Alhamdulillah washshalatu wassalaamu ‘ala nabiyyihi almukhtar min khalqihi muhammad wa ‘ala alihi wa as-habih wa man tabi’ahu ittiba-an shahihan ikhlashan.
Berbicara tentang bid’ah adalah berbicara tentang sesuatu yang membuat pusing sebagian orang. Artinya mereka begitu alergi dengan kata bid’ah. Perlu dipahami bahwa bid’ah adalah sebuah pembicaraan dalam agama seperti juga pembicaraan tentang syirik, maksiat dan lain-lain.
Bid’ah Tidak Pernah Dibahas Para Ulama?
Seorang mahasiswa LIPIA jurusan Syari’ah pernah menulis artikel dalam sebuah web yang menyatakan bahwa tidak ditemukan kata bid’ah dalam kitab fiqih yang ditulis para ulama. Ia juga merendahkan para ulama yang gencar melarang bid’ah. Ia menulis seolah-olah kata bid’ah bukanlah sebuah tema yang dibicarakan dalam Islam.
Aneh memang. Kitab-kitab yang bertebaran dalam perpustakaan LIPIA plus kemampuan berbahasa arabnya tak mampu memahami bahwa bid’ah adalah sebuah hal yang diwanti-wanti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak pertemuan beliau dengan para sahabat.
Semoga saja tulisan beliau tidak melecehkan ungkapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dengan kelembutannya menasehati umatnya dari bahaya bid’ah. Beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
« أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ »
“Kemudian daripada itu, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru dan semua bid’ah adalah kesesatan” (HR Muslim no 2042).
Dalam riwayat lain:
وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
“Dan semua perkara yang baru adalah bid’ah dan seluruh bid’ah adalah kesesatan dan seluruh kesesatan di neraka” (HR An-Nasaai no 1578).
Benar bahwa bid’ah bukanlah bagian dari hukum taklifiyyah yang terdiri dari wajib, mandub, mubah, makruh dan haram (lihat pembagian ini dalam Mulakhhash al-Fiqhiyyah al-Muyassarah (Min Hasyiyatu ar-Raudh wa al-Murabba’ wa Manaar as-Sabiyl), hal 11).
Namun bukanlah bermakna bahwa bid’ah adalah sebuah istilah yang kosong dalam kitab para ulama. Mereka, para ulama, banyak menulis tentang bid’ah dan berbagai kaidah yang berhubungan dengan bid’ah. Mereka pula mewanti-wanti kaum muslimin untuk menjauhi bid’ah karena adalah bid’ah sebuah larangan.
Larangan Berbuat Bid’ah Tidak Ada Dalam Al Qur’an?
Ada pula sebagian penulis yang menyatakan bahwa tidak ada larangan bid’ah dalam al-Qur-an. Padahal para ulama telah banyak ber-istinbath dari sebagian ayat-ayat al-Qur-an mengenai larangan bid’ah. Allah berfirman
قُلْ يَٰٓأَيُّهَا ٱلْكَٰفِرُونَ ﴿١﴾ لَآ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ ﴿٦
“1). Katakanlah: Hai orang-orang kafir 2). Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah 3). Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah 4). Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah 5). Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah 6). Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku” (QS al-Kafirun 1-6)
Salah satu penjelasan Ibnu katsir dalam kitabnya tentang surat ini adalah:
تبرأ منهم في جميع ما هم فيه فإن العابد لا بد من معبود يعبده وعبادة يسلكها إليه فالرسول صلى الله عليه وسلم وأتباعه يعبدون الله بما شرعه ولهذا كان كلمة الإسلام لا إله إلا الله محمد رسول الله أي لا معبود إلا الله ولا طريق إليه إلا ما جاء به الرسول والمشركون يعبدون غير الله عبادة لم يأذن بها الله
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari segala hal yang ada pada mereka (dan apa yang mereka lakoni) karena sesungguhnya seorang hamba beribadah kepada sesuatu yang disembah dan seorang hamba pula menjalani sebuah ibadah menuju Allah. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikut beliau menyembah Allah dengan sesuatu yang memang Allah syariatkan. Inilah makna kalimat Islam yaitu tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Ini bermakna bahwa tiada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan pula tiada jalan yang ditempuh menuju Allah kecuali dengan segala hal yang dibawa oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Orang musyrik menyembah selain Allah sebagai sebuah ibadah yang tidak Allah izinkan/syariatkan.”( Tafsir al-Qur-an al-Azhiym, jilid 4, hal 3107)
Dalam surat lain, Allah berfirman:
يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها ولكن البر من اتقى وأتوا البيوت من أبوابها واتقوا الله لعلكم تفلحون
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung” (QS al-Baqarah: 189.)
Salah satu ungkapan syaikh ‘Abdurrahman ibn Nashir as-Sa’diy mengenai ayat ini adalah:
وهذا كما كان الأنصار وغيرهم من العرب إذا أحرموا لم يدخلوا البيوت من أبوابها تعبدا بذلك وظنا أنه بر فأخبر تعالى ليس من البر لأن الله تعالى لم يشرعه لهم وكل من تعبد بعبادة لم يشرعها الله ورسوله فهو متعبد ببدعة وأمرهم أن يأتوا البيوت من أبوابها لما فيه من السهولة عليه التي هي قاعدة من قواعد الشرع.
“Dahulu orang Anshar dan arab lainnya, jika mereka melakukan ihram, mereka tidak memasuki rumah-rumah mereka melalui pintunya dalam rangka ibadah. Mereka menganggap bahwa hal yang mereka lakukan itu adalah sebuah kebaikan. Allah mengabarkan bahwa yang demikian itu bukanlah sebuah kebaikan karena Allah tidak mensyariatkan hal ini kepada mereka. Setiap orang yang menyembah Allah dengan sebuah ibadah yang tidak Allah dan Rasul-Nya syariatkan maka dia telah beribadah dengan sebuah kebid’ahan. (Dalam ayat ini) Allah memerintahkan mereka agar mereka memasuki rumah mereka melalui pintunya karena ini mengandung kemudahan bagi mereka yang merupakan salah satu kaidah dalam beragama.” (Lihat kitab beliau Tafsir Kariimir Rahman fiy Tafsir Kalaam al-Mannan, hal 87).
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain yang menjadi dalil terlarangnya bid’ah menurut para ulama.
Asrama LIPIA Jakarta, Rabu siang, 15 Shafar 1435 H/ 18 Desember 2013
____
Referensi:
Al-Qur-an dan terjemahannya.
Tafsiyr al-Qur-an al-Azhiym, jilid 4, hal 3107, penerbit Jami’atu Ihya-u at-Turats al-Islamiy, Kuwait
Lihat kitab beliau Tafsir Kariimir Rahman fiy Tafsir Kalaam al-Mannan, hal 87, terbitan Dar Ibnu al-Jauziy, al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Su’udiyyah.
Mulakhhash al-Fiqhiyyah al-Muyassarah (Min Hasyiyatu ar-Raudh wa al-Murabba’ wa Manaar as-Sabiyl) karya ‘Imad ‘Ali Jum’ah, hal 11, terbitan Maktabah al-Malik Fadh, Riyadh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar