Ada benarnya ungkapan:
“Manusia butuh waktu 2 tahun untuk belajar bicara, tetapi butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk belajar diam”
Adanya
sosial media di saat ini memudahkan semua orang bisa kerkomentar
tentang apapun. Terlebih apabila ada kejadian viral yang yang membuah
heboh, padahal belum tentu berita itu benar (bisa jadi HOAX). Beberapa
orang terdorong untuk segera men-sharing berita tersebut sekaligus
memberikan komentar.
Tidak jarang komentar tersebut adalah
komentar yang tidak dibangun di atas ilmu karena yang berkomentar
bukanlah ahlinya dalam bidang tersebut, sehingga terkadang memperkeruh
suasana atau menimbulkan efek yang lebih buruk serta tidak memberikan
solusi. Hal ini bisa jadi terdorong karena ingin sifat ingin selalu
menonjolkan diri dan menjadi perhatian serta mencari ketenaran
Hendaknya
kita berhati-hati dalam berkomentar dan menahan diri untuk berkomentar
terhadap semua yang kejadian yang kita lihat dan kita dengar. Hendaknya
kita perhatikan beberapa poin-poin berikut:
1. Hendaknya kita
paham bahwa terlalu banyak berbicara bisa mengeraskanhati. Camkan juga
bahwa lisan adalah salah satu penyebab utama masuk ke neraka
Al-Fudhail bin Iyadh berkata,
خصلتان تقسيان القلب:كثرة الكلام وكثرة
“Ada dua perkara yang menjadikan hati menjadi keras: Terlalu banyak bicara dan terlalu banyak makan.” (Nuzhah Al-Fudhala’: 779)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa
bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara
dua janggutnya (lisan) dan dua kakinya (kemaluan), maka kuberikan
kepadanya jaminan masuk surga” (HR. Bukhari)
2. Jika kita bukan
ahlinya atau tidak berilmu mengenai hal tersebut, hendaknya kita tidak
ikut memberikan komentar, apalagi komentar di sosial media dan publik
Jika
yang berkomentar bukan ahlinya, maka akan timbul hasil atau pemikiran
yang aneh dan memperkeruh suasana serta tidak memberikan solusi.
Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata,
من تكلم بغير فنه أتى بالعجائب
“Barangsiapa yang berbicara tentang sesuatu yang bukan bidangnya, maka ia akan memunculkan banyak keanehan” (Fathul Bari 3/584)
Perlu diperhatikan bahwa semua ucapan kita akan dipertanggung-jawabkan kelak. Allah berfirman.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan
janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawaban” (Al-Israa : 36)
3. Hendaknya kita hati-hati
ketika men-share dan mengomentari kejadian atau berita, karena bisa jadi
berita tersebut tidak benar atau berita HOAX.
Karenanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa salam menyifati sebagai pendusta orang yang
selalu menceritakan apa yang dia dapat dan dia dengar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah sebagai bukti kedustaan seseorang bila ia menceritakan segala hal yang ia dengar.”(HR. Muslim)
4.
Ketika ada berita yang terbukti kebenarannya pun, kita tidak boleh
asal-asalkan menyebarkannya ke publik secara luas, karena tidak semua
berita harus disebarkan ke publik dan manusia secara umum. Harus
menimbang mashalahat dan mafsadatnya. Hal ini berlaku untuk berita baik
maupun berita buruk.
Terdapat hadits bahwa ada kabar gembira dari
Rasulullahshallallahu ‘aiahi wa sallamkepada Mu’adz bahwa semua orang
yang yang bersyahadat (selama syahdatnya tidak batal) dengan JUJUR pasti
Allah haramkan neraka baginya. Kemudian Mu’adz dengan semangat ingin
menyebarkan, tetapi ditahan oleh beliau karena berita ini jika
disebarkan pada saat itu dan kondisi itu akan membuat manusia malas
beramal. Mu’adz pun menahan berita gembira ini dan menyampaikannya
menjelang kematiannya.
Dari Anas bin Malikradhiallahu’anhu,
beliau mengisahkan bahwa suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallammemboncengkan Mu’adz di atas seekor binatang tunggangan (keledai
bernama ‘Ufair). Nabi berkata, “Wahai Mu’adz.” Mu’adz menjawab,
“Kupenuhi panggilanmu dengan senang hati, wahai Rasulullah.” Lalu Nabi
berkata, “Hai Mu’adz.” Mu’adz menjawab, “Kupenuhi panggilanmu dengan
senang hati, wahai Rasulullah.” Sampai tiga kali. Lalu Nabi bersabda,
“Tidak ada seorang pun yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan -yang
benar- selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah secara jujur dari
dalam hatinya kecuali Allah pasti mengharamkan dia tersentuh api
neraka.” Mu’adz berkata, “Wahai Rasulullah, apakah tidak sebaiknya saya
menyampaikan kabar ini kepada orang-orang agar mereka bergembira?”.
Beliau menjawab, “Kalau hal itu disampaikan, nantinya mereka justru
bersandar kepadanya (malas beramal)?”. Menjelang kematiannya, Mu’adz pun
menyampaikan hadits ini karena khawatir terjerumus dalam dosa [akibat
menyembunyikan ilmu] (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Ada baiknya kita
diam ketika mendapatkan berita yang kita tidak punya ilmu dalam hal
tersebut. Hendaknya kita serahkan kepada ahlinya atau yang berilmu baik
dari kalangan umara’ mampun ulama serta para ilmuan.
Ini adalah
perintah Allah dalam Al-Quran agar tidak langsung menyiarkan berita
(lalu menambahkan komentar) lalu meimbulkan ketakutan dan kegaduhan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا
جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ
رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ
الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang
ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka
(Rasul dan Ulil Amri) . Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah
kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil
saja (di antaramu).” (An-Nisa: 83)
Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’diy rahimahullahmenfsirkan ayat ini,
هذا
تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم
أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو
بالخوف الذي فيه مصيبة عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر، بل
يردونه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل
والرزانة، الذين يعرفون الأمور ويعرفون المصالح وضدها. فإن رأوا في إذاعته
مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا ذلك. وإن رأوا
أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه
“Ini
adalah pengajaran dari Allah kepada hamba-Nya bahwa perbuatan mereka
[menyebarkan berita tidak jelas] tidak selayaknya dilakukan. Selayaknya
jika datang kepada mereka suatu perkara yang penting, perkara
kemaslahatan umum yang berkaitan dengan keamanan dan ketenangan kaum
mukminin, atau berkaitan dengan ketakutan akan musibah pada mereka, agar
mencari kepastian dan tidak terburu-buru menyebarkan berita tersebut.
Bahkan mengembalikan perkara tersebut kepada Rasulullah (pemerintah)
dan yang berwenang mengurusi perkara tersebut yaitu cendikiawan, ilmuan,
peneliti, penasehat dan pembuat kebijaksanan. Merekalah yang mengetahui
berbagai perkara dan mengetahui kemaslahatan dan kebalikannya. Jika
mereka melihat bahwa dengan menyebarkannya ada kemaslahatan, kegembiraan
dan kebahagiaan bagi kaum mukminin serta menjaga dari musuh, maka
mereka akan menyebarkannya. Dan jika mereka melihat tidak ada
kemaslahatan [menyebarkannya] atau ada kemaslahatan tetapi madharatnya
lebih besar, maka mereka tidak menyebarkannya.”(Taisir Karimir Rahmah
hal 17)
Demikian semoga bermanfaat
@Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslim.or.id
Cinta Sunnah
Home »
» TIDAK SEMUA KEJADIAN VIRAL HARUS DIKOMENTARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar