajat ketakwaan yang tertinggi- adalah dengan melakukan berbagai perkara yang disunnahkan (mustahab) dan meninggalkan berbagai perkara yang makruh, tentu saja apabila yang wajib telah ditunaikan dan haram ditinggalkan (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, hal. 211 cet Dar al-Hadits 1418 H)

Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan riwayat dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Mu’adz ditanya tentang orang-orang yang bertakwa. Maka beliau menjawab, “Mereka adalah suatu kaum yang menjaga diri dari kemusyrikan, peribadahan kepada berhala, dan mengikhlaskan ibadah mereka hanya untuk Allah.” al-Hasan mengatakan, “Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang menjauhi perkara-perkara yang diharamkan Allah kepada mereka dan menunaikan kewajiban yang diperintahkan kepada mereka.” Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.” Thalq bin Habib rahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharapkan pahala dari Allah, serta kamu meninggalkan kemaksiatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut hukuman Allah.” (dinukil dari Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, hal. 211 cet Dar al-Hadits 1418 H)

Pokok dan akar ketakwaan itu tertancap di dalam hati. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pada hakikatnya ketakwaan yang sebenarnya itu adalah ketakwaan dari dalam hati, bukan semata-mata ketakwaan anggota tubuh. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yang demikian itu dikarenakan barang siapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu semua muncul dari ketakwaan yang ada di dalam hati.” (Qs. al-Hajj: 32). Allah juga berfirman (yang artinya), “Tidak akan sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah -hewan kurban itu-, akan tetapi yang akan sampai kepada Allah adalah ketakwaan dari kalian.” (Qs. al-Hajj: 37). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketakwaan itu sumbernya di sini.” Seraya beliau mengisyaratkan kepada dadanya (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).” (al-Fawa’id, hal. 136 cet. Dar al-‘Aqidah 1425 H)

Namun, perlu diingat bahwa hal itu bukan berarti kita boleh meremehkan amal-amal lahir, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Petunjuk yang paling sempurna adalah petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara itu, beliau adalah orang yang telah menunaikan kedua kewajiban itu -lahir maupun batin- dengan sebaik-baiknya. Meskipun beliau adalah orang yang memiliki kesempurnaan dan tekad serta keadaan yang begitu dekat dengan pertolongan Allah, namun beliau tetap saja menjadi orang yang senantiasa mengerjakan sholat malam sampai kedua kakinya bengkak. Bahkan beliau juga rajin berpuasa, sampai-sampai dikatakan oleh orang bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berjihad di jalan Allah. Beliau pun berinteraksi dengan para sahabatnya dan tidak menutup diri dari mereka. Beliau sama sekali tidak pernah meninggalkan amalan sunnah dan wirid-wirid di berbagai kesempatan yang seandainya orang-orang yang perkasa di antara manusia ini berupaya untuk melakukannya niscaya mereka tidak akan sanggup melakukan seperti yang beliau lakukan. Allah ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menunaikan syari’at-syari’at Islam dengan perilaku lahiriyah mereka, sebagaimana Allah juga memerintahkan mereka untuk mewujudkan hakikat-hakikat keimanan dengan batin mereka. Salah satu dari keduanya tidak akan diterima, kecuali apabila disertai dengan ‘teman’ dan pasangannya…” (al-Fawa’id, hal. 137 cet. Dar al-‘Aqidah 1425 H)

3. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيم

“Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (Qs. an-Nisa’: 13)

Allah ta’ala berfirman tentang mereka,

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman itu ketika diseru untuk patuh kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul itu memutuskan perkara di antara mereka maka jawaban mereka hanyalah, ‘Kami dengar dan kami taati’. Hanya mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. an-Nur: 51)

Allah ta’ala menyatakan,

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

“Barang siapa taat kepada Rasul itu maka sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (Qs. An-Nisaa’ : 80)

Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul, ketika menyeru kalian untuk sesuatu yang akan menghidupkan kalian. Ketahuilah, sesungguhnya Allah yang menghalangi antara seseorang dengan hatinya. Dan sesungguhnya kalian akan dikumpulkan untuk bertemu dengan-Nya.” (Qs. al-Anfal: 24)

Ketika menjelaskan kandungan pelajaran dari ayat ini, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya kehidupan yang membawa manfaat hanyalah bisa digapai dengan memenuhi seruan Allah dan rasul-Nya. Barang siapa yang tidak muncul pada dirinya istijabah/sikap memenuhi dan mematuhi seruan tersebut maka tidak ada kehidupan sejati padanya. Meskipun sebenarnya dia masih memiliki kehidupan ala binatang yang tidak ada bedanya antara dia dengan hewan yang paling rendah sekalipun. Oleh sebab itu kehidupan yang hakiki dan baik adalah kehidupan pada diri orang yang memenuhi seruan Allah dan rasul-Nya secara lahir dan batin. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar hidup, walaupun tubuh mereka telah mati. Adapun selain mereka adalah orang-orang yang telah mati, meskipun badan mereka masih hidup. Oleh karena itulah maka orang yang paling sempurna kehidupannya adalah yang paling sempurna di antara mereka dalam memenuhi seruan dakwah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya di dalam setiap ajaran yang beliau dakwahkan terkandung unsur kehidupan sejati. Barang siapa yang luput darinya sebagian darinya maka itu artinya dia telah kehilangan sebagian unsur kehidupan, dan di dalam dirinya mungkin masih terdapat kehidupan sekadar dengan besarnya istijabahnya terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (al-Fawa’id, hal. 85-86 cet. Dar al-‘Aqidah)

4. Cinta dan Benci karena Allah

Allah ta’ala berfirman,

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Tidak akan kamu jumpai suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih sayang kepada orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya meskipun mereka itu adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, maupun sanak keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang ditetapkan Allah di dalam hati mereka dan Allah kuatkan mereka dengan pertolongan dari-Nya, Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah, ketahuilah sesungguhnya hanya golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. al-Mujadalah: 22)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ ».

“Barang siapa yang mencintai karena Allah. Membenci karena Allah. Memberi karena Allah. Dan tidak memberi juga karena Allah. Maka sungguh dia telah menyempurnakan imannya.” (HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [10/181] as-Syamilah)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada orang tua dan anak-anaknya.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ

“Ciri keimanan yaitu mencintai kaum Anshar, sedangkan ciri kemunafikan yaitu membenci kaum Anshar.” (HR. Bukhari)

5. Berinfak di kala senang maupun susah

Allah ta’ala berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ  الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ  وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Bersegeralah menuju ampunan Rabb kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menginfakkan hartanya di kala senang maupun di kala susah, orang-orang yang menahan amarah, yang suka memaafkan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menzalimi diri mereka sendiri maka mereka pun segera mengingat Allah lalu meminta ampunan bagi dosa-dosa mereka, dan siapakah yang mampu mengampuni dosa selain Allah. Dan mereka juga tidak terus menerus melakukan dosanya sementara mereka mengetahuinya.” (Qs. Ali Imron: 133-135)

Membelanjakan harta di jalan Allah merupakan ciri orang-orang yang bertakwa. Allah ta’ala berfirman,

الم  ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ  الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

“Alif lam mim. Ini adalah Kitab yang tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang beriman kepada perkara gaib, mendirikan sholat, dan membelanjakan sebagian harta yang Kami berikan kepada mereka.” (Qs. al-Baqarah: 1-3)

Syaikh as-Sa’di memaparkan, infak yang dimaksud dalam ayat di atas mencakup berbagai infak yang hukumnya wajib seperti zakat, nafkah untuk istri dan kerabat, budak, dan lain sebagainya. Demikian juga ia meliputi infak yang hukumnya sunnah melalui berbagai jalan kebaikan. Di dalam ayat di atas Allah menggunakan kata min yang menunjukkan makna sebagian, demi menegaskan bahwa yang dituntut oleh Allah hanyalah sebagian kecil dari harta mereka, tidak akan menyulitkan dan memberatkan bagi mereka. Bahkan dengan infak itu mereka sendiri akan bisa memetik manfaat, demikian pula saudara-saudara mereka yang lain. Di dalam ayat tersebut Allah juga mengingatkan bahwa harta yang mereka miliki merupakan rezki yang dikaruniakan oleh Allah, bukan hasil dari kekuatan mereka semata. Oleh sebab itu Allah memerintahkan mereka untuk mensyukurinya dengan cara mengeluarkan sebagian kenikmatan yang diberikan Allah kepada mereka dan untuk berbagi rasa dengan saudara-saudara mereka yang lain (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman [1/30] cet. Jum’iyah Ihya’ at-Turots al-Islami)

6. Memiliki hati yang selamat

Allah ta’ala berfirman,

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ  إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“Pada hari itu -hari kiamat- tidak bermanfaat lagi harta dan keturunan, melainkan bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (Qs. as-Syu’ara: 88-89)

Abu Utsman an-Naisaburi rahimahullah mengatakan tentang hakikat hati yang selamat, “Yaitu hati yang terbebas dari bid’ah dan tenteram dengan Sunnah.” (disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya [6/48] cet Maktabah Taufiqiyah)

Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan bahwa hakikat hati yang selamat itu adalah, “Hati yang bersih dari syirik dan keragu-raguan. Adapun dosa, maka tidak ada seorang pun yang bisa terbebas darinya. Ini adalah pendapat mayoritas ahli tafsir.” (Ma’alim at-Tanzil [6/119], lihat juga Tafsir Ibnu Jarir at-Thabari [19/366] as-Syamilah)

Imam al-Alusi rahimahullah juga menyebutkan bahwa terdapat riwayat dari para ulama salaf seperti Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ibnu Sirin, dan lain-lain yang menafsirkan bahwa yang dimaksud hati yang selamat adalah, “Hati yang selamat dari penyakit kekafiran dan kemunafikan.” (Ruh al-Ma’ani [14/260] as-Syamilah)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Pengertian paling lengkap tentang makna hati yang selamat itu adalah hati yang terselamatkan dari segala syahwat yang menyelisihi perintah Allah dan larangan-Nya. Hati yang bersih dari segala macam syubhat yang bertentangan dengan berita dari-Nya. Oleh sebab itu, hati semacam ini akan terbebas dari penghambaan kepada selain-Nya. Dan ia akan terbebas dari tekanan untuk berhukum kepada selain Rasul-Nya…” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 15 cet. Dar Thaibah)

Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Hati yang selamat artinya yang bersih dari: kesyirikan, keragu-raguan, mencintai keburukan, dan terus menerus dalam bid’ah dan dosa-dosa. Konsekuensi bersihnya hati itu dari apa-apa yang disebutkan tadi adalah ia memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengannya. Berupa keikhlasan, ilmu, keyakinan, cinta kebaikan dan memandang indah kebaikan itu di dalam hati, dan juga kehendak dan kecintaannya pun mengikuti kecintaan Allah, hawa nafsunya tunduk mengikuti apa yang datang dari Allah.” (Taisir al-Karim ar-Rahman hal. 592-593 cet.  Mu’assasah ar-Risalah)

Ibnul Qayyim rahimahullah juga menjelaskan karakter si pemilik hati yang selamat itu, “… apabila dia mencintai maka cintanya karena Allah. Apabila dia membenci maka bencinya karena Allah. Apabila dia memberi maka juga karena Allah. Apabila dia mencegah/tidak memberi maka itupun karena Allah…” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 15 cet. Dar Thaibah)

Demikianlah sekelumit yang bisa kami tuangkan dalam lembaran ini. Semoga bermanfaat bagi yang menulis, membaca maupun yang menyebarkannya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, 21 Sya’ban 1430 H

Hamba yang sangat membutuhkan Rabbnya

Abu Mushlih Ari Wahyudi


***


Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Artikel www.muslim.or.id


Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini. Jazakallahu khaira


🔍 Adakah Bid'ah Hasanah, Posisi Sholat Suami Istri, Ajaran Ahmadiyah Yang Bertentangan Dengan Islam, Ciri Ciri Orang Yang Terzalimi, Hadits Tentang Kematian Manusia




Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/1286-ciri-ciri-penduduk-surga.html

Share:

QIILLA WA QAAL" (Mendengar Setiap Pembicaraan Lalu Menceritakannya)


 Pernah seseorang datang menemui Khalid bin Walid dia berkata kepadanya :

"Bahwasanya si Fulan telah mengata ngataimu !

Maka Khalid bin Walid menjawab :

"Itukan lembaran amalnya, biarkan saja dia mengisinya sesukanya".

Seseorang berkata kepada Wahab bin Munabbih :

"Bahwasanya si Fulan telah memaki makimu.!

Maka dijawab oleh Wahab bin Munabbih :

"Lho..apakah setan tidak mendapat utusan selain kamu?!

Seseorang datang kepada Ali bin al-Husain lalu berkata kepadnya :

"Bahwasanya si Fulan telah menyakitimu dan mencelamu"!

Beliau menyahut :

"Seandainya apa yang dia katakan tentang aku itu benar adanya, maka semoga Allah mengampuniku. Namun jika yg dia katakan itu bathil/tidak benar, maka semoga Allah mengampuninya".

Seorang berkata kepada  seseorang :

"Si Fulan mengata ngataimu"..

Maka dijawab olehnya :

"Dia telah memanahku namun tidak mengenaiku. Tapi mengapa engkau membawa anak panah itu dan menancapkannya di lubuk hatiku?

Seseorang datang kepada salah seorang yang shaleh dengan tujuan mengadu domba. Maka spontan dia menjawab :

"Engkau datang kepadaku dengan membawa 3 kejahatan

1.Engkau telah menjauhkan antara aku dengan saudara.

2. Engkau telah menyibukkan hatiku yang tadinya bersih.

3. Engkau telah merusak posisi dirimu dalam diriku".

Seseorang datang kepada Imam Asy Syafi' dan berkata kepadanya :

Si Fulan menyebut  nyebut keburukanmu.

Maka beliau menjawab :

"Jika yang kamu katakan itu  benar.  maka kamu adalah seorang pengadu domba. dan jika yg kamu katakan itu dusta maka kamu adalah seorang yg fasiq"

Maka dengan tersipu maluia pun pergi".

● Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata:

“Qiila Wa Qaal” adalah masuk campur dalam kabar berita orang lain dan menghikayatkan sesuatu yang tidak penting dari keadaan keadaan dan perbuatan mereka.

(Syarah Shahih Muslim, pada hadits no. 3236) .

Beliau juga berkata :

Makna “qiila wa qaal” adalah; menceritakan semua yang ia dengarkan, ia berkata: “katanya begini”, “kata si fulan begitu” dari perkara yang ia (sendiri) tidak mengetahui keabsahannya, tidak pula menyangkanya (demikian). Cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta, (tatkala) ia menceritakan semua yang ia dengarkan.

(Syarah Riyadhus Shaalihin, Bab no. 41).

Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : “Qiila Wa Qaal” maksudnya mengutip ucapan dan kebanyakan apa yang diucapkan oleh manusia dan ia banyak berkomentar dengannya. Dan tidak ada tujuannya melainkan membicarakan orang lain, “mereka bilang begini dan katanya begitu”. Apalagi jika perkara ini terkait kehormatan Ahli Ilmu(ulama) dan kehormatan penguasa, maka akan sangat dan sangat dibenci di sisi Allah

(Syarah Riyadhus Shalihiin).

Berkata guru kami Asy Syaikh Rabi’ hafidzahullah :

“Qiila Wa Qaal” adalah masuk campur dalam kebathilan dan pada perkara yang tidak penting.

(Mudzakkiroh Fii Al-Hadits An-Nabawiy, hal. 18).

Semoga Allah menjaga kita dari "QILLA WA QAAL

Waallahu a'lam 


Share:

Menyekutukan Allah dengan Ulama

Ulama dalam umat ini adalah sebuah keberkahan yang akan membawa kebaikan bagi umat. Ulama adalah pewaris para nabi. Merekalah yang meneruskan estafet dakwah para nabi dalam rangka meninggikan kalimat tauhid di muka bumi. Akan tetapi, dengan berbagai keutamaan yang terdapat dalam diri seorang ulama, mereka tetaplah berbeda dengan nabi. Jika nabi itu ma’shum, maka ulama tidaklah ma’shum. Seorang ulama bisa saja tergelincir dalam suatu permasalahan. Maka yang wajib bagi kita adalah mengikuti apa yang sesuai dengan Al Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun kita harus menyelisihi ulama yang tergelincir tersebut, meskipun mengaku keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, betapa pun kita mencintai dan menyanjungnya.

Menjadikan Ulama Sebagai Tandingan Allah

Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah, di antara konsekuensi kalimat syahadat yang selalu kita dengung-dengungkan adalah tunduk dan patuh kepada aturan-aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, menghalalkan apa yang Allah halalkan dan mengharamkan apa yang Allah haramkan. Maka sebuah kewajiban bagi semua kaum muslimin untuk selalu mendahulukan firman Allah Ta’ala dan sabda Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dari seluruh ucapan manusia di dunia ini setinggi apapun kedudukannya dan semulia apapun nasabnya. Tidak boleh kita taklid buta kepada seseorang sampai-sampai ketika beliau tergelincir dalam suatu permasalahan, maka kita tetap mengikuti ketergelinciran beliau dan melupakan firman Allah Ta’ala dan sabda Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kaum nasrani dan yahudi,

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (QS. At Taubah : 31)

Ayat ini ditafsirkan dengan hadits Adi bin Hatim Ath Thoo-i radhiyallahu ‘anhu dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat tersebut kepada beliau. Kemudian beliau berkata : “Wahai Rasulullah, kami tidaklah beribadah kepada mereka”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أليس يحلون لكم ما حرم الله فتحلونه، ويحرمون ما أحل الله فتحرمونه؟

“Bukankah mereka menghalalkan untuk kalian apa yang Allah haramkan sehingga kalianpun menghalalkannya, dan mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan sehingga kalian mengharamkannya?”. Beliau (Adi bin Hatim) berkata : “Benar”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فتلك عبادتهم

“Itulah (yang dimaksud) beribadah kepada mereka”[1]

Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits tersebut menafsirkan bahwa maksud “menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” bukanlah maknanya ruku’ dan sujud kepada mereka. Akan tetapi maknanya adalah mentaati mereka dalam mengubah hukum Allah dan mengganti syari’at Allah dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Perbuatan tersebut dianggap sebagai bentuk beribadah kepada mereka selain kepada Allah dimana mereka menjadikan para ulama dan ahli ibadah tersebut sebagai sekutu-sekutu bagi Allah dalam masalah menetapkan syari’at.

Barangsiapa yang mentaati mereka dalam hal tersebut, maka sungguh dia telah menjadikan mereka sebagai sekutu-sekutu bagi Allah dalam menetapkan syari’at serta menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Ini adalah syirik besar”[2]

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah mengatakan : “Hadits tersebut adalah dalil bahwa mentaati ulama dan ahli ibadah dalam bermaksiat kepada Allah adalah bentuk ibadah kepada mereka selain kepada Allah, dan termasuk syirik akbar yang tidak diampuni oleh Allah”[3]

Kemudian Allah Ta’ala berfirman dalam kelanjutan ayat di atas,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا

“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa” (QS. At Taubah : 31)

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas : “Yakni Rabb yang jika mengharamkan sesuatu, maka hukumnya haram. Dan apa yang Dia halalkan, maka hukumnya halal. Dan apa yang Dia syari’atkan, maka harus diikuti. Dan apa yang Dia tetapkan, maka harus dilaksanakan”[4]

Hal ini menunjukkan bahwa penetapan syari’at, mengharamkan dan menghalalkan sesuatu, adalah hak mutlak milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lalu Allah Ta’ala menutup ayat di atas dengan firman-Nya,

سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS. At Taubah : 31)

Akhir ayat tersebut menunjukkan mengikuti seseorang ataupun ulama yang mengharamkan apa yang Allah halalkan dan menghalalkan apa yang Allah haramkan adalah sebuah kesyirikan. Kenapa? Karena mengikuti ulama yang mengharamkan apa yang Allah halalkan dan menghalalkan apa yang Allah haramkan sama saja mengatakan bahwa ulama tersebut berhak untuk mengharamkan dan menghalalkan sesuatu padahal hak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu adalah hak mutlak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hakikatnya sama saja ia membuat tandingan/sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menetapkan syari’at. Inilah yang disebut dengan asy syirku fit tha’ah, syirik dalam hal ketaatan.

Apakah pelakunya otomatis kafir?

Orang yang mengikuti ketergelinciran ulama dalam mengharamkan apa yang Allah Ta’ala halalkan dan sebaliknya tidak boleh langsung dicap kafir. Akan tetapi dalam masalah ini ada perincian sehingga hukumnya berbeda-beda tergantung individunya. Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah memberikan perincian dalam masalah ini :

Jika dia meyakini bahwa menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal adalah sebuah perkara yang diperbolehkan, maka ini adalah syirik akbar yang mengeluarkan pelakunya keluar dari Islam

Jika dia tidak meyakini bolehnya perbuatan tersebut, tetapi meyakini bahwa menghalalkan dan mengharamkan adalah hak milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi dia melakukannya karena dorongan hawa nafsunya, atau karena ingin mewujudkan beberapa maslahat, maka ini adalah dosa besar tetapi tidak sampai derajat syirik akbar[5]

Bahaya meninggalkan hadits Rasulullah demi mengikuti pendapat seseorang

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata : “Hampir saja batu jatuh dari langit menimpa kalian. Aku mengatakan : ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda’. Tetapi kalian mengatakan : ‘Abu Bakar dan Umar berkata?’ “[6]

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan : “Aku heran terhadap orang yang mengetahui sanad suatu hadits dan keshahihannya, tetapi mereka berpaling kepada pendapat Sufyan (Ats Tsauri). Allah Ta’ala berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur : 63)

Apakah engkau tahu apa yang dimaksud ‘fitnah’? Fitnah adalah kesyirikan. Bisa jadi jika dia membantah sebagian sabda Rasulullah maka kesesatan akan tertanam di hatinya hingga akhirnya dia binasa”[7]

Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengatakan : “Orang yang sengaja membantah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mengikuti hawa nafsunya atau karena fanatik terhadap syaikhnya yang ia taklid kepadanya, maka (berdasarkan surat An Nuur di atas) ia diancam dengan dua hukuman :

Kesesatan yang bercokol di hati. Ketika mereka berpaling dari Al Qur’an dan tidak mau mempelajarinya, maka Allah akan membuat hati-hati mereka berpaling dari kebenaran sebagai hukuman atas mereka. Ini adalah bahaya yang sangat besar

Tertimpa adzab yang pedih yang dirasakan jasad mereka, yakni dengan terbunuh di dunia. Dimana Allah akan memberikan orang lain keleluasaan untuk membinasakan dirinya dan membunuhnya sebagai bentuk hukuman bagi mereka. Jikapun mereka mati bukan karena dibunuh, maka mereka akan diadzab di neraka (akibat penyelisihan mereka terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). [8]
 

Penutup

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sungguh musibah taklid buta telah tersebar saat ini di masyarakat kita. Mereka lebih mendahulukan pendapat ustadz, ulama, kiyai, atau habib kesayangan mereka dibandingkan firman Allah Ta’ala dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah tidaklah membuat mereka meninggalkan adat kebiasaan yang tidak sesuai dengan keduanya. Maka hendaklah kita semua takut akan ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur : 63)

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik” (QS. Ash Shaff : 5)

Hanya kepada Allah-lah kita memohon perlindungan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita taufik untuk selalu berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah dan meninggalkan pendapat manusia siapapun dia jika bertentangan dengan keduanya. Wallahu waliyyut taufiq.

Penulis: Yananto Sulaimansyah

Artikel www.muslim.or.id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/7646-menyekutukan-allah-dengan-ulama.html


Share:

CLICK TV DAN RADIO DAKWAH

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Translate

INSAN TV

POPULAR

Cari