Firman Allah: “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu). Maka Allah akan memeliharamu dari mereka. dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 137)
Melalui ayat ini Allah menjadikan iman para shahabat Nabi saw. sebagai timbangan (tolok ukur)
Untuk membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara kebenaran dan kebathilan. Apabila ahlul kitab beriman sebagaimana berimannya para shahabat Nabi saw. maka sungguh mereka mendapat hidayah (petunjuk) yang mutlak dan sempurna. Jika mereka (ahlul kitab) berpaling (tidak beriman) sebagaimana berimannya para shahabat, maka mereka jatuh ke dalam perpecahan, perselisihan, dan kesesatan yang sangat jauh…
Memohon hidayah dan iman adalah sebesar-besar kewajiban, menjauhkan perselisihan dan kesesatan adalah wajib; jadi mengikuti (manhaj) shahabat Rasul adalah kewajiban yang paling wajib.
Firman Allah: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (al-An’am: 153)
Ayat ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud bahwa jalan itu hanya satu, sedangkan jalan selainnya adalah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan jalannya ahli bid’ah. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh Imam Mujahid ketika menafsirkan ayat ini. Jalan yang satu ini adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw. dan para shahabatnya. Jalan ini adalah ash-Shirath al-Mustaqiim yang wajib atas setiap Muslim menempuhnya dan jalan inilahyang akan mengantarkan kepada Allah.
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa jalan yang mengantarkan seseorang kepada Allah hanya satu… tidak ada seorang pun yang dapat sampai kepada Allah kecuali melalui jalan yang satu ini.
Firman Allah: “Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa’: 115)
Ayat ini menunjukkan bahwa menyalahi jalannya kaum Mukminin sebagai sebab seseorang terjatuh ke dalam jalan-jalan kesesatan dan diancam dengan masuk neraka jahanam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa mengikuti Rasulullah saw. adalah sebesar-besar prinsip dalam Islam yang mempunyai konsekuensi wajibnya umat Islam untuk mengikuti jalannya kaum Mukminin, sedangkan jalannya kaum Mukminin pada ayat ini adalah keyakinan, perkataan, dan perbuatan para shahabat. karena ketika turunnya wahyu tidak ada orang yang beriman kecuali shahabat, seperti firman Allah: “Rasul (Muhammad saw) telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman…” (al-Baqarah: 285)
Orang-orang Mukmin ketika itu hanyalah para shahabat, tidak ada yang lain.
Ayat di atas menunjukkan bahwa mengikuti jalan para shahabat dan memahami syariat Allah adalah wajib dan menyalahinya adalah kesesatan.
Firman Allah: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah: 100)
Ayat tersebut sebagi hujjah bahwa manhaj para shahabat adalah benar. Orang yang mengikuti mereka akan mendapatkan keridlaan dari Allah dan disediakan bagi mereka surga. Mengikuti manhaj mereka adalah wajib atas setiap Mukmin. Kalau mereka tidak mau mengikuti jalan mereka maka mereka akan mendapat hukuman dan tidak mendapat keridlaan dari Allah. Hal ini harus diperhatikan.
Firman Allah: “Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…” (Ali ‘Imraan: 110)
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah menetapkan keutamaan atas sekalian umat-umat yang ada dan dalam hal ini menunjukkan keistiqamahan para shahabat dalam setiap keadaan karena mereka menyimpang dari syariat yang terang benderang, sehingga Allah mempersaksikan bahwa mereka memerintahkan kepada setiap kema’rufan (kebaikan) dan mencegah setiap kemungkaran. Hal tersebut menunjukkan secara pasti bahwa pemahaman mereka (shahabat) adalah hujjah atas orang-orang setelah mereka sampai Allah swt. mewariskan bumi dan isinya.
Melalui ayat ini Allah menjadikan iman para shahabat Nabi saw. sebagai timbangan (tolok ukur)
Untuk membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara kebenaran dan kebathilan. Apabila ahlul kitab beriman sebagaimana berimannya para shahabat Nabi saw. maka sungguh mereka mendapat hidayah (petunjuk) yang mutlak dan sempurna. Jika mereka (ahlul kitab) berpaling (tidak beriman) sebagaimana berimannya para shahabat, maka mereka jatuh ke dalam perpecahan, perselisihan, dan kesesatan yang sangat jauh…
Memohon hidayah dan iman adalah sebesar-besar kewajiban, menjauhkan perselisihan dan kesesatan adalah wajib; jadi mengikuti (manhaj) shahabat Rasul adalah kewajiban yang paling wajib.
Firman Allah: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (al-An’am: 153)
Ayat ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud bahwa jalan itu hanya satu, sedangkan jalan selainnya adalah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan jalannya ahli bid’ah. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh Imam Mujahid ketika menafsirkan ayat ini. Jalan yang satu ini adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw. dan para shahabatnya. Jalan ini adalah ash-Shirath al-Mustaqiim yang wajib atas setiap Muslim menempuhnya dan jalan inilahyang akan mengantarkan kepada Allah.
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa jalan yang mengantarkan seseorang kepada Allah hanya satu… tidak ada seorang pun yang dapat sampai kepada Allah kecuali melalui jalan yang satu ini.
Firman Allah: “Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa’: 115)
Ayat ini menunjukkan bahwa menyalahi jalannya kaum Mukminin sebagai sebab seseorang terjatuh ke dalam jalan-jalan kesesatan dan diancam dengan masuk neraka jahanam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa mengikuti Rasulullah saw. adalah sebesar-besar prinsip dalam Islam yang mempunyai konsekuensi wajibnya umat Islam untuk mengikuti jalannya kaum Mukminin, sedangkan jalannya kaum Mukminin pada ayat ini adalah keyakinan, perkataan, dan perbuatan para shahabat. karena ketika turunnya wahyu tidak ada orang yang beriman kecuali shahabat, seperti firman Allah: “Rasul (Muhammad saw) telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman…” (al-Baqarah: 285)
Orang-orang Mukmin ketika itu hanyalah para shahabat, tidak ada yang lain.
Ayat di atas menunjukkan bahwa mengikuti jalan para shahabat dan memahami syariat Allah adalah wajib dan menyalahinya adalah kesesatan.
Firman Allah: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah: 100)
Ayat tersebut sebagi hujjah bahwa manhaj para shahabat adalah benar. Orang yang mengikuti mereka akan mendapatkan keridlaan dari Allah dan disediakan bagi mereka surga. Mengikuti manhaj mereka adalah wajib atas setiap Mukmin. Kalau mereka tidak mau mengikuti jalan mereka maka mereka akan mendapat hukuman dan tidak mendapat keridlaan dari Allah. Hal ini harus diperhatikan.
Firman Allah: “Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…” (Ali ‘Imraan: 110)
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah menetapkan keutamaan atas sekalian umat-umat yang ada dan dalam hal ini menunjukkan keistiqamahan para shahabat dalam setiap keadaan karena mereka menyimpang dari syariat yang terang benderang, sehingga Allah mempersaksikan bahwa mereka memerintahkan kepada setiap kema’rufan (kebaikan) dan mencegah setiap kemungkaran. Hal tersebut menunjukkan secara pasti bahwa pemahaman mereka (shahabat) adalah hujjah atas orang-orang setelah mereka sampai Allah swt. mewariskan bumi dan isinya.
Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah; Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Sumber : https://alquranmulia.wordpress.com/2014/02/24/kewajiban-ittiba-berdasarkan-pada-dalil-dalil-al-quran/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar