Setiap kita dikaruniai Allah modal waktu yang sama selama
sehari dan semalam yaitu 24 jam. Akan tetapi, setiap orang berbeda-beda
dalam hal meraup faidah di dalamnya. Ada orang yang super produktif
dalam mengisi waktunya dengan berbagai amalan kebaikan. Sebaliknya,
tidak sedikit manusia yang selama 24 jam hanya bertopang dagu tak
bermanfaat bagi dirinya atau orang lain. Bahkan, yang lebih parah lagi
adalah mereka yang menjalani kehidupan dengan menumpuk dosa yang
akhirnya menjadi petaka di dalam hidupnya.
Oleh karena itu, bermuhasabahlah jika kita ingin selalu
lebih baik setiap saat. Tanya dan jawablah dengan jujur pertanyaan
berikut ini:
Apa tujuan hakiki hidup kita di dunia ini?
Banyak orang-kecuali yang dirahmati Allah- tidak mengerti
untuk apa ia hidup di dunia ini. Mereka menghabiskan waktunya seperti
anak-anak kecil yang sedang bermain-main. Atau seperti binatang yang
hidup tak punya tujuan. Waktu mereka habis untuk syahwat dan syubhuhat.
Umur mereka bertahun-tahun berlalu terkuras untuk memburu kenikmatan
semu yang tidak pernah ada ujungnya kecuali kematian. Kelalaian telah
menyelimuti kehidupan mereka di setiap ruas jalan yang mereka lalui.
Setiap kali mereka terkapar, setan menghiasi pikiran mereka untuk
bangkit bahkan berlari meraih ‘kenikmatan’ yang lebih manis tapi semu.
Mereka tidak sadar bahwa setan telah memperbudak mereka dengan berbagai
kenikmatan dunia.
Pembaca yang budiman…Di saat para filosof kebingungan
mencari tujuan hidup mereka; Islam telah menjawab semua itu. Tidak ada
jawaban yang paling gamblang tentang tujuan hidup hakiki manusia selain
apa yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adzariyat:56)
Jujur saja, mari kita tanyakan kepada diri kita sendiri.
Apa tujuan hidup kita yang hakiki di dunia ini? Sekedar menjadi artis,
penyanyi atau atlet yang terkenalkah? Sekedar menjadi pejabat atau
direktur tersohorkah? Sekedar menjadi milyader yang berlimpah hartakah?
Sekedar menumpuk-numpuk gelar akademikkah? Atau sekedar makan, minum,
dan bersenggama laksana binantang ternak saja? Sebatas itukah tujuan
hidup kita di dunia yang fana ini? Mari sebelum mata ini terpejam
renungkanlah apa tujuan hidupmu yang hakiki di dunia ini!
Berapakah umur sejati ketaatan kita?
Sudah berapa tahunkah umur yang kau jalani? Sepuluh, dua
puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh atau bahkan menjapai enam
puluh tahun? Dari sekian umur tersebut, berapakah yang engkau gunakan
untuk taat kepada Allah? Kebanyakan manusia-kecuali yang dirahmati
Allah-terpedaya dalam masalah umurnya. Para remaja dan pemuda merasa
bahwa masih lama ajal kematiannnya datang. Sementara banyak orang tua
yang justru tenggelam dalam kenikmatan dunia yang semakin fana.
Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam mengingatkan kepada kita
bahwa umur, terutama masa muda kelak akan dimintai pertanggung jawaban
di hadapan Allah. Umur sejati seorang hamba bukan banyaknya tahun yang
ia lewati, namun berapa kebaikan yang pernah ia lakukan dalam umur
tersebut. Pertanyaannya, berapakah umur kebaikan kita selama ini?
Cermatilah kisah sahabat ini! Kita akan terkagum dengan
sosok Sa’ad bin Muadz Radhiyallahu anhu yang ketika kematiannya Arsy
Allah berguncang dan bergetar. Ini menandakan bahwa kematian tersebut
bukanlah kematian sembarang orang. Akan tetapi kematian sosok besar.
Sayangngya banyak sekali umat islam sendiri yang tidak mengenal sosok
tersebut. Memang banyak sekali sosok besar di mata Allah yang tidak
terkenal di mata manusia. Mungkin mereka tidak pernah berbicara di depan
umum, tidak memiliki buku karangan, tidak banyak tertulis biografinya
di dalam sejarah, tidak pernah masuk di kamera TV akan tetapi mereka
tinggi di hadapan Allah.
Saad bin Muadz, Ya dialah sahabat anshar yang berperawakan
tinggi gagah, berkulit putih dan berjenggot lebat. Ia masuk islam
setahun sebelum hijrahnya Nabi Shalallahu'alaihi wasallam ketika usianya
31 tahun. Beliau memiliki kecemburuan yang sangat tinggi dalam menjaga
istrinya dari laki-laki yang tidak halal baginya. Beliau juga salah satu
pembesar Bani Asyhal. Ketika ia masuk Islam, tidak lama kemudian
seluruh kaumnya pun masuk pula ke dalam agama Islam. Beliau memiliki
andil besar dalam berbagai amal islami mulai dari perang Badar, Uhud,
Ahzab, dan perang Bani Quraizhah. Tidak heran jika para ulama mengatakan
bahwa beliau merupakan orang yang penuh keberkahan di dalam Islam.
Saat berkecamuk perang Ahzab beliau terluka parah karena
anak panah. Akhirnya Nabi membuatkan kemah khusus di dekat masjid Nabawi
agar beliau mudah menengoknya. Dalam kondisi sakit beliau masih ikut
andil dalam memutuskan hukuman bagi para tawanan Yahudi Bani Quraizhah.
Setelah diputuskannya hukuman mati bagi bani Quraizhah, akhirnya tidak
lama kemudian beliau pun menghadap ke hadirat Allah pada tahun 5 H.
Subhallah, saat kematiannya Nabi bergegas menjenguknya.
Bukan sekedar itu, Arsy Allah berguncang dan tujuh puluh ribu malaikat
yang belum pernah turun ke bumi datang mengiringi jenazahnya.
Seolah-olah para pembawa jasad beliau tidak memikul beban sedikitpun.
Beliau meninggal ketika berumur 35 tahun.
Perhatikan saudaraku yang dirahmati Allah…Beliau masuk
Islam setahun sebelum hijrah dan wafat di tahun 5 H. Artinya umur
ketaatan beliau di dalam Islam adalah 6 tahun. Ya, ‘hanya’ dalam waktu 6
tahun beliau mampu mempersembahkan yang terbaik untuk Allah dan
Rosul-Nya. Hingga di saat kematiannya Arsy Allah pun bergoncang dan 70
ribu malaikat menggiringi jenazahnya. Banyak di antara kita yang hidup
belasan atau bahkan perpuluh-puluh tahun di dalam Islam. Pertanyaannya,
berapa tahunkah sejatinya umur ketaatan kita kepada Allah? Kita sendiri
yang bisa menghitungnya.
Sebelum ini mata ini terpejam, renungkanlah berapakah umur
ketaatanmu di dalam Islam? Lantas untuk apakah waktu kita dihabiskan
selama ini? Bermuhasabahlah karena waktu kita sangat terbatas. Sampai
kapan? Wallahu a’lam.
Apa yang kita tinggalkan setelah kematian?
Gajah mati meninggalkan gading. Rusa mati meninggalkan
tanduk. Lalu apa yang akan kita tinggalkan setelah kematian? Harta kita
akan habis menjadi warisan jika kita memiliki harta. Jabatan kita akan
digantikan orang lain jika kita orang yang bertahta. Keluarga kita juga
mungkin akan melupakan kita jika mereka enggan berdoa untuk kita. Kita
akan sendirian di kuburan jika kita miskin kebaikan.
Wakaf kita pun tak punya. Ilmu bermanfaat kita tak ada.
Anak yang sholih juga belum tentu kita memilikinya. Oleh karena itu
persiapkan amal-amal yang pahalanya terus mengalir setelah kematian
kita.
Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi dan imam hadis
lainnya telah meninggalkan karya abadi setelah kematiannya. Imam Ath
thabari, Ibnu Katsir, Al-Qurthubi dan para penafsir lainnya juga
meninggalkan pelita bercahaya setelah kematian mereka. Imam Abu hanifah,
Malik, Asy Syafii, dan Ahmad bin Hambal selalu disebut ilmu-ilmunya.
Ibnu Hajar, Ibnu Taimiyyah, An Nawawi, Ibnu Qudamah dan para ulama
lainnya menjadi pelita di belantara kebodohan umat manusia. Setiap saat
limpahan pahala mengalir meskipun mereka telah tiada.
Banyak sekali orang yang menulis dan menyusun
berpuluh-puluh buku dan tulisan, namun tak ada satupun karyanya yang
menjayakan Islam. Akhirnya, ia hanya menjadi sampah perpustakaan yang
lusuh berdebu bahkan hilang ditelan zaman.
Saudaraku yang dirahmati Allah….Sebelum mata ini terpejam
renungkanlah amal apa yang akan kita tinggalkan setelah kematian kita.
Selagi masih ada waktu dan kesempatan, persiapkanlah amal terbaik untuk
Ar Rahman!
Jalan apa yang sedang kita tempuh?
Allah telah memberikan dua jalan bagi semua manusia. Allah berfirman:
وَهَدَيۡنَٰهُ ٱلنَّجۡدَيۡنِ ١٠
“ Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. AL Balad:10)
Imam Ibnu Katsir menukil pendapat dari Ibnu Mas’ud bahwa
maksud dua jalan tersebut adalah jalan kebaikan dan keburukan. Bukan
sekedar ditunjukkan jalannya, Allah juga memberikan pilihan kepada
manusia untuk beriman atau kafir. Allah berfirman:
وَقُلِ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَن شَآءَ فَلۡيُؤۡمِن وَمَن شَآءَ فَلۡيَكۡفُرۡۚ
“Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa
yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”…(QS. Al Kahfi:29)
Jalan dan pilihan itu ada di depan kita. Tinggal pilih yang
mana. Sekarang lihatlah diri kita sendiri. Kita sedang di jalan mana?
Jalan surga atau neraka? Jalan kebaikan atau keburukan? Jalan Allah atau
jalan setan? Jalan mujahid atau jalan penggembos? Jalan iman atau
kufur? Jangan sampai kita seperti golongan yang difirmankan Allah yang
mana mereka bersusah payah di dunia, namun pada akhirnya justru masuk ke
dalam neraka. Allah berfirman:
عَامِلَةٞ نَّاصِبَةٞ ٣ تَصۡلَىٰ نَارًا حَامِيَةٗ ٤ تُسۡقَىٰ مِنۡ عَيۡنٍ ءَانِيَةٖ ٥
“Bekerja keras lagi kepayahan. Memasuki api yang sangat
panas (neraka) . diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat
panas. (QS. Al Ghasiyah:3-5)
Sebelum Mata Terpejam Selamanya
Sebelum mata ini terpejam di hening malam sempatkanlah
bermuhasabah sejenak saja. Sebelum mata ini terpejam…beristighfarlah
atas semua dosa-dosa kita.. Saudaraku yang dirahmati Allah….
Alhamdulillah Allah masih berikan kita kesempatan. Masih ada waktu untuk
mengubah segalanya untuk selamanya. Sebelum semuanya terlambat,
manfaatkanlah karena kesempatan hidup ini hanyalah sekali saja.
Segeralah kembali kepada-Nya sebelum mata kita terpejam untuk selamanya…
========================
*Group Cahaya Islam*
➡Facebook : Heru Lubis Abu Farhan
========================
*Group Cahaya Islam*
➡Facebook : Heru Lubis Abu Farhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar