Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suri tauladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari akhir dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab: 21)
Para pembaca yang mulia, semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa mencurahkan rahmat dan taufiq-Nya kepada kita semua. Sibuk dengan ritual keagamaan belum menjadi jaminan seseorang telah shalih, alim, atau ahli ketaatan. Penampilan seseorang dalam beragama hendaknya diukur sejauh mana dirinya menerapkan amal shalih yang didasari keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tanpa dua prinsip dasar yang harus selalu beriringan ini, maka amaliah seseorang akan menjadi sia-sia. Ia akan mendapatkan kehampaan pahala dan terseret ke arah amaliah yang jauh dari agama Islam itu sendiri.
Tentu merupakan sebuah kewajiban setiap muslim untuk beramal dalam agama Islam ini dengan mengikuti segala apa yang diperintahkan dan dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beragama yang baik dan benar bukanlah dengan dasar mengikuti amal perbuatan kebanyakan orang, bukan pula dengan mengikuti semangat yang menggebu semata atau karena kagum dengan figur tokoh tertentu. Akan tetapi menjalankan agama secara baik dan benar haruslah selaras dengan landasan keikhlasan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan amaliahnya (prakteknya) mengikuti apa yang telah dituntunkan oleh rasul-Nya.
Kewajiban Mengikuti Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan Mengagungkannya
Mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan perkara yang besar dan agung. Yang membutuhkan bukti dan praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ironisnya keadaan pada saat ini justru terjadi sebaliknya, fenomena yang ada pada sebagian kaum muslimin enggan menerima, mengabaikannya, bahkan mengolok-oloknya. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Dan apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka lakukanlah sedang apa yang beliau larang darinya maka tinggalkanlah.” (Al Hasyr: 7)
“Barangsiapa yang menaati Rasul berarti ia telah menaati Allah.” (An Nisa’: 80)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah ia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Ketiga ayat di atas menunjukkan secara tegas bagaimana semestinya sikap seorang muslim menempatkan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu wajib mengambilnya. Hal ini merupakan keharusan yang tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan sunnah tersebut sebagai pedoman dalam melangkah dan melakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai penjelas Al-Qur’an bukan sekedar menyampaikan atau membacakannya secara lafazh saja, sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” (An Nahl: 44)
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saya mewasiatkan bagi kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pimpinan, walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku ia akan melihat perbedaan yang banyak, maka di saat seperti itu wajib atas kalian bepegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Al Khulafa’ Ar Rasyidin. Gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian! Jauhilah perkara-perkara yang baru (bid’ah) karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat!” (Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi dari hadits Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’, no. 2549)
Barakah Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Ketahuilah! Siapa saja dari umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berupaya untuk senantiasa mengikuti dan menaati beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan ikhlas serta menjadikannya sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari, maka sungguh ia akan mendapatkan sekian banyak keutamaan yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya adalah sebagaimana keterangan berikut ini:
1. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Merupakan Sebab Diterimanya Suatu Amalan
Telah kita ketahui bersama bahwa dua prinsip dasar yang harus selalu beriringan dalam melandasi suatu amal agar diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala adalah keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebaliknya, apabila hilang salah satu dari keduanya, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan hendaknya kita khawatir suatu amal shalih yang kita kerjakan akan ditolak atau tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu keutamaan terbesar dalam Ittiba’us Sunnah (mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) adalah diterimanya suatu amalan.
Al Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Dalam mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdapat keberkahan dalam mengikuti syari’at, meraih keridhoan Allah subhanahu wa ta’ala, meninggikan derajat, menentramkan hati, menenangkan badan, membuat marah syaithan, dan berjalan di atas jalan yang lurus.” (Dharuratul Ihtimam, hal. 43)
2. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Membuahkan Persatuan Kaum Muslimin
Para pembaca yang mulia, setiap muslim tentu sangat merindukan terwujudnya persatuan kaum muslimin. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa persatuan merupakan perkara yang diridhoi dan diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan perpecahan merupakan perkara yang dibenci dan dilarang oleh-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya): “Dan berpegang-teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (Ali Imran: 103)
Al Imam Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah telah memerintahkan kepada mereka (umat Islam, red) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan. Di dalam banyak hadits juga terdapat larangan dari perpecahan dan perintah untuk bersatu dan berkumpul.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/367)
Adapun asas bagi persatuan yang diridhoi dan diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bukan berasaskan kesukuan, organisasi, kelompok, daerah, partai, dan sebagainya. Akan tetapi asasnya adalah: Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan pemahaman As-Salafush Shalih (para shahabat Rasulullah, para tabi’in, dan tabi’ut tabi’in).
Al Imam Al Qurthubi rahimahullah ketika menjelaskan ayat 103 surat Ali Imran di atas menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan kitab-Nya (Al Qur’an) dan sunnah nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi perselisihan. Allah subhanahu wa ta’ala juga memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al Qur’an dan As Sunnah dalam hal keyakinan dan amalan. Hal ini agar kaum muslimin bersatu dan tidak tercerai-berai, sehingga akan meraih kemaslahatan dunia dan agama, serta selamat dari perselisihan. (Lihat Tafsir Al Qurthubi, 4/105)
Mengapa harus dengan pemahaman As Salafus Shalih (para shahabat Rasulullah, para tabi’in, dan tabi’ut tabi’in)?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Sebagaimana tidak ada generasi yang lebih sempurna dari generasi para shahabat, maka tidak ada pula kelompok setelah mereka yang lebih sempurna dari para pengikut mereka. Maka dari itu, siapa saja yang lebih kuat dalam mengikuti hadits Rasulullah dan sunnahnya, serta jejak para shahabat, maka ia lebih sempurna. Kelompok yang seperti ini keadaannya, akan lebih utama dalam hal persatuan, petunjuk, berpegang teguh dengan tali (agama) Allah, dan lebih terjauhkan dari perpecahan, perselisihan, dan fitnah. Dan barangsiapa yang menyimpang jauh dari itu (Sunnah Rasulullah dan jejak para sahabat), maka ia akan semakin jauh dari rahmat Allah dan semakin terjerumus ke dalam fitnah.” (Minhajus Sunnah, 6/368)
3. Pahala Besar Bagi Orang Yang Berpegang Teguh Dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Dari shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Ada seseorang yang bertanya: “Lima puluh dari mereka, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Pahala lima puluh dari kalian.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi, lihat Silsilah Ash Shahihah, no. 494)
4. Jaminan Istiqomah dan Hidayah Bagi Orang Yang Berpegang Teguh dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Selama seseorang berada di atas Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia akan tetap berada di atas jalan istiqomah. Sebaliknya, jika tidak demikian, berarti ia telah menyimpang dari jalan yang lurus. Sebagaimana yang dikatakan oleh shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu:
“Manusia akan senantiasa berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 197).
Shahabat ‘Urwah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mengikuti sunnah-sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 198).
Salah seorang tabi’in bernama Ibnu Sirin mengatakan: “Dahulu mereka mengatakan: selama seseorang berada di atas jejak Nabi, maka ia berada di atas jalan yang lurus.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 200)
Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya): “Dan jika kalian menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (An Nur: 54)
Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata: “Jika kalian menaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus, baik ucapan maupun perbuatan. Dan tidak ada jalan untuk mendapatkan hidayah melainkan dengan menaatinya, dan tanpa (menaatinya) tidak mungkin (akan mendapatkan hidayah) bahkan mustahil.” (Tafsir As Sa’di, hal. 521)
5. Mendapatkan Cinta dari Allah subhanahu wa ta’ala dan akan masuk Al Jannah (surga)
Para pembaca yang mulia, bukankah kita semua ingin mendapatkan cinta dari Allah? Ketahuilah! Bahwa cinta dari Allah subhanahu wa ta’ala hanya akan diperoleh dengan mengikuti dan mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Katakanlah (wahai Muhammad!): “Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku! Niscaya Allah pasti akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali Imran: 31)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Setiap umatku akan masuk Al Jannah (surga) kecuali orang yang enggan.” Para shahabat bertanya: “Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang menaatiku, ia akan masuk Al Jannah dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh ia telah enggan.” (HR. Al Bukhari)
Wahai saudaraku sesama muslim! Sepatutnya bagi kita semua selalu berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menyesuaikan segala amal ibadah kita dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berdasarkan dalil-dalil shahih. Dan kita tidak akan dapat mengetahuinya melainkan dengan belajar ilmu syar’i (agama).
Penutup
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menolong kita untuk senantiasa mempelajari ilmu agama Islam ini yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman para shahabat nabi radhiyallahu ‘anhum di bawah bimbingan ulama` pewaris Nabi. Dan memberikan kekuatan serta keistiqomahan dalam menjalankan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar tergapai kemuliaan hidup yang hakiki di dunia maupun akhirat.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Para pembaca yang mulia, semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa mencurahkan rahmat dan taufiq-Nya kepada kita semua. Sibuk dengan ritual keagamaan belum menjadi jaminan seseorang telah shalih, alim, atau ahli ketaatan. Penampilan seseorang dalam beragama hendaknya diukur sejauh mana dirinya menerapkan amal shalih yang didasari keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tanpa dua prinsip dasar yang harus selalu beriringan ini, maka amaliah seseorang akan menjadi sia-sia. Ia akan mendapatkan kehampaan pahala dan terseret ke arah amaliah yang jauh dari agama Islam itu sendiri.
Tentu merupakan sebuah kewajiban setiap muslim untuk beramal dalam agama Islam ini dengan mengikuti segala apa yang diperintahkan dan dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beragama yang baik dan benar bukanlah dengan dasar mengikuti amal perbuatan kebanyakan orang, bukan pula dengan mengikuti semangat yang menggebu semata atau karena kagum dengan figur tokoh tertentu. Akan tetapi menjalankan agama secara baik dan benar haruslah selaras dengan landasan keikhlasan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan amaliahnya (prakteknya) mengikuti apa yang telah dituntunkan oleh rasul-Nya.
Kewajiban Mengikuti Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan Mengagungkannya
Mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan perkara yang besar dan agung. Yang membutuhkan bukti dan praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ironisnya keadaan pada saat ini justru terjadi sebaliknya, fenomena yang ada pada sebagian kaum muslimin enggan menerima, mengabaikannya, bahkan mengolok-oloknya. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Dan apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka lakukanlah sedang apa yang beliau larang darinya maka tinggalkanlah.” (Al Hasyr: 7)
“Barangsiapa yang menaati Rasul berarti ia telah menaati Allah.” (An Nisa’: 80)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah ia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Ketiga ayat di atas menunjukkan secara tegas bagaimana semestinya sikap seorang muslim menempatkan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu wajib mengambilnya. Hal ini merupakan keharusan yang tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan sunnah tersebut sebagai pedoman dalam melangkah dan melakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai penjelas Al-Qur’an bukan sekedar menyampaikan atau membacakannya secara lafazh saja, sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” (An Nahl: 44)
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saya mewasiatkan bagi kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pimpinan, walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku ia akan melihat perbedaan yang banyak, maka di saat seperti itu wajib atas kalian bepegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Al Khulafa’ Ar Rasyidin. Gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian! Jauhilah perkara-perkara yang baru (bid’ah) karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat!” (Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi dari hadits Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’, no. 2549)
Barakah Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Ketahuilah! Siapa saja dari umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berupaya untuk senantiasa mengikuti dan menaati beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan ikhlas serta menjadikannya sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari, maka sungguh ia akan mendapatkan sekian banyak keutamaan yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya adalah sebagaimana keterangan berikut ini:
1. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Merupakan Sebab Diterimanya Suatu Amalan
Telah kita ketahui bersama bahwa dua prinsip dasar yang harus selalu beriringan dalam melandasi suatu amal agar diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala adalah keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebaliknya, apabila hilang salah satu dari keduanya, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan hendaknya kita khawatir suatu amal shalih yang kita kerjakan akan ditolak atau tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu keutamaan terbesar dalam Ittiba’us Sunnah (mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) adalah diterimanya suatu amalan.
Al Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Dalam mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdapat keberkahan dalam mengikuti syari’at, meraih keridhoan Allah subhanahu wa ta’ala, meninggikan derajat, menentramkan hati, menenangkan badan, membuat marah syaithan, dan berjalan di atas jalan yang lurus.” (Dharuratul Ihtimam, hal. 43)
2. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Membuahkan Persatuan Kaum Muslimin
Para pembaca yang mulia, setiap muslim tentu sangat merindukan terwujudnya persatuan kaum muslimin. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa persatuan merupakan perkara yang diridhoi dan diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan perpecahan merupakan perkara yang dibenci dan dilarang oleh-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya): “Dan berpegang-teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (Ali Imran: 103)
Al Imam Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah telah memerintahkan kepada mereka (umat Islam, red) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan. Di dalam banyak hadits juga terdapat larangan dari perpecahan dan perintah untuk bersatu dan berkumpul.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/367)
Adapun asas bagi persatuan yang diridhoi dan diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bukan berasaskan kesukuan, organisasi, kelompok, daerah, partai, dan sebagainya. Akan tetapi asasnya adalah: Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan pemahaman As-Salafush Shalih (para shahabat Rasulullah, para tabi’in, dan tabi’ut tabi’in).
Al Imam Al Qurthubi rahimahullah ketika menjelaskan ayat 103 surat Ali Imran di atas menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan kitab-Nya (Al Qur’an) dan sunnah nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi perselisihan. Allah subhanahu wa ta’ala juga memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al Qur’an dan As Sunnah dalam hal keyakinan dan amalan. Hal ini agar kaum muslimin bersatu dan tidak tercerai-berai, sehingga akan meraih kemaslahatan dunia dan agama, serta selamat dari perselisihan. (Lihat Tafsir Al Qurthubi, 4/105)
Mengapa harus dengan pemahaman As Salafus Shalih (para shahabat Rasulullah, para tabi’in, dan tabi’ut tabi’in)?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Sebagaimana tidak ada generasi yang lebih sempurna dari generasi para shahabat, maka tidak ada pula kelompok setelah mereka yang lebih sempurna dari para pengikut mereka. Maka dari itu, siapa saja yang lebih kuat dalam mengikuti hadits Rasulullah dan sunnahnya, serta jejak para shahabat, maka ia lebih sempurna. Kelompok yang seperti ini keadaannya, akan lebih utama dalam hal persatuan, petunjuk, berpegang teguh dengan tali (agama) Allah, dan lebih terjauhkan dari perpecahan, perselisihan, dan fitnah. Dan barangsiapa yang menyimpang jauh dari itu (Sunnah Rasulullah dan jejak para sahabat), maka ia akan semakin jauh dari rahmat Allah dan semakin terjerumus ke dalam fitnah.” (Minhajus Sunnah, 6/368)
3. Pahala Besar Bagi Orang Yang Berpegang Teguh Dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Dari shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Ada seseorang yang bertanya: “Lima puluh dari mereka, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Pahala lima puluh dari kalian.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi, lihat Silsilah Ash Shahihah, no. 494)
4. Jaminan Istiqomah dan Hidayah Bagi Orang Yang Berpegang Teguh dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Selama seseorang berada di atas Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia akan tetap berada di atas jalan istiqomah. Sebaliknya, jika tidak demikian, berarti ia telah menyimpang dari jalan yang lurus. Sebagaimana yang dikatakan oleh shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu:
“Manusia akan senantiasa berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 197).
Shahabat ‘Urwah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mengikuti sunnah-sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 198).
Salah seorang tabi’in bernama Ibnu Sirin mengatakan: “Dahulu mereka mengatakan: selama seseorang berada di atas jejak Nabi, maka ia berada di atas jalan yang lurus.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 200)
Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya): “Dan jika kalian menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (An Nur: 54)
Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata: “Jika kalian menaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus, baik ucapan maupun perbuatan. Dan tidak ada jalan untuk mendapatkan hidayah melainkan dengan menaatinya, dan tanpa (menaatinya) tidak mungkin (akan mendapatkan hidayah) bahkan mustahil.” (Tafsir As Sa’di, hal. 521)
5. Mendapatkan Cinta dari Allah subhanahu wa ta’ala dan akan masuk Al Jannah (surga)
Para pembaca yang mulia, bukankah kita semua ingin mendapatkan cinta dari Allah? Ketahuilah! Bahwa cinta dari Allah subhanahu wa ta’ala hanya akan diperoleh dengan mengikuti dan mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Katakanlah (wahai Muhammad!): “Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku! Niscaya Allah pasti akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali Imran: 31)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Setiap umatku akan masuk Al Jannah (surga) kecuali orang yang enggan.” Para shahabat bertanya: “Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang menaatiku, ia akan masuk Al Jannah dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh ia telah enggan.” (HR. Al Bukhari)
Wahai saudaraku sesama muslim! Sepatutnya bagi kita semua selalu berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menyesuaikan segala amal ibadah kita dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berdasarkan dalil-dalil shahih. Dan kita tidak akan dapat mengetahuinya melainkan dengan belajar ilmu syar’i (agama).
Penutup
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menolong kita untuk senantiasa mempelajari ilmu agama Islam ini yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman para shahabat nabi radhiyallahu ‘anhum di bawah bimbingan ulama` pewaris Nabi. Dan memberikan kekuatan serta keistiqomahan dalam menjalankan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar tergapai kemuliaan hidup yang hakiki di dunia maupun akhirat.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Buletin Islam AL ILMU Edisi: 12/III/VIII/1431
Tidak ada komentar:
Posting Komentar